Allahu akbar, Allahu akbar, laillaha ilallahu akbar walillah ilham...

Suara takbir bergema di masjid, mushalla, dan langgar sejak Rabu (12/5)  petang selepas Shalat Maghrib. Lantunan takbir dan pujian kepada Allah SWT itu menjadi penanda akan datangnya Hari Raya Idul Fitri 1442 Hijriah atau tahun 2021 masehi.

Ya, sebagian besar umat Muslim di Indonesia merayakan Lebaran pada Kamis (13/5) setelah menjalankan ibadah puasa selama 30 hari di Bulan Ramadan. Meskipun ada sebagian kecil umat Muslim yang sudah berlebaran pada hari Rabu (12/5) ini, seperti dijalani warga Desa Suger Kidul, Kecamatan Jelbuk, Jember, Jawa Timur. Tak gejolak dengan perbedaan merayakan Lebaran, karena mereka punya perhitungan dan keyakinan sendiri. Tidak ada masalah dan tak perlu dipermasalahkan.

Lebaran tahun ini tidak jauh beda dengan setahun lalu, karena masih dalam suasana pandemi Covid-19. Ancaman penyebaran virus corona masih membayangi masyarakat, meskipun secara nasional angka kasusnya ada penurunan. Pemerintah pun tak ingin kasus Covid-19 kembali melonjak, sehingga aturan larangan mudik Lebaran bagi masyarakat diberlakukan mulai 6 hingga 17 Mei 2021.

Pada periode ini, aparat kepolisian melakukan penyekatan jalur mudik. Warga yang nekat mudik dipaksa putar balik arah. Selain itu, moda transportasi dilarang beroperasi, kecuali armada khusus yang mendapat izin dari Kementerian Perhubungan untuk melayani warga dengan kepentingan tertentu yang sudah diatur.

Namun, larangan itu tak menyurutkan antusias masyarakat untuk mudik ke kampung halaman. Imbauan dan peringatan dari pemerintah soal potensi penyebaran virus corona tidak digubris. Sebagian dari mereka memilih mudik awal sebelum larangan diberlakukan. Jumlahnya tidak bisa dibilang sedikit, versi Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mencapai lebih dari 18 juta orang.

Jumlah pemudik terus bertambah saat mendekati hari H Lebaran, terutama dari arah Jabodetabek menuju Jawa Tengah dan Jawa Timur. Mereka didominasi pemudik bermotor, baik yang sendirian maupun berboncengan satu keluarga. Ada pula mereka yang mudik dengan menyelinap di bak truk pengangkut sayur mayur atau bahan pokok. Penjagaan ketat di jalur-jalur mudik agaknya tak mereka hiraukan, meski pada akhirnya banyak dari mereka yang dipaksa putar balik oleh petugas dan gagal melanjutkan perjalanan ke kampung halaman.

Pemandangan serupa juga tampak di sejumlah jalur mudik di Jatim, salah satunya Jembatan Suramadu yang menghubungkan Pulau Jawa dengan Madura. Rombongan pemudik bersepeda motor memadati jembatan sepanjang lebih dari 5 meter untuk menyeberang ke Pulau Madura.

Bagi sebagian besar masyarakat, mudik saat Lebaran menjadi tradisi yang “wajib” dijalani. Meskipun acara pulang kampung bisa saja dilakukan tidak pada Lebaran, tapi suasana yang dirasakan jelas sangat berbeda. Apalagi Lebaran tahun lalu juga tidak boleh mudik karena pandemi Covid-19 sedang tinggi-tingginya. Silaturahim atau pertemuan secara virtual yang sering dilakukan selama masa pandemi juga dirasa tak sama nilainya dibanding bertemu secara tatap muka dengan orang tua, sanak saudara, dan teman.

Masalahnya, pandemi Covid-19 belum berakhir dan masih mengancam. Kendati vaksinasi terus berjalan dan banyak daerah yang kasusnya mulai turun, itu bukan jaminan masyarakat sudah aman dari virus corona. Vaksinasi baru menjangkau sebagian kecil sasaran dan tidak serta merta menjamin orang yang sudah divaksin bebas Covid-19. Artinya, kewaspadaan tingkat tinggi tetap wajib menjadi perhatian masyarakat, jangan sampai lengah hingga terjadi lonjakan kasus seperti di India.

Dalam beberapa pekan terakhir, India menjadi perhatian dunia internasional seiring lonjakan kasus Covid-19 yang bisa dibilang mengerikan. Angka kasus harian melebihi 400 ribu dengan kematian harian melewati angka 4.000 kasus. Layanan kesehatan di India kalang kabut melayani lonjakan pasien. Begitu juga krematorium untuk pembakaran jenazah setiap hari penuh. Pemerintah India lengah dan menganggap virus corona sudah mulai “pergi” hingga membiarkan warganya mengadakan ritual keagamaan dan tetap menggelar pemilihan umum dengan protokol kesehatan diabaikan. Kini negara dengan jumlah penduduk lebih dari 1,4 miliar jiwa itu menanggung akibat dari kecerobohannya.

Pemerintah Indonesia belajar dari kasus India. Jangan sampai angka kasus yang terkendali beberapa waktu terakhir kembali melonjak. Akan tetapi, kekhawatiran terhadap lonjakan kasus pascalebaran tetap tak bisa dihindari. Selain masih banyaknya warga yang nekat mudik, kerumunan massa di pusat perbelanjaan dan pasar yang terjadi di hampir seluruh daerah menjelang Lebaran menjadi potensi pintu masuknya penyebaran virus corona. Belum lagi objek wisata yang masih tetap beroperasi melayani pengunjung saat libur Lebaran.

Pada akhirnya, selamat berlebaran dan liburan. (*)

Pewarta: Didik Kusbiantoro

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021