Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Jember mencatat jumlah penduduk miskin di wilayah ini pada 2020 naik sebesar 0,84 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Pada 2019, tercatat persentase jumlah penduduk miskin di Kabupaten Jember sebesar 9,25 persen dan tahun 2020 naik menjadi 10,09 persen, kata Koordinator Fungsi Statistik Sosial BPS Kabupaten Jember Emil Wahyudiono, Sabtu.

"Secara absolut, jumlah penduduk miskin di kabupaten ini pada tahun 2019 sebanyak 226,57 ribu jiwa dan tahun 2020 mengalami kenaikan menjadi 247,99 ribu jiwa," katanya di Jember.

Pada periode 2019 sampai dengan tahun 2020, lanjut dia, garis kemiskinan Kabupaten Jember naik Rp25.610 per kapita per bulan atau meningkat sebesar 7,54 persen, yaitu dari Rp339.685 per kapita per bulan pada tahun 2019 menjadi Rp. 365.295 per kapita per bulan pada tahun 2020.

Menurutnya, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) pada tahun 2020 mengalami kenaikan sebesar 0,20 poin menjadi 1,42 dibanding tahun 2019 yang sebesar 1,22.

Ia menjelaskan indeks kedalaman kemiskinan merupakan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan, sehingga semakin tinggi nilai indeks, semakin jauh rata-rata pengeluaran penduduk dari garis kemiskinan.

"Sementara itu, Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) juga mengalami kenaikan yakni sebesar 0,07 poin atau naik menjadi 0,31 pada tahun 2020," tuturnya.

Emil mengatakan Indeks Keparahan Kemiskinan merupakan ukuran tingkat ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin, sehingga semakin tinggi nilai indeks maka semakin tinggi ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin.

"Kenaikan kedua indeks yakni P1 dan P2 memberikan indikasi bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung menjauhi garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran antar-penduduk miskin juga semakin melebar," katanya.

Menurutnya, persoalan kemiskinan bukan sekadar berapa jumlah dan persentase penduduk miskin, namun yang perlu diperhatikan menyangkut seberapa besar jarak rata-rata pengeluaran penduduk miskin terhadap garis kemiskinan (tingkat kedalaman) dan keragaman pengeluaran antar penduduk miskin.

"Dalam mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach)," ujarnya.

Dengan pendekatan itu, lanjutnya, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran.

Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan.

Pewarta: Zumrotun Solichah

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021