Legislator menilai sudah saatnya Pemerintah Kota Surabaya membangun Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) komunal sebagai solusi mengatasi pencemaran sungai yang dipenuhi busa akibat limbah cair rumah tangga.
"Harus dicari penyebabnya. Kalau itu ditengarai penyebabnya adalah limbah rumah tangga harus diambil sampel dan diuji kandungan airnya," kata Anggota Komisi C Bidang Pembangunan DPRD Kota Surabaya William Wirakusuma di Surabaya, Rabu, menyikapi sungai di kawasan Jalan Kalisari Damen, Kalisari, Mulyorejo, Surabaya, Selasa (2/8) yang dipenuhi busa yang diakibatkan limbah cair kegiatan rumah tangga yang langsung dibuang ke sungai.
Menurut William, harus ada aturan untuk setiap pembangunan perumahan dan pemukiman baru, dimana pengembang harus juga membangun IPAL Komunal, begitu juga usaha cuci mobil dan jasa laundry harus memiliki IPAL mandiri.
"Dari data tahun 2021 sebanyak 49 persen sungai di Surabaya tercemar ringan, ini harus diatasi," kata legislator lulusan Jerman ini.
Legislator PSI ini juga menambahkan, selain melakukan uji sampel kandungan air sungai yang tercemar itu, Pemkot Surabaya juga harus menyisir wilayah tersebut apakah ada industri yang menyebabkan pencemaran tersebut.
"Saya sebenarnya heran juga kenapa setiap pagi hari di musim kemarau pompa dinyalakan. Jangan sampai ternyata ada industri yang mencemari lingkungan bukan karena pompa," kata dia.
Menurut warga sekitar, lanjut dia, fenomena sungai berbusa terjadi setiap pagi hari sampai pukul 10.00 WIB di musim kemarau. Setelah menjelang siang hari, lanjut dia, maka busa akan berangsur-angsur berkurang dan menghilang.
Untuk itu, William meminta Pemkot Surabaya juga meneliti tumbuhan sekitar sungai karena ada beberapa jenis tumbuhan yang dapat mengeluarkan zat tertentu saat kemarau yang menyebabkan timbulnya busa.
"Jadi perlu pengawasan, selain kandungan air sungai juga pengawasan lingkungan sekitar. Tentu harus segera ditanggulangi segera pencemaran sungai ini," kata dia.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Surabaya Agus Hebi Djuniantoro mengatakan, busa tersebut muncul karena terjadinya turbulensi atau pengadukan dari proses pemompaan pada jam-jam tertentu.
"Penyebab busa tersebut adalah limbah cair kegiatan dari rumah tangga seperti minyak goreng, lemak, air bekas cucian baju dan cucian dapur, dan sebagainya," kata Hebi.
Menurut Hebi, jika turbulensi tersebut berhenti, maka tidak akan menyebabkan bui atau busa di sungai. "Ini karena proses pemompaan saja. Maka IPAL komunal itu sebagai solusi untuk sanitasi atau pengolahan air limbah," ujar dia.
Hebi menjelaskan, pada saat musim kemarau debit air yang sedikit menyebabkan polutan tersebut berkonsentrasi besar di sungai. Sedangkan, pada saat musim hujan konsentrasi polutan menjadi kecil, karena terjadi pengenceran air hujan.
"Kami koordinasikan dengan OPD (organisasi perangkat daerah) lainnya untuk membuat IPAL rumah tangga komunal, sebelum masuk ke badan sungai," kata dia. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2022
"Harus dicari penyebabnya. Kalau itu ditengarai penyebabnya adalah limbah rumah tangga harus diambil sampel dan diuji kandungan airnya," kata Anggota Komisi C Bidang Pembangunan DPRD Kota Surabaya William Wirakusuma di Surabaya, Rabu, menyikapi sungai di kawasan Jalan Kalisari Damen, Kalisari, Mulyorejo, Surabaya, Selasa (2/8) yang dipenuhi busa yang diakibatkan limbah cair kegiatan rumah tangga yang langsung dibuang ke sungai.
Menurut William, harus ada aturan untuk setiap pembangunan perumahan dan pemukiman baru, dimana pengembang harus juga membangun IPAL Komunal, begitu juga usaha cuci mobil dan jasa laundry harus memiliki IPAL mandiri.
"Dari data tahun 2021 sebanyak 49 persen sungai di Surabaya tercemar ringan, ini harus diatasi," kata legislator lulusan Jerman ini.
Legislator PSI ini juga menambahkan, selain melakukan uji sampel kandungan air sungai yang tercemar itu, Pemkot Surabaya juga harus menyisir wilayah tersebut apakah ada industri yang menyebabkan pencemaran tersebut.
"Saya sebenarnya heran juga kenapa setiap pagi hari di musim kemarau pompa dinyalakan. Jangan sampai ternyata ada industri yang mencemari lingkungan bukan karena pompa," kata dia.
Menurut warga sekitar, lanjut dia, fenomena sungai berbusa terjadi setiap pagi hari sampai pukul 10.00 WIB di musim kemarau. Setelah menjelang siang hari, lanjut dia, maka busa akan berangsur-angsur berkurang dan menghilang.
Untuk itu, William meminta Pemkot Surabaya juga meneliti tumbuhan sekitar sungai karena ada beberapa jenis tumbuhan yang dapat mengeluarkan zat tertentu saat kemarau yang menyebabkan timbulnya busa.
"Jadi perlu pengawasan, selain kandungan air sungai juga pengawasan lingkungan sekitar. Tentu harus segera ditanggulangi segera pencemaran sungai ini," kata dia.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Surabaya Agus Hebi Djuniantoro mengatakan, busa tersebut muncul karena terjadinya turbulensi atau pengadukan dari proses pemompaan pada jam-jam tertentu.
"Penyebab busa tersebut adalah limbah cair kegiatan dari rumah tangga seperti minyak goreng, lemak, air bekas cucian baju dan cucian dapur, dan sebagainya," kata Hebi.
Menurut Hebi, jika turbulensi tersebut berhenti, maka tidak akan menyebabkan bui atau busa di sungai. "Ini karena proses pemompaan saja. Maka IPAL komunal itu sebagai solusi untuk sanitasi atau pengolahan air limbah," ujar dia.
Hebi menjelaskan, pada saat musim kemarau debit air yang sedikit menyebabkan polutan tersebut berkonsentrasi besar di sungai. Sedangkan, pada saat musim hujan konsentrasi polutan menjadi kecil, karena terjadi pengenceran air hujan.
"Kami koordinasikan dengan OPD (organisasi perangkat daerah) lainnya untuk membuat IPAL rumah tangga komunal, sebelum masuk ke badan sungai," kata dia. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2022