Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Nonyudisial Sunarto mengharapkan perguruan tinggi agar tidak hanya berperan mendidik calon hakim, tetapi juga menghadirkan calon hakim profesional yang berpengalaman.
"Selama ini menurut kami, Mahkamah Agung, peran perguruan tinggi itu hanya di bidang knowledge (pengetahuan). Sedikit sekali membahas dan memberikan experience (pengalaman)," kata Sunarto.
Sunarto mengemukakan itu saat menjadi narasumber dalam webinar nasional Fakultas Hukum Universitas Airlangga bertajuk "Pendidikan Tinggi Hukum: Refleksi 70 Tahun Pendidikan Tinggi Hukum di Surabaya & Tantangan ke Depan" yang disiarkan secara langsung dalam kanal YouTube FH UNAIR, dipantau dari Jakarta, Kamis.
Untuk menjadi hakim yang profesional, lanjut dia, ada tiga syarat yang harus dipenuhi dan diperoleh sejak seseorang menempuh pendidikan hukum tingkat sarjana. Di antaranya adalah memiliki intelektualitas, keahlian, dan integritas.
Selama ini berdasarkan tiga syarat itu, terdapat pula tiga peta peranan dalam menghadirkan hakim profesional di Indonesia.
Pertama, ada peranan perguruan tinggi pada tahapan memberikan pengetahuan bagi calon hakim. Kedua, ada peranan dari Mahkamah Agung dalam memberikan pengalaman kepada calon hakim agar memiliki keahlian. Lalu yang ketiga, ada peranan Mahkamah Agung bersama Komisi Yudisial untuk memberikan integritas bagi calon hakim profesional.
Menurutnya pada saat ini, perguruan tinggi sepatutnya mengambil peran untuk bekerja sama dengan Mahkamah Agung dalam memberikan pengalaman bagi calon hakim profesional.
Sunarto menjelaskan peranan perguruan tinggi tersebut menjadi penting karena pada saat ini tengah terjadi pergeseran paradigma di ranah hukum akibat perkembangan teknologi informasi sebagaimana dituangkan oleh Richard Susskind dalam buku The Future of Law: Facing the Challenges of Information Technology.
Perkembangan tersebut, lanjut Sunarto, akan mendorong layanan hukum untuk berubah dari bentuk konsultasi menjadi informasi.
"Sebagian besar pekerjaan di bidang hukum saat ini bersifat penasihatan dan konsultatif. Namun seiring perkembangan zaman, idealnya menyesuaikan menjadi bersifat melayani," tuturnya.
Sunarto juga memaparkan prediksi Richard Susskind terhadap profesi hukum di masa depan yang terdiri dari dua tingkatan, yaitu pakar hukum dan pakar informasi hukum.
Prediksi itu muncul dari pengamatan Richard Susskind terhadap pemanfaatan teknologi informasi dalam proses hukum, seperti pendaftaran gugatan bahkan penyampaian putusan melalui platform elektronik. Dengan demikian, para pengemban profesi hukum di masa mendatang dituntut pula untuk menguasai teknologi informasi.
Dengan segala tantangan dari pergeseran paradigma yang mulai terjadi itu, Sunarto berharap fakultas hukum dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia dapat berkontribusi untuk membangun badan peradilan Tanah Air yang agung, khususnya dengan memberikan pendidikan berbasis pengalaman untuk melahirkan calon-calon hakim yang berkeahlian dan profesional. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021