DPC Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Kota Surabaya mendesak Komisi Pemilihan Umum setempat terbuka soal penundaan pelaksanaan tes kesehatan bakal pasangan Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Surabaya, Mahfud Arifin dan Mujiaman.
"Kami hanya baca di media bahwa KPU meminta Pak Machfud dan Pak Mujiaman untuk mengikuti tes kesehatan pada gelombang kedua pekan depan tanpa menyebut alasannya. Ini maksudnya apa? Semua sudah ditetapkan di peraturan kalau tes kesehatan tanggal sekian, kok tiba-tiba ada gelombang kedua," ujar Ketua Bappilu DPC PDIP Surabaya Anas Karno di Surabaya, Rabu.
Menurut ia, kalau ada tes kesehatan gelombang kedua, seolah-olah ada diskriminasi karena bakal paslon Eri Cahyadi dan Armuji yang diusung PDIP beberapa hari ini harus mengikuti tes kesehatan seharian.
"Tapi, Pak Macfud dan Pak Mujiaman tidak ikut, kan itu diskriminatif," kata Anas.
Bakal paslon Machfud Arifin-Mujiaman tidak menghadiri tes kesehatan di RSUD dr Soetomo, Surabaya pada Selasa (8/9). KPU Surabaya sebagai penyelenggara tahapan Pilkada 2020 tidak memberi alasan yang jelas terkait ketidakhadiran Machfud-Mujiaman.
Anggota KPU Surabaya Soeprayitno pada kesempatan sebelumnya mengatakan yang perlu diketahui masyarakat adalah apapun hasil swab test atau tes usap merupakan informasi yang dikecualikan.
Meski demikian, Soeprayitno mengatakan hasil tes usap tidak menjadi bagian dari syarat yang bisa menggugurkan pencalonan.
Ia mencontohkan kalau bakal paslon yang mendaftar pilkada hasil tes usapnya negatif, KPU membolehkan paslon datang untuk tes kesehatan lanjutan. Apabila ada yang positif, protokol kesehatan dijalankan dan bakal paslon disarankan untuk isolasi dulu.
Anas Karno menambahkan kehadiran bakal calon kepala daerah dalam pemeriksaan kesehatan adalah kewajiban yang harus dipatuhi, sesuai ketentuan Tata Laksana Pemeriksaan Kesehatan dalam Keputusan Ketua KPU 412/Pl.02.2-Kpt/06/KPU/IX/2020.
Mengenai alasan penundaan jadwal pemeriksaan kesehatan telah diatur di Peraturan KPU RI 10/2020 maupun Keputusan Ketua KPU 412/Pl.02.2-Kpt/06/KPU/IX/2020, yang disebutkan bahwa jika ada bakal calon positif COVID-19 diharuskan menjalani isolasi selama 14 hari, kemudian di-swab ulang sampai hasilnya negatif.
Dengan regulasi itu, Anas mengatakan KPU Surabaya semestinya lebih terbuka demi keselamatan bersama seluruh masyarakat.
"Mohon maaf, jika memang ada calon yang terpapar COVID-19 bisa diumumkan saja tanpa menyebut nama. Bilang saja, salah satu calon kepala daerah di Surabaya positif COVID-19, toh COVID-19 juga bukan aib," ujarnya.
Menurut Anas, transparansi itu diperlukan mengingat kegiatan calon kepala daerah selalu dikelilingi banyak orang. Dalam proses sosialisasi dan kampanye, ada interaksi dan kontak fisik antara kandidat dan masyarakat sehingga jangan sampai masyarakat tertular COVID-19 dari calon kepala daerah.
"Dari sisi penanganan, ini penting disampaikan. Kunci penanganan COVID-19 adalah tes, isolasi, dan treatment. Ketika sudah dites dan positif COVID-19, diisolasi di mana dan bagaimana treatment-nya harus ditentukan. Itu juga butuh koordinasi dengan Satgas Covid-19 kabupaten/kota," ujarnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020
"Kami hanya baca di media bahwa KPU meminta Pak Machfud dan Pak Mujiaman untuk mengikuti tes kesehatan pada gelombang kedua pekan depan tanpa menyebut alasannya. Ini maksudnya apa? Semua sudah ditetapkan di peraturan kalau tes kesehatan tanggal sekian, kok tiba-tiba ada gelombang kedua," ujar Ketua Bappilu DPC PDIP Surabaya Anas Karno di Surabaya, Rabu.
Menurut ia, kalau ada tes kesehatan gelombang kedua, seolah-olah ada diskriminasi karena bakal paslon Eri Cahyadi dan Armuji yang diusung PDIP beberapa hari ini harus mengikuti tes kesehatan seharian.
"Tapi, Pak Macfud dan Pak Mujiaman tidak ikut, kan itu diskriminatif," kata Anas.
Bakal paslon Machfud Arifin-Mujiaman tidak menghadiri tes kesehatan di RSUD dr Soetomo, Surabaya pada Selasa (8/9). KPU Surabaya sebagai penyelenggara tahapan Pilkada 2020 tidak memberi alasan yang jelas terkait ketidakhadiran Machfud-Mujiaman.
Anggota KPU Surabaya Soeprayitno pada kesempatan sebelumnya mengatakan yang perlu diketahui masyarakat adalah apapun hasil swab test atau tes usap merupakan informasi yang dikecualikan.
Meski demikian, Soeprayitno mengatakan hasil tes usap tidak menjadi bagian dari syarat yang bisa menggugurkan pencalonan.
Ia mencontohkan kalau bakal paslon yang mendaftar pilkada hasil tes usapnya negatif, KPU membolehkan paslon datang untuk tes kesehatan lanjutan. Apabila ada yang positif, protokol kesehatan dijalankan dan bakal paslon disarankan untuk isolasi dulu.
Anas Karno menambahkan kehadiran bakal calon kepala daerah dalam pemeriksaan kesehatan adalah kewajiban yang harus dipatuhi, sesuai ketentuan Tata Laksana Pemeriksaan Kesehatan dalam Keputusan Ketua KPU 412/Pl.02.2-Kpt/06/KPU/IX/2020.
Mengenai alasan penundaan jadwal pemeriksaan kesehatan telah diatur di Peraturan KPU RI 10/2020 maupun Keputusan Ketua KPU 412/Pl.02.2-Kpt/06/KPU/IX/2020, yang disebutkan bahwa jika ada bakal calon positif COVID-19 diharuskan menjalani isolasi selama 14 hari, kemudian di-swab ulang sampai hasilnya negatif.
Dengan regulasi itu, Anas mengatakan KPU Surabaya semestinya lebih terbuka demi keselamatan bersama seluruh masyarakat.
"Mohon maaf, jika memang ada calon yang terpapar COVID-19 bisa diumumkan saja tanpa menyebut nama. Bilang saja, salah satu calon kepala daerah di Surabaya positif COVID-19, toh COVID-19 juga bukan aib," ujarnya.
Menurut Anas, transparansi itu diperlukan mengingat kegiatan calon kepala daerah selalu dikelilingi banyak orang. Dalam proses sosialisasi dan kampanye, ada interaksi dan kontak fisik antara kandidat dan masyarakat sehingga jangan sampai masyarakat tertular COVID-19 dari calon kepala daerah.
"Dari sisi penanganan, ini penting disampaikan. Kunci penanganan COVID-19 adalah tes, isolasi, dan treatment. Ketika sudah dites dan positif COVID-19, diisolasi di mana dan bagaimana treatment-nya harus ditentukan. Itu juga butuh koordinasi dengan Satgas Covid-19 kabupaten/kota," ujarnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020