Kejaksaan Negeri Kota Kediri, Jawa Timur, telah menetapkan empat orang tersangka dalam kasus kredit macet di Perusahaan Daerah Bank Perkreditan Rakyat (PD BPR) kota itu dengan perkiraan nilai kerugian mencapai Rp1 miliar.
Kepala Kejaksaan Negeri Kota Kediri, Novika Muzairah Rauf, di Kediri, Jumat, mengatakan bahwa keempat tersangka diantaranya dua oknum pegawai bagian account officer (AO) BPR YS dan AM, kemudian dua tersangka lainnya adalah nasabah yakni ES dan CA.
"Kami berkeyakinan ada pihak lain yang terlibat dalam kasus ini. Namun, untuk sementara yang cukup alat bukti baru ada empat orang tersangka," kata Novika.
Ia menjelaskan, para pelaku diduga melakukan penyimpangan penyaluran kredit di BPR Kota Kediri pada 2016. Kasus tersebut terbongkar setelah terjadi kredit macet yang merugikan keuangan lembaga tersebut hingga Rp1 miliar.
Untuk modus operandinya, tersangka CA dan ES mengajukan pinjaman ke BPR melalui AO. Tersangka CA mengajukan dengan nilai pinjaman sebesar Rp600 juta dan ES Rp400 juta.
"Dalam pengajuan itu, keduanya ternyata juga memalsukan data pribadi. Mereka bekerja sebagai sopir, namun mengganti data diri menjadi pemilik perusahaan," jelas Novika.
Sangat disayangkan, kedua AO tersebut ternyata meloloskan pengajuan kredit CA dan ES tanpa melakukan pengecekan keaslian dokumen-dokumen persyaratan nasabah terlebih dahulu.
"Setelah menerima kredit, CA dan ES hanya tujuh kali bayar angsuran dan tidak melanjutkan kewajibannya, sehingga BPR mengalai kerugian Rp1 miliar," kata dia.
Sementara itu, Kasi Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Negeri Kota Kediri, Nurngali menambahkan kemampuan bayar dua debitur untuk melunasi tanggungannya tersebut tidak ada, namun oleh pegawai AO ternyata diloloskan.
Sebagai karyawan bagian sopir, debitur harus mengangsur sebesar Rp14 - Rp19 juta per bulan, padahal gajinya hanya Rp5 juta per bulan.
Hingga kini, kejaksaan belum melakukan penahanan terhadap para tersangka. Kejaksaan beralasan masih menunggu hasil audit dari BPKP untuk mengetahui total nilai kerugian negara.
Nurngali menambahkan, dugaan adanya potensi penambahan tersangka dalam kasus tersebut cukup besar. Sebab dalam aturan di PD BPR Kota Kediri, pengajuan kredit di atas Rp50 juta, tidak hanya melalui rekomendasi AO, tetapi juga harus ada persetujuan dewan pengawas.
"Sampai saat ini kami masih melakukan pendalaman kasus tersebut, apakah ada potensi tersangka lain yang terlibat dalam kasus tersebut," demikian Nurngali.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2022
Kepala Kejaksaan Negeri Kota Kediri, Novika Muzairah Rauf, di Kediri, Jumat, mengatakan bahwa keempat tersangka diantaranya dua oknum pegawai bagian account officer (AO) BPR YS dan AM, kemudian dua tersangka lainnya adalah nasabah yakni ES dan CA.
"Kami berkeyakinan ada pihak lain yang terlibat dalam kasus ini. Namun, untuk sementara yang cukup alat bukti baru ada empat orang tersangka," kata Novika.
Ia menjelaskan, para pelaku diduga melakukan penyimpangan penyaluran kredit di BPR Kota Kediri pada 2016. Kasus tersebut terbongkar setelah terjadi kredit macet yang merugikan keuangan lembaga tersebut hingga Rp1 miliar.
Untuk modus operandinya, tersangka CA dan ES mengajukan pinjaman ke BPR melalui AO. Tersangka CA mengajukan dengan nilai pinjaman sebesar Rp600 juta dan ES Rp400 juta.
"Dalam pengajuan itu, keduanya ternyata juga memalsukan data pribadi. Mereka bekerja sebagai sopir, namun mengganti data diri menjadi pemilik perusahaan," jelas Novika.
Sangat disayangkan, kedua AO tersebut ternyata meloloskan pengajuan kredit CA dan ES tanpa melakukan pengecekan keaslian dokumen-dokumen persyaratan nasabah terlebih dahulu.
"Setelah menerima kredit, CA dan ES hanya tujuh kali bayar angsuran dan tidak melanjutkan kewajibannya, sehingga BPR mengalai kerugian Rp1 miliar," kata dia.
Sementara itu, Kasi Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Negeri Kota Kediri, Nurngali menambahkan kemampuan bayar dua debitur untuk melunasi tanggungannya tersebut tidak ada, namun oleh pegawai AO ternyata diloloskan.
Sebagai karyawan bagian sopir, debitur harus mengangsur sebesar Rp14 - Rp19 juta per bulan, padahal gajinya hanya Rp5 juta per bulan.
Hingga kini, kejaksaan belum melakukan penahanan terhadap para tersangka. Kejaksaan beralasan masih menunggu hasil audit dari BPKP untuk mengetahui total nilai kerugian negara.
Nurngali menambahkan, dugaan adanya potensi penambahan tersangka dalam kasus tersebut cukup besar. Sebab dalam aturan di PD BPR Kota Kediri, pengajuan kredit di atas Rp50 juta, tidak hanya melalui rekomendasi AO, tetapi juga harus ada persetujuan dewan pengawas.
"Sampai saat ini kami masih melakukan pendalaman kasus tersebut, apakah ada potensi tersangka lain yang terlibat dalam kasus tersebut," demikian Nurngali.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2022