Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (Ecological Observation & Wetland Conservation/Ecoton) menyoroti membanjirnya sampah plastik di Sungai Bedadung Kabupaten Jember, Jawa Timur, karena belum optimalnya pengelolaan sampah plastik di wilayah setempat.
"Hasil temuan kami menunjukkan tidak seriusnya Pemprov Jatim dan Pemkab Jember dalam mengelola sungai dan mengendalikan sumber sampah plastik," kata peneliti Ecoton yang juga Koordinator Tim Ekspedisi Sungai Bedadung Eka Chlara Budiarti di Jember, Kamis.
Kegiatan ekspedisi Sungai Bedadung berlanjut kolaborasi dengan Kelompok Pecinta Alam Mahapala D3 Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Jember, kelompok Study Club Ecological Mushiwa Universitas Islam Negeri K.H. Ahmad Siddiq, dan Egalitarian yang merupakan Kelompok Pencinta Alam Universitas Islam Jember.
"Kegiatan ekspedisi kali ini dimulai di segmen hulu Sungai Bedadung di Jembatan Antirogo, Kecamatan Sumbersari. Kami menemukan puluhan timbulan sampah plastik di permukaan sungai," tuturnya.
Menurutnya, sesuai Peraturan Pemerintah No 22 tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Lingkungan Hidup mensyaratkan bahwa setiap sungai yang ada di Indonesia tidak boleh ada sampah yang terapung di atasnya.
"Kami mendorong Pemprov Jatim sebagai pengelola dan memiliki kewenangan pengendalian pencemaran untuk membersihkan sungai dari sampah plastik karena fragmentasi plastik menjadi mikroplastik mengancam keamanan kesehatan suplai air PDAM Jember dan keamanan pangan ikan yang dikonsumsi masyarakat," katanya.
Tim ekspedisi juga menemukan tingginya kadar phospat Sungai Bedadung di wilayah Mangli, jembatan Semanggi dan Antirogo yang diduga kuat berasal dari limbah domestik dan limbah pestisida.
"Pemkab Jember harus menyediakan sarana pengolahan sampah dan pengendalian sumber pencemaran, setiap kegiatan usaha yang membuang limbah di Sungai Bedadung wajib mendapatkan izin dari Bupati Jember," ujarnya.
Menurutnya temuan fosfat yang tinggi harus dicarikan sumbernya agar bisa dikendalikan dan bisa mengurangi dampak pencemaran pada air pada Sungai Bedadung.
Chlara mengatakan Tim ekspedisi mengusulkan penyediaan sarana Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) 3R di setiap desa di tepian Sungai Bedadung yang berpotensi membuang sampahnya ke sungai atau menyediakan tempat sampah residu di tepian sungai agar warga tidak membuang sampah ke sungai.
"Juga perlu dibuat Perda larangan atau pengurangan plastik sekali pakai (tas kresek, sedotan, sachet, botol air minum sekali pakai, styrofoam dan popok," katanya.
Menurutnya patroli sungai bebas sampah plastik juga perlu dilakukan sebagaimana amanat PP 22 tahun 2021 yang mensyaratkan sungai bebas sampah plastik dan memberikan peran kepada masyarakat untuk melakukan upaya konservasi Sungai Bedadung.
"Membuat even ekologis yang menimbulkan rasa memiliki dan mencintai warga Jember pada Sungai Bedadung melalui Festival Perahu Sungai Bedadung, konservasi ikan asli Sungau Bedadung, lomba memancing, pengembangan ekowisata dan wisata edukasi sungai," ujarnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2022
"Hasil temuan kami menunjukkan tidak seriusnya Pemprov Jatim dan Pemkab Jember dalam mengelola sungai dan mengendalikan sumber sampah plastik," kata peneliti Ecoton yang juga Koordinator Tim Ekspedisi Sungai Bedadung Eka Chlara Budiarti di Jember, Kamis.
Kegiatan ekspedisi Sungai Bedadung berlanjut kolaborasi dengan Kelompok Pecinta Alam Mahapala D3 Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Jember, kelompok Study Club Ecological Mushiwa Universitas Islam Negeri K.H. Ahmad Siddiq, dan Egalitarian yang merupakan Kelompok Pencinta Alam Universitas Islam Jember.
"Kegiatan ekspedisi kali ini dimulai di segmen hulu Sungai Bedadung di Jembatan Antirogo, Kecamatan Sumbersari. Kami menemukan puluhan timbulan sampah plastik di permukaan sungai," tuturnya.
Menurutnya, sesuai Peraturan Pemerintah No 22 tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Lingkungan Hidup mensyaratkan bahwa setiap sungai yang ada di Indonesia tidak boleh ada sampah yang terapung di atasnya.
"Kami mendorong Pemprov Jatim sebagai pengelola dan memiliki kewenangan pengendalian pencemaran untuk membersihkan sungai dari sampah plastik karena fragmentasi plastik menjadi mikroplastik mengancam keamanan kesehatan suplai air PDAM Jember dan keamanan pangan ikan yang dikonsumsi masyarakat," katanya.
Tim ekspedisi juga menemukan tingginya kadar phospat Sungai Bedadung di wilayah Mangli, jembatan Semanggi dan Antirogo yang diduga kuat berasal dari limbah domestik dan limbah pestisida.
"Pemkab Jember harus menyediakan sarana pengolahan sampah dan pengendalian sumber pencemaran, setiap kegiatan usaha yang membuang limbah di Sungai Bedadung wajib mendapatkan izin dari Bupati Jember," ujarnya.
Menurutnya temuan fosfat yang tinggi harus dicarikan sumbernya agar bisa dikendalikan dan bisa mengurangi dampak pencemaran pada air pada Sungai Bedadung.
Chlara mengatakan Tim ekspedisi mengusulkan penyediaan sarana Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) 3R di setiap desa di tepian Sungai Bedadung yang berpotensi membuang sampahnya ke sungai atau menyediakan tempat sampah residu di tepian sungai agar warga tidak membuang sampah ke sungai.
"Juga perlu dibuat Perda larangan atau pengurangan plastik sekali pakai (tas kresek, sedotan, sachet, botol air minum sekali pakai, styrofoam dan popok," katanya.
Menurutnya patroli sungai bebas sampah plastik juga perlu dilakukan sebagaimana amanat PP 22 tahun 2021 yang mensyaratkan sungai bebas sampah plastik dan memberikan peran kepada masyarakat untuk melakukan upaya konservasi Sungai Bedadung.
"Membuat even ekologis yang menimbulkan rasa memiliki dan mencintai warga Jember pada Sungai Bedadung melalui Festival Perahu Sungai Bedadung, konservasi ikan asli Sungau Bedadung, lomba memancing, pengembangan ekowisata dan wisata edukasi sungai," ujarnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2022