Pemerintah Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, menggelar Festival Buah Naga sebagai upaya terus mendorong produksi buah naga yang saat ini menjadi daerah pemasok terbesar di Indonesia. Bahkan, panen buah naga sepanjang tahun di Banyuwangi menghasilkan 82.544 ton dalam setahun.
Festival Buah Naga digelar di tengah perkebunan di Desa Bulurejo, Kecamatan Purwoharjo, pada Jumat (18/2) malam. Selain memperkenalkan berbagai produk buah naga, juga disuguhkan aksi penari gandrung tampil dengan latar belakang lampu-lampu penerangan yang digunakan untuk meningkatkan produksi buah naga.
"Festival Buah Naga ini untuk mengapresiasi para petani Banyuwangi yang selalu melakukan inovasi di sektor pertanian. Ditambah lagi seiring telah dicanangkannya Banyuwangi Rebound, Festival Buah Naga bisa menjadi momentum kebangkitan sektor pertanian," ujar Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani.
Bupati Ipuk mengapresiasi para petani buah naga yang terus berinovasi, mulai bagaimana meningkatkan produktivitas hingga mengajak warga setempat membuat olahan pangan berbahan baku buah naga.
"Ini adalah wadah kreasi dan inovasi produk pertanian unggulan Banyuwangi. Selain unsur edukasi, festival ini juga diharapkan menjadi instrumen eksplorasi potensi pertanian lokal dengan kualitas global," katanya.
Ia menjelaskan bahwa lampu-lampu di kebun buah naga merupakan inovasi Puting Si Naga (penggunaan lampu tingkatkan produksi buah naga). Penggunaan lampu di kebun buah naga pada malam hari untuk merangsang pembungaan, sehingga menghasilkan peningkatan produktivitas buah naga.
Menurut Ipuk, buah naga sebenarnya merupakan tanaman hortikultura yang bersifat jangka panjang, seperti tanaman jeruk dan jambu. Produksi buah naga mencapai puncak pada musim panen bulan November hingga Maret, dan selebihnya tidak berbuah.
Pada puncak panen raya buah naga, sering kali terjadi melebihi produksi, yang menyebabkan harga buah naga di tingkat petani menjadi anjlok. Sementara pada kondisi off-season harga jual buah naga meningkat hingga 2- 3 kali lipat dari harga normal akibat ketidakseimbangan antara ketersediaan produk yang rendah dengan permintaan pasar yang tinggi.
Kata Ipuk, kondisi ini yang melatarbelakangi terciptanya beberapa perlakuan terhadap buah naga, selain penerapan good agriculture practices (GAP) juga diterapkan Puting Si Naga, sehingga buah naga Banyuwangi saat ini tidak mengenal off season.
"Dengan memberikan pencahayaan lampu di malam hari (pukul 18:00 - 05:00 WIB) terbukti mampu merangsang buah naga untuk berbunga, sehingga buah naga bisa panen sepanjang tahun. Melalui inovasi ini buah naga mampu berproduksi hingga rata-rata 35 ton per hektare per tahun.
Luas areal tanaman buah naga di Kabupaten Banyuwangi sebesar 3.786 hektare, dengan produksi mencapai 82.544 ton per tahun, sehingga dikenal sebagai penghasil buah naga terbesar di Indonesia.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Banyuwangi, M Khoiri mengemukakan buah naga berkembang dengan pesat terutama di kawasan Banyuwangi bagian selatan, yang meliputi wilayah Kecamatan Purwoharjo, Tegaldlimo, Pesanggaran, Siliragung, Cluring, Srono, Bangorejo dan Sempu. Petani buah naga pada awalnya merupakan petani tanaman pangan yang beralih komoditas dalam perkembangannya.
"Dengan besarnya potensi buah naga, juga mampu meningkatkan potensi lapangan pekerjaan melalui ekspansi kebun buah naga hingga berbagai produk turunan buah naga," ujarnya.
Dari buah naga muncul berbagai olahan buah naga seperti, dodol buah naga, sirup buah naga, keripik buah naga, rengginang buah naga, mie buah naga dan selai buah naga yang bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan ekononomi.
