Dokter spesialis mata, dr Nyoman Yenny Khristiawati mengingatkan masyarakat agar rajin melakukan deteksi dini melalui layanan medis skrining, terutama bagi pengidap diabetes maupun hipertensi hingga kelompok usia lanjut untuk menghindari penyakit glaukoma.

"Penyakit ini karena faktor usia, keturunan, etnik atau ras yang tidak dapat dicegah. Untuk lakukan deteksi dini. Kerusakan saraf mata akibat glaukoma tidak bisa disembuhkan atau dikembalikan, karena hanya bisa dikontrol," ujarnya dalam keterangan pers yang diterima di Surabaya, Senin.

Glaukoma adalah kerusakan saraf mata akibat meningkatnya tekanan pada bola mata akibat gangguan pada sistem aliran cairan mata.

Seseorang yang menderita kondisi ini, kata dia, dapat merasakan gejala berupa gangguan penglihatan, nyeri pada mata, sakit kepala.

Glaukoma, lanjut dia, merupakan penyebab kebutaan kedua terbanyak setelah katarak di seluruh dunia maupun di Indonesia, bahkan akibatnya bisa bersifat permanen.

"Karena sering tidak bergejala, calon penderita glaukoma kerap tidak menyadarinya. Karenanya harus diwaspadai bila memiliki riwayat diabetes, hipertensi atau yang secara umum kerap merasakan sakit kepala," ucapnya.

Dokter spesialis asal Siloam Hospitals Denpasar itu menjelaskan, penyakit glaukoma  memiliki dua jenis, yaitu primer serta sekunder, dan yang membedakan adalah penyebabnya.

Pada jenis primer, penyebabnya tidak diketahui, namun faktor genetik memiliki peran di dalamnya, sedangkan jenis sekunder karena efek samping obat-obatan atau akibat trauma dan penyakit lainnya.

Dampak glaukoma mengakibatkan kualitas hidup penderita mengalami gangguan penglihatan, dan akan adanya pengobatan yang intensif dan periodik.

Berdasarkan catatannya, dari 39 juta angka kebutaan di dunia, penyakit glaukoma menyumbang 3,2 juta jiwa atau 4-5 orang dari 1.000 orang di Indonesia adalah penderitanya. (*)

Pewarta: Fiqih Arfani

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021