Kepala Badan Pusat Statistik Jawa Timur Dadang Hardiwan mengatakan angka kemiskinan di wilayah setempat mengalami kenaikan pada periode September 2019-Maret 2020, salah satu penyebabnya adalah pandemi COVID-19 yang terjadi dalam kurun beberapa bulan terakhir.
"Selama periode September 2019-Maret 2020, persentase penduduk miskin Jawa Timur mengalami kenaikan sebesar 0,89 poin persen, yaitu dari 10,20 persen pada September 2019 menjadi 11,09 persen pada Maret 2020," kata Dadang melalui konferensi pers secara daring di Surabaya, Rabu.
Ia mengatakan pada bulan Maret 2020, BPS mencatat jumlah penduduk miskin di Jatim mencapai sekitar 4,41 juta jiwa, bertambah sebesar 363,1 ribu jiwa dibandingkan dengan kondisi September 2019 yang tercatat 4,05 juta jiwa.
Sedangkan apabila dibagi secara persentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada September 2019 sebesar 6,77 persen, naik menjadi 7,89 persen pada Maret 2020, sedangkan persentase penduduk miskin di daerah perdesaan pada September 2019 sebesar 14,16 persen naik menjadi 14,77 persen pada Maret 2020.
Untuk jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan naik sebanyak 244 ribu jiwa (dari 1,43 juta jiwa pada September 2019 menjadi 1,68 juta jiwa pada Maret 2020).
Sedangkan di daerah perdesaan naik sebanyak 119,1 ribu jiwa (dari 2,61 juta pada September 2019 menjadi 2,73 juta jiwa pada Maret 2020).
"Beberapa daerah melakukan pembubaran pada kumpulan, termasuk sterilisasi akibat pandemi COVID-19 yang menyebabkan berkurangnya aktivitas masyarakat," katanya.
Sementara itu, berdasarkan catatan BPS peranan komoditi makanan terhadap garis kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan.
"Sumbangan makanan terhadap garis Kemiskinan pada Maret 2020 tercatat sebesar 74,97 persen, sedikit meningkat dibandingkan dengan kondisi September 2019 yaitu sebesar 74,91 persen," katanya.
Berdasarkan komoditas makanan, secara persentase yang memberikan kontribusi cukup besar pada garis kemiskinan di perdesaan maupun perkotaan yaitu beras, rokok kretek filter, telur ayam ras, gula pasir, daging ayam ras, tempe, tahu, mie instan, kopi, dan bawang merah.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020
"Selama periode September 2019-Maret 2020, persentase penduduk miskin Jawa Timur mengalami kenaikan sebesar 0,89 poin persen, yaitu dari 10,20 persen pada September 2019 menjadi 11,09 persen pada Maret 2020," kata Dadang melalui konferensi pers secara daring di Surabaya, Rabu.
Ia mengatakan pada bulan Maret 2020, BPS mencatat jumlah penduduk miskin di Jatim mencapai sekitar 4,41 juta jiwa, bertambah sebesar 363,1 ribu jiwa dibandingkan dengan kondisi September 2019 yang tercatat 4,05 juta jiwa.
Sedangkan apabila dibagi secara persentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada September 2019 sebesar 6,77 persen, naik menjadi 7,89 persen pada Maret 2020, sedangkan persentase penduduk miskin di daerah perdesaan pada September 2019 sebesar 14,16 persen naik menjadi 14,77 persen pada Maret 2020.
Untuk jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan naik sebanyak 244 ribu jiwa (dari 1,43 juta jiwa pada September 2019 menjadi 1,68 juta jiwa pada Maret 2020).
Sedangkan di daerah perdesaan naik sebanyak 119,1 ribu jiwa (dari 2,61 juta pada September 2019 menjadi 2,73 juta jiwa pada Maret 2020).
"Beberapa daerah melakukan pembubaran pada kumpulan, termasuk sterilisasi akibat pandemi COVID-19 yang menyebabkan berkurangnya aktivitas masyarakat," katanya.
Sementara itu, berdasarkan catatan BPS peranan komoditi makanan terhadap garis kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan.
"Sumbangan makanan terhadap garis Kemiskinan pada Maret 2020 tercatat sebesar 74,97 persen, sedikit meningkat dibandingkan dengan kondisi September 2019 yaitu sebesar 74,91 persen," katanya.
Berdasarkan komoditas makanan, secara persentase yang memberikan kontribusi cukup besar pada garis kemiskinan di perdesaan maupun perkotaan yaitu beras, rokok kretek filter, telur ayam ras, gula pasir, daging ayam ras, tempe, tahu, mie instan, kopi, dan bawang merah.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020