Dalam beberapa tahun ke depan interaksi digital tak hanya sekadar menatap layar kaca monitor melalui gawai yang dimiliki. Lebih dari itu, kita akan dibawa ke dunia virtual yang memungkinkan pengguna berinteraksi langsung layaknya tatap muka di dunia nyata. Adalah metaverse yang disebut-sebut akan membawa masyarakat dunia memasuki era baru teknologi digital.
Belakangan lini masa ramai membicarakan CEO Facebook Mark Zuckenberg yang mengubah nama Facebook menjadi Meta. Langkah tersebut disebut-sebut sebagai upaya untuk membawa perusahaan memasuki bisnis metaverse yang lebih besar lagi. Bahkan, Mark disebut akan membuka 10.000 lowongan pekerjaan dan investasi sebesar 50 juta dolar AS untuk pengembangan Meta. Tak hanya Facebook, raksasa perusahaan dunia lainnya seperti Alibaba, Tencent, Tik Tok, dan beberapa perusahaan lain juga ancang-ancang memasuki bisnis metaverse.
Istilah metaverse pertama kali muncul pada tahun 1992 melalui sebuah novel fiksi ilmiah karya Neal Stephenson yang berjudul Snow Crash. Metaverse merupakan kombinasi frasa “meta” yang merujuk pada sesuatu hal yang lebih dan “verse” dari kata universe yang berarti semesta. Kombinasi frasa tersebut dapat diartikan sebagai sebuah teknologi internet di masa mendatang di mana pengguna dapat berinteraksi langsung satu sama lain dengan aplikasi perangkat lunak dalam ruang virtual tiga dimensi (3D).
Manfaat metaverse
Menurut Haihan Duan, Jiaye Li, Sizheng Fan, Zhonghao Lin, Xiao Wu, and Wei Cai dalam sebuah makalah berjudul Metaverse for Social Good: A University Campus Prototype, disebutkan bahwa metaverse memiliki beberapa manfaat positif. Hal itu tak lepas dari konsep metaverse yang tetap menjadikan manusia sebagai pusat interaksi. Setidaknya ada empat manfaat positif penggunaan metaverse dalam interaksi sosial, yakni accessibility, diversity, equality, dan humanity.
Dari sisi accessibility, metaverse dapat menjadi jembatan penghubung antar bangsa. Jarak tidak lagi menjadi persoalan yang membatasi interaksi. Terlebih adanya pandemi Covid-19 yang memaksa masyarakat dunia membatasi pertemuan tatap muka secara langsung.
Selain itu, metaverse dapat mengintegrasikan segala perbedaan atau diversity. Mulai dari bahasa, batasan geografis, dan berbagai macam aktivitas. Bahkan pengguna dapat bekerja, sekolah, kuliah, olah raga, hiburan, bermain game, juga berbelanja dengan mata uang digital.
Penggunaan metaverse juga akan menghilangkan perbedaan-perbedaan yang ada atau equity, seperti ras, gender, disabilitas, dan lainnya. Karena di dalam metaverse orang berinteraksi dengan menggunakan gambaran pengguna yang disebut dengan istilah avatar. Pengguna dapat membuat avatar sesuai dengan yang dikehendaki yang dapat menghilangkan perbedaan tersebut.
Terakhir, metaverse juga memberi manfaat dari sisi humanity. Melalui metaverse, masyarakat dapat saling menjaga satu sama lain dengan pendekatan komunikasi dan perlindungan budaya. Dapat merekonstruksi warisan budaya yang mengalami kerusakan akibat usia dengan melakukan rekayasa secara tiga dimensi (3D). Warisan budaya dapat dinikmati oleh para generasi penerus di masa yang akan datang.
Pengembangan metaverse
Saat ini pengembangan metaverse masih dalam tahapan awal. Dalam pengembangan metavers, para mahasiswa The Chinese University of Hong Kong, Shenzhen (CUHKSZ) menyebut setidaknya ada tiga hal penting, yakni infrastuktur, interaksi, dan ekosistem.
Infrastuktur. Sebagai sebuah dunia virtual, metaverse membutuhkan dukungan infrastruktur yang besar. Mulai dari teknologi komputasi, teknologi komunikasi, blockchain hingga stogare. Sebagai sebuah teknologi yang dapat dijangkau dari berbagai tempat dan berbagai waktu, maka teknologi komunikasi menjadi penopang dalam pengembangan metaverse. Saat ini tengah dipersiapkan jaringan 5G di berbagai penjuru dunia. Kemungkinan, jaringan ini dapat digunakan masyarakat dalam 1-2 tahun mendatang.
