Epidemiolog dari Universitas Andalas (Unand), Sumatera Barat, Defriman Djafri Ph.D mengemukakan saat ini masyarakat mulai jenuh menerapkan protokol kesehatan pencegahan COVID-19 sehingga kebijakan ini perlu dikuatkan kembali.

"Jenuh ini bisa juga dikarenakan masyarakat menilai penanganan pandemi tidak signifikan, kasus terus bertambah," katanya saat dihubungi di Jakarta, Jumat.

Sementara itu, lanjutnya, masyarakat tetap ingin beraktivitas dan melakukan kegiatan ekonomi untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari.

Selain itu, Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Unand tersebut menilai pemerintah belum bisa menemukan strategi yang komprehensif dalam menangani pandemi COVID-19.

Sebagai contoh, masalah pelacakan kasus COVID-19. Seharusnya, pelacakan tersebut lebih tertuju kepada orang yang menjadi suspect.

Namun, selama ini pelacakan dinilainya masih kurang tepat sasaran. Bahkan, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengakui kepada perhimpunan ahli epidemiologi sudah cukup sering dites usap, padahal ia bukan terduga (suspect).

"Aturan tes usap tersebut dilakukan karena akan menghadap presiden," katanya.

Ia mengatakan para tenaga laboratorium berpandangan cara tersebut sama saja mubazir. Namun, karena sebuah aturan, tes usap wajib dilakukan meskipun bukan suspek.

Ketua Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia Provinsi Sumatera Barat tersebut mengatakan banyak hal yang perlu dievaluasi dari penanganan pandemi, salah satunya terkait penelusuran kontak. "Artinya, perlu mendalami orang-orang yang betul-betul kontak erat," ujar dia.

Dengan demikian, orang-orang yang dilacak tersebut bisa betul-betul memutus mata rantai penularan COVID-19. "Ke depan, itu akan menjadi salah satu masukan bagi pemerintah," ujarnya.

Pewarta: Muhammad Zulfikar

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021