Asosiasi Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi (Apjatel) mendukung program pemerintah untuk memperluas penetrasi broadband di Indonesia, dengan menyediakan akses internet nirkabel atau wifi gratis di beberapa titik di Jakarta.
Ketua Umum Apjatel Muhammad Arif Angga dalam keterangan tertulisnya yang diterima di Surabaya, Minggu, menyebutkan dukungan itu juga terhadap program Pemprov DKI Jakarta yang menginginkan kabel udara di Jakarta untuk diturunkan.
Bukti nyata adalah dengan membuat sarana jaringan utilitas terpadu (SJUT) secara mandiri atau menggunakan yang sudah tersedia.
"Apjatel siap mendukung rencana penataan kabel udara yang ada di Jakarta dan beberapa kota besar di Indonesia. Namun, kami minta agar penataan harus dikomunikasikan dengan baik agar tercapai win-win solution dan juga win-win partnership antara pemerintah daerah dan penyelenggara jaringan telekomunikasi," kata Angga, panggilan akrabnya.
Namun, jika Apjatel diperintahkan untuk memindahkan jaringan yang sudah tertanam di tanah ke SJUT milik Pemprov DKI, mereka siap.
"Jangan dengan dalil penataan, kita dipaksa untuk menggunakan SJUT dengan tarif yang tinggi," tutur Angga.
Jika anggota Apjatel dikasih beban yang tinggi untuk menyewa SJUT, menurut Angga, selain akan mengganggu transformasi digital yang tengah digalakkan Presiden Jokowi, langkah Pemprov DKI ini justru ini akan membebani masyarakat yang saat ini sangat tergantung terhadap layanan internet yang disediakan anggota Apjatel.
"Sama seperti bisnis pada umumnya, bisnis jaringan telekomunikasi juga ikut terdampak dari pandemik COVID-19. apa lagi bisnis jaringan telekomunikasi itu high CAPEX dan OPEX sehingga sangat butuh dukungan berupa kebijakan dari pemda agar bisa memberikan layanan terbaik dan terjangkau bagi masyarakat," kata Angga.
Angga mengatakan idealnya Pemprov DKI dapat membangun dan menyediakan SJUT secara gratis. Sebab, penyediaan SJUT itu merupakan bagian dari pelayanan kepada masyarakat ibu kota yang telah membayar pajak.
Penyediaan SJUT ini tak berbeda ketika membangun jalan dan fasilitas umum lainnya dengan baik.
"Ketika sarana dan prasarana umum dibangun dengan baik, maka Jakarta sebagai Megapolitan akan terwujud. Dengan itu pertumbuhan ekonomi akan semakin tinggi dan minat investor untuk menanamkan dananya di Jakarta juga akan semakin meningkat. Sehingga penyediaan SJUT sebagai bagian dari layanan umum di Jakarta akan meningkatkan PAD DKI Jakarta," kata Angga.
Ia menyayangkan sewa SJUT yang ditetapkan di Jakarta terbilang sangat tinggi, hal ini seperti yang dilakukan Pemkot Surabaya, yakni juga memungut sewa yang tinggi terhadap penyedia internet, listrik dan gas tanpa membangun SJUT.
Angga berharap agar Pemprov DKI dan Pemkot Surabaya dapat mengambil contoh Pemkot Jogja dalam membangun dan menyediakan SJUT, yakni membangun dan menyediakan SJUT, sedangkan Apjatel hanya tinggal memindahkan infrastruktur yang terpasang saja. Sehingga, objektif Pemkot Jogja untuk menata kabel udara dan menjadikan Smart City terwujud.
Pengamat Hukum Administrasi Negara dan Hukum Keuangan Negara, Universitas Indonesia, Henry Darmawan Hutagaol, S.H., LL.M mengatakan, jika merujuk UU 28/2009 tentang Pajak Daerah Retribusi Daerah, apa yang dilakukan oleh Pemkot Surabaya tersebut tak sesuai.
Menurut UU tersebut, jelas disebutkan retribusi yang dimaksud, pemakaian kekayaan daerah seperti penyewaan tanah dan bangunan, laboratorium, ruangan, dan kendaraan bermotor. Namun ada pengecualian bahwa tanah yang tidak berubah fungsi tidak masuk ke dalam kategori pemakaian kekayaan daerah.
"Sangat jelas disebutkan di penjelasan aturan tersebut penggunaan tanah yang tidak mengubah fungsi dari tanah, antara lain, pemancangan tiang listrik/telepon atau penanaman/pembentangan kabel listrik/telepon di tepi jalan umum. Sehingga pemancangan tiang dan menanam kabel untuk listrik atau telekomunikasi tidak termasuk pemakaian kekayaan daerah. Pemda tidak berhak menarik retribusi ataupun sewa terhadap sesuatu yang bukan pemakaian kekayaan daerah," kata Henry.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021
Ketua Umum Apjatel Muhammad Arif Angga dalam keterangan tertulisnya yang diterima di Surabaya, Minggu, menyebutkan dukungan itu juga terhadap program Pemprov DKI Jakarta yang menginginkan kabel udara di Jakarta untuk diturunkan.
