Petrokimia Gresik mendorong generasi muda untuk terjun ke dunia pertanian sebagai antisipasi krisis pangan yang mengancam dunia, sebab tren peningkatan kebutuhan pangan berbanding terbalik dengan luas lahan pertanian di Indonesia
Direktur Operasi dan Produksi Petrokimia Gresik Digna Jatiningsih dalam siaran persnya di Gresik, Jawa Timur, Kamis, mengatakan potensi krisis pangan dapat dilihat dari tren kebutuhan pangan dan luas lahan pertanian di Indonesia.
Baca juga: Petrokimia Gresik siap bangun pabrik NPK di Yordania
Berdasarkan data Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) lahan pertanian justru semakin berkurang, sebagai perbandingan luas lahan pertanian Indonesia di tahun 2012 mencapai 8,13 juta hektare (Ha) dan tahun 2019 berkurang menjadi 7,46 juta Ha.
Digna yang sebelumnya menjadi narasumber dalam talkshow Petro AgriTalk bertajuk "Peran Petrokimia Gresik dan Pemuda di Tengah Isu Pangan Global” yang digelar secara daring, mengatakan harus ada inovasi baru dalam upaya meningkatkan produktivitas pertanian, dan hal itu menjadi tanggung jawab semua pihak, termasuk generasi muda, agar ketahanan pangan nasional tetap terjaga.
Baca juga: Petrokimia Gresik dorong pemberdayaan UMKM melalui MMBC 2022
"Berdasarkan data Kementerian Pertanian, jika dibandingkan antara kebutuhan tahun 2020 dengan proyeksi Indonesia Emas di tahun 2045, terjadi peningkatan kebutuhan beras nasional sekitar 5,44 juta ton, dari 29,86 juta ton menjadi 35,3 juta ton," kata Digna.
Sedangkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2021 menunjukkan, produktivitas sawah di Indonesia rata-rata 5,2 ton per Ha. Sehingga, untuk memenuhi kebutuhan pangan di tahun 2045, produktivitas sawah harus mencapai 7 ton per Ha, dengan estimasi luas lahan tidak lagi berkurang.
Digna menyebut, Petrokimia juga telah melakukan upaya dalam mendorong regenerasi petani, dan dilakukan sejak tahun 2014 dengan menggandeng Pelatihan Anak Remaja Tani (PATRA), kemudian di tahun 2017 menyelenggarakan Jambore Petani Muda (JPM) yang rutin dilaksanakan tiap tahun hingga saat ini.
"Program ini telah menghasilkan banyak petani muda sukses, seperti Kampung Strawberry di Bali, dan Kampung Buah Naga di Banyuwangi. Sehingga saat ini sudah muncul sosok petani muda yang sukses di bidang pertanian, ini harus diiringi dengan inovasi teknologi pertanian modern agar semakin banyak generasi muda yang tertarik terjun ke sektor ini. Jadi dari generasi muda, oleh generasi muda, untuk generasi mendatang, dan kita sebagai industri siap mendukung," katanya.
Selain itu, kata dia, Petrokimia juga menciptakan teknologi pemupukan melalui produk inovasi, kemudian menyediakan pupuk subsidi dan non subsidi berkualitas, serta melakukan pengawalan budi daya pertanian melalui program MAKMUR yang bertujuan meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan petani, sebagai upaya mengamankan masa depan pertanian dan ketahanan pangan Indonesia.(*)
Baca juga: Erick Thohir: Sudah waktunya Pupuk Indonesia jadi pemain global
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2022
Direktur Operasi dan Produksi Petrokimia Gresik Digna Jatiningsih dalam siaran persnya di Gresik, Jawa Timur, Kamis, mengatakan potensi krisis pangan dapat dilihat dari tren kebutuhan pangan dan luas lahan pertanian di Indonesia.
Baca juga: Petrokimia Gresik siap bangun pabrik NPK di Yordania
Berdasarkan data Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) lahan pertanian justru semakin berkurang, sebagai perbandingan luas lahan pertanian Indonesia di tahun 2012 mencapai 8,13 juta hektare (Ha) dan tahun 2019 berkurang menjadi 7,46 juta Ha.
Digna yang sebelumnya menjadi narasumber dalam talkshow Petro AgriTalk bertajuk "Peran Petrokimia Gresik dan Pemuda di Tengah Isu Pangan Global” yang digelar secara daring, mengatakan harus ada inovasi baru dalam upaya meningkatkan produktivitas pertanian, dan hal itu menjadi tanggung jawab semua pihak, termasuk generasi muda, agar ketahanan pangan nasional tetap terjaga.
Baca juga: Petrokimia Gresik dorong pemberdayaan UMKM melalui MMBC 2022
"Berdasarkan data Kementerian Pertanian, jika dibandingkan antara kebutuhan tahun 2020 dengan proyeksi Indonesia Emas di tahun 2045, terjadi peningkatan kebutuhan beras nasional sekitar 5,44 juta ton, dari 29,86 juta ton menjadi 35,3 juta ton," kata Digna.
Sedangkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2021 menunjukkan, produktivitas sawah di Indonesia rata-rata 5,2 ton per Ha. Sehingga, untuk memenuhi kebutuhan pangan di tahun 2045, produktivitas sawah harus mencapai 7 ton per Ha, dengan estimasi luas lahan tidak lagi berkurang.
Digna menyebut, Petrokimia juga telah melakukan upaya dalam mendorong regenerasi petani, dan dilakukan sejak tahun 2014 dengan menggandeng Pelatihan Anak Remaja Tani (PATRA), kemudian di tahun 2017 menyelenggarakan Jambore Petani Muda (JPM) yang rutin dilaksanakan tiap tahun hingga saat ini.
"Program ini telah menghasilkan banyak petani muda sukses, seperti Kampung Strawberry di Bali, dan Kampung Buah Naga di Banyuwangi. Sehingga saat ini sudah muncul sosok petani muda yang sukses di bidang pertanian, ini harus diiringi dengan inovasi teknologi pertanian modern agar semakin banyak generasi muda yang tertarik terjun ke sektor ini. Jadi dari generasi muda, oleh generasi muda, untuk generasi mendatang, dan kita sebagai industri siap mendukung," katanya.
Selain itu, kata dia, Petrokimia juga menciptakan teknologi pemupukan melalui produk inovasi, kemudian menyediakan pupuk subsidi dan non subsidi berkualitas, serta melakukan pengawalan budi daya pertanian melalui program MAKMUR yang bertujuan meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan petani, sebagai upaya mengamankan masa depan pertanian dan ketahanan pangan Indonesia.(*)
Baca juga: Erick Thohir: Sudah waktunya Pupuk Indonesia jadi pemain global
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2022