Interaksi. Dunia metaverse membutuhkan pengalaman dari pengguna untuk memberikan kesan yang mendalam. Selain itu, kebijakan pengguna dalam berinteraksi juga menjadi perhatian tersendiri. Walaupun metaverse adalah dunia virtual, namun juga merepresentasika dunia nyata di mana kita berada. Hal lain yang tak kalah penting adalah kemampuan dalam menciptakan konten yang baik dan bernilai.
Ekosistem. Terdapat tiga hal yang mendukung pengembangan metaverse dari sisi ekosistem. Pertama adalah pembuatan konten oleh pengguna, nilai ekonomi, dan artificial intelligence. Pengguna dapat membuat konten sesuai yang dikehendaki yang di dalam metaverse hal tersebut mempunyai hak atas kepemilikan dan menjadi aset yang menjadikan nilai secara ekonomi. Keberadaan artificial intelligence memungkinkan pengguna untuk melakukan riset dengan tujuan pembuatan konten yang lebih bernilai.
Kehadiran metaverse sepertinya akan membawa masyarakat kembali bergantung pada keberadaan teknologi digital. Saat ini saja masyarakat dunia telah akrab dengan pertemuan daring melalui sejumlah aplikasi seperti Zoom Meeting, Google Meet, dan Microsoft Team. Aplikasi-aplikasi tersebut telah jamak digunakan di dunia kerja maupun pendidikan yang menjadikan jumlah pengguna aplikasi tersebut meningkat tajam dalam dua tahun terakhir.
Bukan tidak mungkin nantinya akan ada banyak perusahaan, sekolah, universitas dalam bentuk virtual di dalam metaverse. Penggunaan teknologi pertemuan daring perlahan nantinya akan beralih ke teknologi 3D. Seperti yang dilakukan oleh enam orang mahasiswa The Chinese University of Hong Kong, Shenzhen (CUHKSZ) yang membuat prototype kampus mereka.
Keberadaan teknologi digital telah merubah pola interaksi masyarakat dunia yang tidak dapat kita hindari seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi. Sebagai manusia, kita harus mempersiapkan diri untuk menyongsong era tersebut. Tentu disertai dengan sikap bijak untuk memanfaatkan teknologi sesuai dengan peruntukannya.
Penulis: Suryo Khasabu, Mahasiswa Universitas Sebelas Maret, Surakarta
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021
Belakangan lini masa ramai membicarakan CEO Facebook Mark Zuckenberg yang mengubah nama Facebook menjadi Meta. Langkah tersebut disebut-sebut sebagai upaya untuk membawa perusahaan memasuki bisnis metaverse yang lebih besar lagi. Bahkan, Mark disebut akan membuka 10.000 lowongan pekerjaan dan investasi sebesar 50 juta dolar AS untuk pengembangan Meta. Tak hanya Facebook, raksasa perusahaan dunia lainnya seperti Alibaba, Tencent, Tik Tok, dan beberapa perusahaan lain juga ancang-ancang memasuki bisnis metaverse.
Istilah metaverse pertama kali muncul pada tahun 1992 melalui sebuah novel fiksi ilmiah karya Neal Stephenson yang berjudul Snow Crash. Metaverse merupakan kombinasi frasa “meta” yang merujuk pada sesuatu hal yang lebih dan “verse” dari kata universe yang berarti semesta. Kombinasi frasa tersebut dapat diartikan sebagai sebuah teknologi internet di masa mendatang di mana pengguna dapat berinteraksi langsung satu sama lain dengan aplikasi perangkat lunak dalam ruang virtual tiga dimensi (3D).
Manfaat metaverse
Menurut Haihan Duan, Jiaye Li, Sizheng Fan, Zhonghao Lin, Xiao Wu, and Wei Cai dalam sebuah makalah berjudul Metaverse for Social Good: A University Campus Prototype, disebutkan bahwa metaverse memiliki beberapa manfaat positif. Hal itu tak lepas dari konsep metaverse yang tetap menjadikan manusia sebagai pusat interaksi. Setidaknya ada empat manfaat positif penggunaan metaverse dalam interaksi sosial, yakni accessibility, diversity, equality, dan humanity.
Dari sisi accessibility, metaverse dapat menjadi jembatan penghubung antar bangsa. Jarak tidak lagi menjadi persoalan yang membatasi interaksi. Terlebih adanya pandemi Covid-19 yang memaksa masyarakat dunia membatasi pertemuan tatap muka secara langsung.
