Ahli siber forensik dari Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri) Adi Setya bersaksi dalam sidang lanjutan perkara jual beli jabatan terdakwa Bupati Nganjuk nonaktif Novi Rahman Hidayat di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya.
Di hadapan majelis hakim yang dipimpin I Ketut Suarta, ia mengaku diminta memeriksa barang bukti berupa dua unit telepon seluler yang disita aparat Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri saat menangkap terdakwa Novi.
"Disita telepon seluler merek Vivo, saya menemukan akun dengan nama Izza. Serta ditemukan pula akun icloud dengan nama Novi," katanya saat persidangan di Pengadilan Tipikor Surabaya, Jumat.
Kuasa Hukum Tis'ad Afriyandi, yang mewakili terdakwa Bupati Nganjuk nonaktif Novi Rahman Hidayat, menanyakan apakah nama Novi yang ditemukan dalam akun icloud adalah kliennya, serta Izza dalam akun yang dimaksud adalah M Izza Muhtadin, ajudan Novi saat menjabat Bupati Nganjuk.
Adi menyatakan tidak dapat memastikan siapa identitas di kedua akun yang ditemukannya.
"Saya tidak bisa menjelaskan siapa pemilik barang bukti. Itu kewenangan penyidik. Tugas saya hanya terkait dengan data-data di dalamnya," katanya.
Tis'ad lantas bertanya apakah di dalam telepon seluler itu ditemukan data percakapan terkait permintaan uang dari Bupati Novi atau melalui ajudannya Izza kepada orang lain?
"Tidak ditemukan percakapan seperti itu," ujar Adi.
Ahli siber forensik Bareskrim Mabes Polri itu dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan hari ini oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
JPU dari Kejaksaan Negeri Nganjuk Andie Wicaksono mendakwa Novi telah menyalahgunakan kekuasaannya, yaitu dengan sengaja mendapatkan uang dengan tidak melaksanakan kewajibannya sebagai Bupati Nganjuk dalam seleksi pengisian perangkat desa.
Bupati Novi Rahman Hidayat menjadi terdakwa setelah tertangkap tangan aparat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Badan Reserse Kriminal Kepolisian Republik Indonesia (Bareskrim Polri), pada 9 Mei 2021, dalam dugaan tindak pidana korupsi jual beli jabatan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Nganjuk.
Kuasa hukum terdakwa Novi lainnya, Ade Dharma, kepada wartawan usai persidangan, menilai keterangan ahli siber forensik Mabes Polri yang dihadirkan oleh JPU justru menguntungkan kliennya.
"Pernyataannya di persidangan yang paling penting adalah dia tidak menemukan percakapan permintaan uang dari Bupati Novi terkait perkara jual beli jabatan sebagaimana didakwakan oleh JPU," ucapnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021
Di hadapan majelis hakim yang dipimpin I Ketut Suarta, ia mengaku diminta memeriksa barang bukti berupa dua unit telepon seluler yang disita aparat Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri saat menangkap terdakwa Novi.
"Disita telepon seluler merek Vivo, saya menemukan akun dengan nama Izza. Serta ditemukan pula akun icloud dengan nama Novi," katanya saat persidangan di Pengadilan Tipikor Surabaya, Jumat.
Kuasa Hukum Tis'ad Afriyandi, yang mewakili terdakwa Bupati Nganjuk nonaktif Novi Rahman Hidayat, menanyakan apakah nama Novi yang ditemukan dalam akun icloud adalah kliennya, serta Izza dalam akun yang dimaksud adalah M Izza Muhtadin, ajudan Novi saat menjabat Bupati Nganjuk.
Adi menyatakan tidak dapat memastikan siapa identitas di kedua akun yang ditemukannya.
"Saya tidak bisa menjelaskan siapa pemilik barang bukti. Itu kewenangan penyidik. Tugas saya hanya terkait dengan data-data di dalamnya," katanya.
Tis'ad lantas bertanya apakah di dalam telepon seluler itu ditemukan data percakapan terkait permintaan uang dari Bupati Novi atau melalui ajudannya Izza kepada orang lain?
"Tidak ditemukan percakapan seperti itu," ujar Adi.
Ahli siber forensik Bareskrim Mabes Polri itu dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan hari ini oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
JPU dari Kejaksaan Negeri Nganjuk Andie Wicaksono mendakwa Novi telah menyalahgunakan kekuasaannya, yaitu dengan sengaja mendapatkan uang dengan tidak melaksanakan kewajibannya sebagai Bupati Nganjuk dalam seleksi pengisian perangkat desa.
Bupati Novi Rahman Hidayat menjadi terdakwa setelah tertangkap tangan aparat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Badan Reserse Kriminal Kepolisian Republik Indonesia (Bareskrim Polri), pada 9 Mei 2021, dalam dugaan tindak pidana korupsi jual beli jabatan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Nganjuk.
Kuasa hukum terdakwa Novi lainnya, Ade Dharma, kepada wartawan usai persidangan, menilai keterangan ahli siber forensik Mabes Polri yang dihadirkan oleh JPU justru menguntungkan kliennya.
"Pernyataannya di persidangan yang paling penting adalah dia tidak menemukan percakapan permintaan uang dari Bupati Novi terkait perkara jual beli jabatan sebagaimana didakwakan oleh JPU," ucapnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021