Ketua Dewan Perwakilan Daerah DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti meminta Pemkab Jember mempertanggungjawabkan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) soal ribuan penerima bantuan sosial COVID-19 di daerah itu yang dinilai tidak tepat sasaran.
"Temuan BPK jadi perhatian serius DPD RI. Pemkab Jember harus memberi pertanggungjawabannya," ujar LaNyalla dalam siaran pers yang diterima ANTARA di Surabaya, Senin.
Pemkab Jember mengalokasikan anggaran penanganan COVID-19 di wilayahnya sebesar Rp479,4 miliar pada 2020, bahkan tercatat terbesar kedua di tingkat kabupaten se-Indonesia.
Menurut dia, anggaran besar ini seharusnya tersalurkan untuk membantu kesulitan warga yang membutuhkan, sehingga harus ada penjelasan mengapa bisa ribuan bansos tidak tepat sasaran.
DPRD Jember mengungkap laporan BPK mengenai ribuan bansos di Jember yang tidak tepat sasaran.
Dalam laporan itu, BPK menyimpulkan penyaluran bansos untuk penanganan COVID-19 di Jember tidak didukung pendataan memadai dan penyaluran bansos belum seluruhnya didukung bukti pertanggungjawaban.
Selanjutnya, BPK menyimpulkan Pemkab Jember tidak melaksanakan belanja pengadaan barang/jasa tahun 2019 dan penanganan COVID-19 tahun 2020 sesuai ketentuan berlaku dalam semua hal yang material.
BPK juga mengatakan penyaluran bansos corona di Jember tidak didukung pendataan dan bukti pertanggungjawaban.
Akibatnya, penerima bantuan manfaat belanja tidak terduga COVID-19 yang ditetapkan dengan surat keputusan (SK) bupati tidak seluruhnya valid.
DPRD Jember juga mengungkap bahwa BPK mengatakan ada 3.783 nomor induk kependudukan (NIK) penerima bansos corona yang tercatat dengan status data kependudukan telah meninggal dunia.
BPK juga menemukan 1.670 pemilik KTP telah pindah ke luar Jember pada 2011 hingga 2019, kemudian 326 NIK dengan pekerjaan pegawai negeri sipil (PNS).
Bantuan tidak tepat sasaran di Jember juga ditemukan sebanyak 91 NIK dengan pekerjaan anggota TNI dan 20 NIK dengan pekerjaan Polri.
Untuk diketahui, ribuan pemilik NIK tersebut masuk dalam penerima bansos sebanyak 228.541 orang untuk penanganan COVID-19 di Kabupaten Jember.
"Ada banyak cacat dalam laporan BPK terhadap penyaluran bansos di Jember. Ini harus disikapi dengan serius. Perlu ada penyelidikan mengapa begitu banyak kekeliruan terjadi," kata LaNyalla.
Polisi juga diminta untuk turun tangan jika menemukan ada indikasi penyimpangan bansos di Jember.
"Bansos adalah hak masyarakat. Jika ada oknum yang bermain, harus segera dihentikan dan dihukum karena telah merugikan rakyat," kata mantan Ketua Umum PSSI tersebut.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021
"Temuan BPK jadi perhatian serius DPD RI. Pemkab Jember harus memberi pertanggungjawabannya," ujar LaNyalla dalam siaran pers yang diterima ANTARA di Surabaya, Senin.
Pemkab Jember mengalokasikan anggaran penanganan COVID-19 di wilayahnya sebesar Rp479,4 miliar pada 2020, bahkan tercatat terbesar kedua di tingkat kabupaten se-Indonesia.
Menurut dia, anggaran besar ini seharusnya tersalurkan untuk membantu kesulitan warga yang membutuhkan, sehingga harus ada penjelasan mengapa bisa ribuan bansos tidak tepat sasaran.
DPRD Jember mengungkap laporan BPK mengenai ribuan bansos di Jember yang tidak tepat sasaran.
Dalam laporan itu, BPK menyimpulkan penyaluran bansos untuk penanganan COVID-19 di Jember tidak didukung pendataan memadai dan penyaluran bansos belum seluruhnya didukung bukti pertanggungjawaban.
Selanjutnya, BPK menyimpulkan Pemkab Jember tidak melaksanakan belanja pengadaan barang/jasa tahun 2019 dan penanganan COVID-19 tahun 2020 sesuai ketentuan berlaku dalam semua hal yang material.
BPK juga mengatakan penyaluran bansos corona di Jember tidak didukung pendataan dan bukti pertanggungjawaban.
Akibatnya, penerima bantuan manfaat belanja tidak terduga COVID-19 yang ditetapkan dengan surat keputusan (SK) bupati tidak seluruhnya valid.
DPRD Jember juga mengungkap bahwa BPK mengatakan ada 3.783 nomor induk kependudukan (NIK) penerima bansos corona yang tercatat dengan status data kependudukan telah meninggal dunia.
BPK juga menemukan 1.670 pemilik KTP telah pindah ke luar Jember pada 2011 hingga 2019, kemudian 326 NIK dengan pekerjaan pegawai negeri sipil (PNS).
Bantuan tidak tepat sasaran di Jember juga ditemukan sebanyak 91 NIK dengan pekerjaan anggota TNI dan 20 NIK dengan pekerjaan Polri.
Untuk diketahui, ribuan pemilik NIK tersebut masuk dalam penerima bansos sebanyak 228.541 orang untuk penanganan COVID-19 di Kabupaten Jember.
"Ada banyak cacat dalam laporan BPK terhadap penyaluran bansos di Jember. Ini harus disikapi dengan serius. Perlu ada penyelidikan mengapa begitu banyak kekeliruan terjadi," kata LaNyalla.
Polisi juga diminta untuk turun tangan jika menemukan ada indikasi penyimpangan bansos di Jember.
"Bansos adalah hak masyarakat. Jika ada oknum yang bermain, harus segera dihentikan dan dihukum karena telah merugikan rakyat," kata mantan Ketua Umum PSSI tersebut.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021