Perhimpunan Sarjana dan Profesional Kesehatan Masyarakat Indonesia (Persakmi) Jawa Timur menilai penyekatan di Jembatan Suramadu sisi Kota Surabaya sejak Minggu (6/6), efektif menekan laju penyebaran COVID-19.
Pembina Persakmi Jawa Timur Estiningtyas Nugraheni di Surabaya, Kamis, mengatakan keputusan yang dilakukan Satgas COVID-19 Surabaya dengan menerapkan penyekatan di Jembatan Suramadu sangat tepat.
"Itu cukup efektif menapis (skrining) orang yang masuk ke Surabaya," kata Estiningtyas.
Apalagi, kata Esti, terjadinya lonjakan kasus COVID-19 di Kabupaten Bangkalan dapat berpengaruh terhadap kondisi di Kota Surabaya. Pengaruh itu bisa dilihat dari keterisian Bed Occupancy Rate (BOR) di beberapa rumah sakit atau ruang isolasi di Surabaya.
"Jumlah positif naik dari data yang terpublikasi sudah ketahuan. Penghuninya Asrama Haji, Rumah Sakit Lapangan itu kan naik," kata Esti.
Berdasarkan pengamatannya, dua pekan pasca-Lebaran, kasus COVID-19 di Surabaya ada kenaikan. Tapi, persentase kenaikan ini dinilainya masih di bawah 30 persen. Namun, pascaterjadi peningkatan kasus di Bangkalan, kenaikan di Surabaya cukup signifikan.
"Saat minggu ketiga (pasca-Lebaran) adanya kasus di tetangga (Bangkalan), naiknya (Surabaya) sampai di atas 50. Berarti kan secara kasat mata saja sudah signifikan," ujarnya.
Selain itu, lanjut dia, faktor lain yang mempengaruhi adanya penambahan kasus ini, karena tingginya mobilitas masyarakat di Kota Pahlawan, seperti warga luar daerah yang setiap harinya bekerja di Surabaya.
"Penyakit ini berkaitan dengan pertemuan antarorang, menularnya dari orang ke orang. Ada intersection atau irisan-irisan kegiatan manusia. Dia domisili di mana, bekerjanya di mana, atau dia pada waktu akhir pekan pergi ke mana, nanti balik lagi ke Surabaya," ujarnya.
Oleh sebab itu, ia setuju ketika Satgas COVID-19 Surabaya mulai menerapkan skrining di kaki Jembatan Suramadu maupun di Dermaga Ujung, Tanjung Perak. Sebab, tidak mungkin akses masuk ke Surabaya ditutup total untuk mencegah laju penyebaran COVID-19.
"Surabaya kalau ditutup banget (total) tidak bisa, karena banyak pegawai yang dari luar Surabaya. Karena itu, masuk Surabaya harus pakai swab," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021
Pembina Persakmi Jawa Timur Estiningtyas Nugraheni di Surabaya, Kamis, mengatakan keputusan yang dilakukan Satgas COVID-19 Surabaya dengan menerapkan penyekatan di Jembatan Suramadu sangat tepat.
"Itu cukup efektif menapis (skrining) orang yang masuk ke Surabaya," kata Estiningtyas.
Apalagi, kata Esti, terjadinya lonjakan kasus COVID-19 di Kabupaten Bangkalan dapat berpengaruh terhadap kondisi di Kota Surabaya. Pengaruh itu bisa dilihat dari keterisian Bed Occupancy Rate (BOR) di beberapa rumah sakit atau ruang isolasi di Surabaya.
"Jumlah positif naik dari data yang terpublikasi sudah ketahuan. Penghuninya Asrama Haji, Rumah Sakit Lapangan itu kan naik," kata Esti.
Berdasarkan pengamatannya, dua pekan pasca-Lebaran, kasus COVID-19 di Surabaya ada kenaikan. Tapi, persentase kenaikan ini dinilainya masih di bawah 30 persen. Namun, pascaterjadi peningkatan kasus di Bangkalan, kenaikan di Surabaya cukup signifikan.
"Saat minggu ketiga (pasca-Lebaran) adanya kasus di tetangga (Bangkalan), naiknya (Surabaya) sampai di atas 50. Berarti kan secara kasat mata saja sudah signifikan," ujarnya.
Selain itu, lanjut dia, faktor lain yang mempengaruhi adanya penambahan kasus ini, karena tingginya mobilitas masyarakat di Kota Pahlawan, seperti warga luar daerah yang setiap harinya bekerja di Surabaya.
"Penyakit ini berkaitan dengan pertemuan antarorang, menularnya dari orang ke orang. Ada intersection atau irisan-irisan kegiatan manusia. Dia domisili di mana, bekerjanya di mana, atau dia pada waktu akhir pekan pergi ke mana, nanti balik lagi ke Surabaya," ujarnya.
Oleh sebab itu, ia setuju ketika Satgas COVID-19 Surabaya mulai menerapkan skrining di kaki Jembatan Suramadu maupun di Dermaga Ujung, Tanjung Perak. Sebab, tidak mungkin akses masuk ke Surabaya ditutup total untuk mencegah laju penyebaran COVID-19.
"Surabaya kalau ditutup banget (total) tidak bisa, karena banyak pegawai yang dari luar Surabaya. Karena itu, masuk Surabaya harus pakai swab," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021