Bukti nyata adalah dengan membuat sarana jaringan utilitas terpadu (SJUT) secara mandiri atau menggunakan yang sudah tersedia.
"Apjatel siap mendukung rencana penataan kabel udara yang ada di Jakarta dan beberapa kota besar di Indonesia. Namun, kami minta agar penataan harus dikomunikasikan dengan baik agar tercapai win-win solution dan juga win-win partnership antara pemerintah daerah dan penyelenggara jaringan telekomunikasi," kata Angga, panggilan akrabnya.
Namun, jika Apjatel diperintahkan untuk memindahkan jaringan yang sudah tertanam di tanah ke SJUT milik Pemprov DKI, mereka siap.
"Jangan dengan dalil penataan, kita dipaksa untuk menggunakan SJUT dengan tarif yang tinggi," tutur Angga.
Jika anggota Apjatel dikasih beban yang tinggi untuk menyewa SJUT, menurut Angga, selain akan mengganggu transformasi digital yang tengah digalakkan Presiden Jokowi, langkah Pemprov DKI ini justru ini akan membebani masyarakat yang saat ini sangat tergantung terhadap layanan internet yang disediakan anggota Apjatel.
"Sama seperti bisnis pada umumnya, bisnis jaringan telekomunikasi juga ikut terdampak dari pandemik COVID-19. apa lagi bisnis jaringan telekomunikasi itu high CAPEX dan OPEX sehingga sangat butuh dukungan berupa kebijakan dari pemda agar bisa memberikan layanan terbaik dan terjangkau bagi masyarakat," kata Angga.
Angga mengatakan idealnya Pemprov DKI dapat membangun dan menyediakan SJUT secara gratis. Sebab, penyediaan SJUT itu merupakan bagian dari pelayanan kepada masyarakat ibu kota yang telah membayar pajak.
Penyediaan SJUT ini tak berbeda ketika membangun jalan dan fasilitas umum lainnya dengan baik.
"Ketika sarana dan prasarana umum dibangun dengan baik, maka Jakarta sebagai Megapolitan akan terwujud. Dengan itu pertumbuhan ekonomi akan semakin tinggi dan minat investor untuk menanamkan dananya di Jakarta juga akan semakin meningkat. Sehingga penyediaan SJUT sebagai bagian dari layanan umum di Jakarta akan meningkatkan PAD DKI Jakarta," kata Angga.
Ia menyayangkan sewa SJUT yang ditetapkan di Jakarta terbilang sangat tinggi, hal ini seperti yang dilakukan Pemkot Surabaya, yakni juga memungut sewa yang tinggi terhadap penyedia internet, listrik dan gas tanpa membangun SJUT.
Angga berharap agar Pemprov DKI dan Pemkot Surabaya dapat mengambil contoh Pemkot Jogja dalam membangun dan menyediakan SJUT, yakni membangun dan menyediakan SJUT, sedangkan Apjatel hanya tinggal memindahkan infrastruktur yang terpasang saja. Sehingga, objektif Pemkot Jogja untuk menata kabel udara dan menjadikan Smart City terwujud.
Pengamat Hukum Administrasi Negara dan Hukum Keuangan Negara, Universitas Indonesia, Henry Darmawan Hutagaol, S.H., LL.M mengatakan, jika merujuk UU 28/2009 tentang Pajak Daerah Retribusi Daerah, apa yang dilakukan oleh Pemkot Surabaya tersebut tak sesuai.
Menurut UU tersebut, jelas disebutkan retribusi yang dimaksud, pemakaian kekayaan daerah seperti penyewaan tanah dan bangunan, laboratorium, ruangan, dan kendaraan bermotor. Namun ada pengecualian bahwa tanah yang tidak berubah fungsi tidak masuk ke dalam kategori pemakaian kekayaan daerah.
"Sangat jelas disebutkan di penjelasan aturan tersebut penggunaan tanah yang tidak mengubah fungsi dari tanah, antara lain, pemancangan tiang listrik/telepon atau penanaman/pembentangan kabel listrik/telepon di tepi jalan umum. Sehingga pemancangan tiang dan menanam kabel untuk listrik atau telekomunikasi tidak termasuk pemakaian kekayaan daerah. Pemda tidak berhak menarik retribusi ataupun sewa terhadap sesuatu yang bukan pemakaian kekayaan daerah," kata Henry.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021