"Peningkatan produksi buah naga sangat signifikan. Produksi buah naga tahun 2020 sebesar 82.544 ton meningkat dibandingkan tahun 2019 sebesar 19.068 ton. Keberhasilan ini semakin memantapkan posisi Kabupaten Banyuwangi sebagai pemasok buah naga di skala regional dan nasional, bahkan internasional," paparnya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2022
Festival Buah Naga digelar di tengah perkebunan di Desa Bulurejo, Kecamatan Purwoharjo, pada Jumat (18/2) malam. Selain memperkenalkan berbagai produk buah naga, juga disuguhkan aksi penari gandrung tampil dengan latar belakang lampu-lampu penerangan yang digunakan untuk meningkatkan produksi buah naga.
"Festival Buah Naga ini untuk mengapresiasi para petani Banyuwangi yang selalu melakukan inovasi di sektor pertanian. Ditambah lagi seiring telah dicanangkannya Banyuwangi Rebound, Festival Buah Naga bisa menjadi momentum kebangkitan sektor pertanian," ujar Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani.
Bupati Ipuk mengapresiasi para petani buah naga yang terus berinovasi, mulai bagaimana meningkatkan produktivitas hingga mengajak warga setempat membuat olahan pangan berbahan baku buah naga.
"Ini adalah wadah kreasi dan inovasi produk pertanian unggulan Banyuwangi. Selain unsur edukasi, festival ini juga diharapkan menjadi instrumen eksplorasi potensi pertanian lokal dengan kualitas global," katanya.
Ia menjelaskan bahwa lampu-lampu di kebun buah naga merupakan inovasi Puting Si Naga (penggunaan lampu tingkatkan produksi buah naga). Penggunaan lampu di kebun buah naga pada malam hari untuk merangsang pembungaan, sehingga menghasilkan peningkatan produktivitas buah naga.
Menurut Ipuk, buah naga sebenarnya merupakan tanaman hortikultura yang bersifat jangka panjang, seperti tanaman jeruk dan jambu. Produksi buah naga mencapai puncak pada musim panen bulan November hingga Maret, dan selebihnya tidak berbuah.
Pada puncak panen raya buah naga, sering kali terjadi melebihi produksi, yang menyebabkan harga buah naga di tingkat petani menjadi anjlok. Sementara pada kondisi off-season harga jual buah naga meningkat hingga 2- 3 kali lipat dari harga normal akibat ketidakseimbangan antara ketersediaan produk yang rendah dengan permintaan pasar yang tinggi.
Kata Ipuk, kondisi ini yang melatarbelakangi terciptanya beberapa perlakuan terhadap buah naga, selain penerapan good agriculture practices (GAP) juga diterapkan Puting Si Naga, sehingga buah naga Banyuwangi saat ini tidak mengenal off season.
"Dengan memberikan pencahayaan lampu di malam hari (pukul 18:00 - 05:00 WIB) terbukti mampu merangsang buah naga untuk berbunga, sehingga buah naga bisa panen sepanjang tahun. Melalui inovasi ini buah naga mampu berproduksi hingga rata-rata 35 ton per hektare per tahun.
Luas areal tanaman buah naga di Kabupaten Banyuwangi sebesar 3.786 hektare, dengan produksi mencapai 82.544 ton per tahun, sehingga dikenal sebagai penghasil buah naga terbesar di Indonesia.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Banyuwangi, M Khoiri mengemukakan buah naga berkembang dengan pesat terutama di kawasan Banyuwangi bagian selatan, yang meliputi wilayah Kecamatan Purwoharjo, Tegaldlimo, Pesanggaran, Siliragung, Cluring, Srono, Bangorejo dan Sempu. Petani buah naga pada awalnya merupakan petani tanaman pangan yang beralih komoditas dalam perkembangannya.
"Dengan besarnya potensi buah naga, juga mampu meningkatkan potensi lapangan pekerjaan melalui ekspansi kebun buah naga hingga berbagai produk turunan buah naga," ujarnya.
Dari buah naga muncul berbagai olahan buah naga seperti, dodol buah naga, sirup buah naga, keripik buah naga, rengginang buah naga, mie buah naga dan selai buah naga yang bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan ekononomi.
"Peningkatan produksi buah naga sangat signifikan. Produksi buah naga tahun 2020 sebesar 82.544 ton meningkat dibandingkan tahun 2019 sebesar 19.068 ton. Keberhasilan ini semakin memantapkan posisi Kabupaten Banyuwangi sebagai pemasok buah naga di skala regional dan nasional, bahkan internasional," paparnya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2022