Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Timur Drajat Irawan menyebut rencana pembentukan Kawasan Industri Hasil Tembakau (KIHT) di Jatim akan menciptakan lapangan pekerjaan dan memudahkan pengawasan.

"Jika dilihat dari jumlah industri rokok dan temuan peredaran rokok ilegal Bea Cukai, daerah yang potensial untuk pembentukan KIHT di Jatim antara lain Pamekasan, Pasuruan dan Malang,” kata Drajat dalam keterangan persnya di Surabaya, Jumat.

Ia mengatakan, Jatim merupakan salah satu provinsi yang mempunyai potensi besar untuk membentuk KIHT, karena penghasil terbesar Industri Hasil Tembakau (IHT) di Indonesia.

Ia mengatakan dari aspek legal, pembentukan KIHT juga akan diupayakan untuk mendorong pengusaha yang belum memiliki legalitas agar bergabung dan dapat menjalankan usaha yang sah.

Pembangunan KIHT di Jatim, juga sejalan dengan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) serta program Gubernur Jatim yakni Jatim Bangkit, karena KIHT diperuntukkan untuk mendukung IKM/UKM yang merupakan jenis usaha terbesar di Indonesia.

"Nantinya dapat mendorong tumbuhnya perekonomian, yang dimulai dari daerah sampai nantinya akan membantu perekonomian nasional," katanya.

Untuk merealisasikan, Drajat mengaku segera melakukan tindak lanjut dengan melakukan koordinasi Dinas Kab/Kota yang membidangi perindustrian, perdagangan, perkebunan serta instansi terkait untuk membahas rencana pembentukan KIHT dan penekanan peredaran rokok ilegal di Jatim.

"Potensi Jatim sebagai provinsi pengembang sektor KIHT sangat terbuka lebar. Sebagaimana dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) terkait dijelaskan KIHT merupakan kawasan tempat pemusatan kegiatan industri hasil tembakau yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana, serta fasilitas penunjang industri hasil tembakau yang disediakan, dikembangkan dan dikelola oleh pengusaha kawasan industri hasil tembakau," katanya.

Drajat menjelaskan, dibentuknya KIHT di Jatim juga sesuai arahan Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa, yakni untuk meningkatkan pelayanan, pembinaan industri dan pengawasan terhadap produksi dan peredaran hasil tembakau dengan harapan dapat meningkatkan perekonomian daerah.

Ia mencatat, di Jatim industri pengolahan tembakau menghasilkan cukai sebesar Rp104,56 triliun atau setara 63,42 persen dari total penerimaan cukai hasil tembakau secara nasional yang mencapai Rp164,87 triliun.

Menurut catatan Dirjen Bea Cukai, di Jatim terdapat 425 perusahaan pengolahan tembakau yang mempekerjakan lebih dari 80 ribu tenaga kerja.

Industri pengolahan tembakau juga menyumbang devisa melalui net ekspor yang surplus di Jatim selama tahun 2017-2019 kisaran nilai 227,36 juta dolar AS sampai 243,89 juta dolar AS.

"Dari sisi hulu, Jatim pada tahun 2019 menghasilkan 132.648 ton tembakau dan menempati urutan pertama penghasil tembakau nasional disusul Jateng, NTB, dan Jabar," katanya.

Di sisi lain, pertanian tembakau menempati urutan komoditas perkebunan kedua terbesar di Jatim dengan jumlah petani lebih dari 370 ribu orang, di mana perkebunan tembakau sekitar 99,71 persen diusahakan oleh petani rakyat, bukan korporasi.

Sementara untuk merealisasikan KIHT di Jawa Timur, Pemprov Jatim juga telah melakukan studi banding ke KIHT Kudus, dan hasilnya yakni pembentukan KIHT perlu memberikan beberapa kemudahan di antaranya adalah IKM tidak harus memiliki luas paling sedikit 200 meter persegi, serta penundaan pembayaran cukai selama 90 hari sejak pemesanan pita cukai dengan jaminan bank.
 

Pewarta: A Malik Ibrahim

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021