Puluhan warga Desa Kalianget, Kecamatan Banyuglugur, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur, menolak menjual lahan miliknya untuk proyek pembangunan jalan tol karena harga pembelian tanah dinilai ada perbedaan dan ada kejanggalan nilai.

"Kami datang ke Komisi I DPRD mewakili masyarakat yang lahan tanahnya dilalui proyek jalan tol (Probowangi). Karena hampir semua warga pemilik tanah belum bisa menerima jika tanahnya dibeli tidak sesuai atau tidak sama dengan harga pembelian di Desa Banyuglugur," kata Kepala Desa Kalianget, Ahmad Faisol saat mendatangi Kantor DPRD Situbondo, Senin.

Ia mengemukakan perbandingan harga tanah untuk pembangunan proyek tol milik warga Desa Kalianget sangat terlampau jauh apabila dibandingkan dengan harga tanah milik warga di Desa Banyuglugur.

Di Desa Kalianget, rata-rata tanah milik warga dihargai mulai dari Rp181.000 hingga 220.000 per meter persegi, sedangkan di Desa Banyuglugur dihargai sekitar Rp300.000 per meter persegi.

"Keinginan warga kami harga tanah mereka dibeli tidak terlampau jauh dari desa sebelah. Bila dibandingkan dengan Kabupaten Probolinggo, per meternya sampai dengan Rp400.000 per meter persegi. Kalau persoalan lahan produktif, ya sama produktif, tapi ada perbedaan harga yang jauh sekali," ujarnya.

Ahmad Faisol menambahkan tanah milik warga di desanya yang dilewati dan akan dibangun proyek jalan tol sebanyak 109 bidang tanah dengan 89 orang pemilik lahan.

"Oleh karena itu, kami mewakili warga datang ke DPRD untuk menyampaikam aspirasi masyarakat. Dan sampai dengan hari ini sudah ada 35 orang pemilik tanah yang tanda tangan menyetujui karena dengan terpaksa di tengah himpitan ekonomi, sementara sisanya sebanyak 54 orang pemilik tanah belum menyetujuinya," tuturnya.

Sementara itu, Ketua Komisi I DPRD Situbondo H Faisol mengatakan bahwa penolakan warga menjual tranah untuk pembangunan jalan tol wajar karena adanya perbedaan harga beli yang terlampau jauh ddibanding desa tetangga dan harga beli tanah di Kabupaten Probolinggo.

"Warga menolak karena harga itu wajar, di satu sisi warga diuntungkan dengan menjual tanahnya untuk pembangunan jalan tol, di sisi lain mungkin mereka harus mengorbankan lahan miliknya, atau bahkan mungkin lahan satu-satunya yang harus diberikan (dijual) ke pemerintah," katanya.

Oleh karena itu, Faisol mengimbau agar jangan sampai ada pihak manapun yang bermain-main dalam persoalan pembangunan jalan tol tersebut. Bahkan, Faisol menengarai ada pihak ketiga yang mencoba memainkan peran dalam pengadaan harga tanah.

"Kami menengarai jika ada perbedaan harga beli tanah, ada pihak ketiga ada calo yang mengambil peran ini, sehingga terjadi adanya perbedaan harga," ucapnya. (*)

Pewarta: Novi Husdinariyanto

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020