Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) di Kabupaten Trenggalek melibatkan puluhan petani untuk membudidayakan jahe merah berkualitas ekspor dengan pangsa pasar industri farmasi, kosmetik dan makanan.
"Pengembangan produk empon-empon jenis jahe merah ini dimulai tahun 2021, tepatnya setelah kami bersama BUMDesma Sari Bumi menjalin kerja sama dengan (perusahaan jamu) Bintang Toedjoe untuk penerimaan hasil panen petani," ujar Ketua BUMDesma Sari Bumi, Hari Subianto di Pule, Trenggalek, Kamis.
Total produksi jahe merah yang sudah mereka panen hingga saat ini mencapai ratusan ton, yang diolah dengan cara dikeringkan dan diekstrak.
Kemudian, kata dia, dijual ke perusahaan jamu nasional milik PT Kalbe Farma dengan harga di kisaran Rp80 ribu per kilogram.
Kepastian harga penerimaan itu memberi keuntungan lebih bagi BUMDesma sehingga secara unit usaha tumbuh sehat, sementara petani juga bisa menikmati harga jual lebih tinggi dibanding harga pasar.
"Dengan skema kerja sama ini, jahe merah basah hasil panenan petani bisa dibeli dengan harga di kisaran Rp7 ribu hingga Rp10 ribu per kilogram. Harga ini penerimaan di BUMDesma lebih tinggi dibanding harga pasar saat ini yang ada di kisaran Rp4 ribuan per kilogram," katanya.
Dijelaskan, jahe merah yang siap dipanen kemudian dikirimkan ke sentra panen termasuk bekerja sama dengan pemerintah daerah.
Jahe merah ini kemudian disortir, dicuci, dipotong, dikeringkan dan dikemas sehingga siap untuk dikonsumsi atau diolah lebih lanjut.
Bahan baku jahe merah yang dihasilkan dipasarkan ke industri farmasi, jamu, makanan, kosmetik, suplemen, dan nutraceutical.
BUMDesma Sari Bumi atau badan usaha milik desa bersama yang dikelola tiga desa, yakni Desa Pakel, Pule dan Jombok ini secara terfokus memilih budi daya jahe merah karena daerah mereka yang kaya produk empon-empon atau rempah, yakni mencapai 4.500 ton per tahun.
Masalahnya, lanjut dia, sebelum ada program pemberdayaan ekonomi petani tidak memiliki pangsa pasar yang jelas.
Harga cenderung naik turun sehingga kurang dilirik petani, apalagi jangka waktu panen yang mencapai 10 bulan sejak masa tanam.
Kendati demikian, petani yang bermitra dengan Bintang Toedjoe mendapatkan kepastian harga jual lebih baik.
Sebelumnya, benih jahe merah satu ton di lahan satu hektare panen menjadi enam ton.
"Kini, setelah bekerja sama dengan Bintang Toedjoe, benih jahe merah satu ton dapat panen menjadi 14 ton jahe merah," kata Head of Sourcing & Comdev BINA PT Bintang Toedjoe, Daru Wibowo. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2022
"Pengembangan produk empon-empon jenis jahe merah ini dimulai tahun 2021, tepatnya setelah kami bersama BUMDesma Sari Bumi menjalin kerja sama dengan (perusahaan jamu) Bintang Toedjoe untuk penerimaan hasil panen petani," ujar Ketua BUMDesma Sari Bumi, Hari Subianto di Pule, Trenggalek, Kamis.
Total produksi jahe merah yang sudah mereka panen hingga saat ini mencapai ratusan ton, yang diolah dengan cara dikeringkan dan diekstrak.
Kemudian, kata dia, dijual ke perusahaan jamu nasional milik PT Kalbe Farma dengan harga di kisaran Rp80 ribu per kilogram.
Kepastian harga penerimaan itu memberi keuntungan lebih bagi BUMDesma sehingga secara unit usaha tumbuh sehat, sementara petani juga bisa menikmati harga jual lebih tinggi dibanding harga pasar.
"Dengan skema kerja sama ini, jahe merah basah hasil panenan petani bisa dibeli dengan harga di kisaran Rp7 ribu hingga Rp10 ribu per kilogram. Harga ini penerimaan di BUMDesma lebih tinggi dibanding harga pasar saat ini yang ada di kisaran Rp4 ribuan per kilogram," katanya.
Dijelaskan, jahe merah yang siap dipanen kemudian dikirimkan ke sentra panen termasuk bekerja sama dengan pemerintah daerah.
Jahe merah ini kemudian disortir, dicuci, dipotong, dikeringkan dan dikemas sehingga siap untuk dikonsumsi atau diolah lebih lanjut.
Bahan baku jahe merah yang dihasilkan dipasarkan ke industri farmasi, jamu, makanan, kosmetik, suplemen, dan nutraceutical.
BUMDesma Sari Bumi atau badan usaha milik desa bersama yang dikelola tiga desa, yakni Desa Pakel, Pule dan Jombok ini secara terfokus memilih budi daya jahe merah karena daerah mereka yang kaya produk empon-empon atau rempah, yakni mencapai 4.500 ton per tahun.
Masalahnya, lanjut dia, sebelum ada program pemberdayaan ekonomi petani tidak memiliki pangsa pasar yang jelas.
Harga cenderung naik turun sehingga kurang dilirik petani, apalagi jangka waktu panen yang mencapai 10 bulan sejak masa tanam.
Kendati demikian, petani yang bermitra dengan Bintang Toedjoe mendapatkan kepastian harga jual lebih baik.
Sebelumnya, benih jahe merah satu ton di lahan satu hektare panen menjadi enam ton.
"Kini, setelah bekerja sama dengan Bintang Toedjoe, benih jahe merah satu ton dapat panen menjadi 14 ton jahe merah," kata Head of Sourcing & Comdev BINA PT Bintang Toedjoe, Daru Wibowo. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2022