Legislator meminta Pemerintah Kota Surabaya memasifkan sosialisasi rumah sehat sebagai tempat isolasi mandiri warga terpapar COVID-19 di kalangan masyarakat menyusul adanya sejumlah penolakan warga.

"Penolakan dari warga ini terjadi karena kurangnya pengetahuan mengenai manfaat dari rumah sehat ini," kata anggota Komisi D DPRD Kota Surabaya Tjutjuk Supariono di Surabaya, Rabu.

Sebagai wakil rakyat, ia mendukung penuh langkah pemkot tersebut dan terus mendorong pihak terkait, seperti Satgas Kampung Tangguh, Relawan Surabaya Memanggil, RT/RW, maupun lurah untuk terus menyosialisasikan pentingnya rumah sehat kepada Warga Surabaya.

Menurut dia, pengadaan rumah sehat ini dapat menekan angka COVID-19, khususnya pada klaster keluarga. Hanya saja, lanjut dia, kehadiran fasilitas ini sempat mendapat penolakan dari warga dikarenakan sebagian warga takut tertular. 

Pemilihan tempat rumah sehat juga sempat menemui kendala karena lokasi yang dipilih adalah gedung sekolah yang berada di tengah pemukiman padat penduduk.

Untuk itu, lanjut dia, sosialisasi rumah sehat harus terus digencarkan agar masyarakat mengerti. Terkait dengan pemilihan lokasi, lanjut dia, Pemkot Surabaya sebelumnya telah melakukan asesmen terkait kelayakan tempat untuk warga isoman. 

"Namun, pemilihan lokasi ini juga harus didiskusikan dengan warga sekitar, mengingat lokasi rumah sehat yang berada dekat dengan rumah warga," kata politikus PSI ini. 

Tidak hanya sebagai tempat isoman, kata dia, pemkot juga memfasilitasi sarana dan prasarana yang lengkap untuk warga, seperti tabung oksigen. Tabung oksigen ini disiapkan oleh pemkot jika terdapat pasien yang kemudian saturasi oksigennya menurun. Apabila diperlukan perawatan lebih lanjut ke rumah sakit, akses ambulans juga lebih cepat untuk menjemput pasien di rumah sehat.

Langkah Pemkot Surabaya membangun rumah sehat ini didasari karena banyaknya kasus pasien isoman meninggal. Umumnya pasien dan keluarga isoman memiliki akses yang minim terhadap pengobatan dan pengawasan dari tenaga yang kompeten. 

Tidak hanya itu, kondisi rumah yang tidak layak untuk dilakukan isoman pun berpeluang besar menularkan ke anggota keluarga yang sehat. Pasien terpaksa diminta isolasi mandiri karena rumah sakit penuh akibat adanya lonjakan pasien COVID-19.

Tjutjuk mengatakan berdasarkan laman lawan.covid-19.surabaya.go.id per 26 Juli 2021, Kota Surabaya hingga saat ini masih menjadi salah satu penyumbang kasus COVID-19 tertinggi di Jawa Timur, dengan kasus aktif mencapai 10.064 jiwa, atau setara dengan 19,5 persen kasus aktif di Jawa Timur.

Sementara itu, tingkat keterisian tempat tidur RS atau bed occupancy rate (BOR) di Surabaya masih berada di atas 90 persen. Mirisnya, lanjut dia, sudah hampir satu bulan ini tidak ada unit yang tersisa untuk ICU tanpa tekanan negatif dengan ventilator. 

"Semoga dengan adanya fasilitas rumah sehat ini dapat menurunkan angka COVID-19 dan BOR di Surabaya," katanya.

Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi mengatakan, sebenarnya rumah sehat didirikan di tingkat RW. Namun karena keterbatasan tempat dan jumlah satgasnya, maka terbentuklah di tingkat kelurahan dengan memanfaatkan fasilitas umum sebagai lokasi isolasi mandiri.

"Rumah sehat ini merupakan bentuk upaya Pemkot Surabaya dalam memutus penyebaran COVID-19. Terutama pencegahan penularan pada klaster keluarga," katanya.  (*)





 

Pewarta: Abdul Hakim

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021