Kuasa hukum dari dokter Galdys Adipranoto dan dokter Gina Gratiana, Malik Mahardika AR menyoroti tentang harta gono gini dan adanya dugaan mafia tanah pada kasus sengketa rumah di Kota Malang. 

"Perkara ini tidak ada sangkut-pautnya dengan harta gono gini maupun harta bersama yang perkaranya berawal dari kedua orang tua mereka," ujar Malik melalui keterangannya, Selasa. 

"Kami menyoroti hal tersebut karena upaya ini sebagai penggabungan perkara yang seolah-olah perkaranya ini menjadi sebuah gono gini," kata Malik, menambahkan. 

Malik mengatakan, rumah yang dimiliki Gladys dan Gina tidak ada sangkut-pautnya dengan orang tua mereka, karena sejak awal pembelian obyek tanah ini, sudah atas nama mereka berdua.

"Jadi ketika ini digabungkan menjadi harta gono gini, apa dasarnya Pengadilan Negeri Malang berbicara bahwa harta sengketa tiga sertifikat rumah yang mereka miliki adalah bagian dari harta gono gini," ucapnya. 

Selain itu, lanjut Malik, pihaknya juga menyoroti tentang dugaan mafia tanah yang sangat terstruktur dan masif menyebabkan terjadinya lelang tiga obyek tanah atau rumah bersertifikat atas nama Gina dan Gladys.

"Awal mula terjadinya lelang ini bermula pada tanggal 1 Desember 2021, yang diumumkan melalui media cetak atau koran. Klien kami sangat terkejut dengan adanya lelang tersebut," ucapnya.

"Tidak ada perkara apapun dan tidak ada sengketa apapun tapi tiba-tiba diumumkan ketiga rumah Gladys dan Gina ini dalam pengumuman lelang," kata Malik. 

Tiga rumah milik kedua kakak beradik bernama Galdys Adipranoto dan Gina Gratiana tiba-tiba ada dalam daftar lelang di laman lelang.go.id milik Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL).

Padahal, keduanya tidak pernah merasa memiliki utang piutang dan sertifikat asli kepemilikan atas tiga rumah tersebut itu pun masih aman tersimpan rapi di rumah.

"Kami juga mempertanyakan satu hal, dasar apa yang dilakukan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) untuk melakukan lelang," katanya.

Menurutnya, KPKNL melakukan lelang tanpa dasar, karena telah terbit Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT) yang baru, yang posisinya bahwa ketiga obyek tanah sertifikat ini tidak terdapat sita sama sekali, baik sita eksekusi, jaminan atau sita-sita yang lainnya.

"Ketika ini dijadikan lelang maka sangat lucu sekali, KPKNL ini melakukan lelang secara serampangan tanpa ada dasar upaya yang jelas, Ketika berbicara putusan maka putusan yang mana, karena objek dan subjeknya ini tidak ini tidak jelas," ujarnya.

Artinya, masih kata Malik, secara tidak langsung mereka sudah menyangkal sendiri. Ketika posisinya ada pengajuan eksekusi lelang terhadap 45 obyek, kemudian pihak KPKNL sendiri yang membatalkan karena obyek dan subyeknya tidak jelas, kemudian turun lagi menjadi 35 obyek, dan turun lagi menjadi 28 obyek. Hal itu dianggap tidak jelas. 

"Ini tidak jelas, obyek mana yang disengketakan. Sedangkan ketiga obyek milik klien kami ini tidak masuk dalam hal ranah gono gini," tuturnya. 

Sebelumnya, cuitan warganet ramai di media sosial Twitter mengenai peristiwa dua orang dokter bersaudara di Kota Malang yang menjadi korban dugaan praktik mafia tanah.

"Yang saya tahu, Jika seorang pegang kertas yang bernama sertifikat atas namanya sendiri, maka seorang itu punya hukum yang kuat atas apa yang dimiliknya. Benarkan pemahaman saya ini @atr_bpn? silahkan ditanggapi," seperti ditulis oleh akun @VettyVutty, pada Kamis 3 Februari 2022.

Sementara itu, Staf khusus dan juru bicara Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertahanan Nasional (ATR/BPN) Teuku Taufiqulhadi sebelumnya juga sudah buka suara terkait sengketa rumah dokter di Kota Malang. 

Taufiqulhadi menegaskan, kasus yang dialami oleh kedua dokter di kota Malang itu bukan merupakan praktik mafia tanah. Kasus tersebut tidak lain menyangkut masalah harta gono gini keluarga.

"Itu bukan persoalan mafia tanah. Tidak ada hubungannya dengan mafia tanah. Kasus itu mengenai harta gono gini keluarga," ujarnya, Jumat. (*)

Pewarta: Willy Irawan

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2022