Selain itu, metaverse dapat mengintegrasikan segala perbedaan atau diversity. Mulai dari bahasa, batasan geografis, dan berbagai macam aktivitas. Bahkan pengguna dapat bekerja, sekolah, kuliah, olah raga, hiburan, bermain game, juga berbelanja dengan mata uang digital.
Penggunaan metaverse juga akan menghilangkan perbedaan-perbedaan yang ada atau equity, seperti ras, gender, disabilitas, dan lainnya. Karena di dalam metaverse orang berinteraksi dengan menggunakan gambaran pengguna yang disebut dengan istilah avatar. Pengguna dapat membuat avatar sesuai dengan yang dikehendaki yang dapat menghilangkan perbedaan tersebut.
Terakhir, metaverse juga memberi manfaat dari sisi humanity. Melalui metaverse, masyarakat dapat saling menjaga satu sama lain dengan pendekatan komunikasi dan perlindungan budaya. Dapat merekonstruksi warisan budaya yang mengalami kerusakan akibat usia dengan melakukan rekayasa secara tiga dimensi (3D). Warisan budaya dapat dinikmati oleh para generasi penerus di masa yang akan datang.
Pengembangan metaverse
Saat ini pengembangan metaverse masih dalam tahapan awal. Dalam pengembangan metavers, para mahasiswa The Chinese University of Hong Kong, Shenzhen (CUHKSZ) menyebut setidaknya ada tiga hal penting, yakni infrastuktur, interaksi, dan ekosistem.
Infrastuktur. Sebagai sebuah dunia virtual, metaverse membutuhkan dukungan infrastruktur yang besar. Mulai dari teknologi komputasi, teknologi komunikasi, blockchain hingga stogare. Sebagai sebuah teknologi yang dapat dijangkau dari berbagai tempat dan berbagai waktu, maka teknologi komunikasi menjadi penopang dalam pengembangan metaverse. Saat ini tengah dipersiapkan jaringan 5G di berbagai penjuru dunia. Kemungkinan, jaringan ini dapat digunakan masyarakat dalam 1-2 tahun mendatang.
Interaksi. Dunia metaverse membutuhkan pengalaman dari pengguna untuk memberikan kesan yang mendalam. Selain itu, kebijakan pengguna dalam berinteraksi juga menjadi perhatian tersendiri. Walaupun metaverse adalah dunia virtual, namun juga merepresentasika dunia nyata di mana kita berada. Hal lain yang tak kalah penting adalah kemampuan dalam menciptakan konten yang baik dan bernilai.
Ekosistem. Terdapat tiga hal yang mendukung pengembangan metaverse dari sisi ekosistem. Pertama adalah pembuatan konten oleh pengguna, nilai ekonomi, dan artificial intelligence. Pengguna dapat membuat konten sesuai yang dikehendaki yang di dalam metaverse hal tersebut mempunyai hak atas kepemilikan dan menjadi aset yang menjadikan nilai secara ekonomi. Keberadaan artificial intelligence memungkinkan pengguna untuk melakukan riset dengan tujuan pembuatan konten yang lebih bernilai.
Kehadiran metaverse sepertinya akan membawa masyarakat kembali bergantung pada keberadaan teknologi digital. Saat ini saja masyarakat dunia telah akrab dengan pertemuan daring melalui sejumlah aplikasi seperti Zoom Meeting, Google Meet, dan Microsoft Team. Aplikasi-aplikasi tersebut telah jamak digunakan di dunia kerja maupun pendidikan yang menjadikan jumlah pengguna aplikasi tersebut meningkat tajam dalam dua tahun terakhir.
Bukan tidak mungkin nantinya akan ada banyak perusahaan, sekolah, universitas dalam bentuk virtual di dalam metaverse. Penggunaan teknologi pertemuan daring perlahan nantinya akan beralih ke teknologi 3D. Seperti yang dilakukan oleh enam orang mahasiswa The Chinese University of Hong Kong, Shenzhen (CUHKSZ) yang membuat prototype kampus mereka.
Keberadaan teknologi digital telah merubah pola interaksi masyarakat dunia yang tidak dapat kita hindari seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi. Sebagai manusia, kita harus mempersiapkan diri untuk menyongsong era tersebut. Tentu disertai dengan sikap bijak untuk memanfaatkan teknologi sesuai dengan peruntukannya.
Penulis: Suryo Khasabu, Mahasiswa Universitas Sebelas Maret, Surakarta
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021