Edi Siswanto (30) saat mendampingi persalinan istrinya di salah satu Rumah Sakit (RS) swasta di Lamongan, awalnya merasakan cemas saat dokter atau bidan yang melakukan pelayanan persalinan menyatakan bahwa sang istri harus melahirkan anak pertamanya dengan cara operasi cesar. 

"Saat petugas medis RS menganjurkan harus operasi cesar, saya tentu memikirkan kondisi kesehatan istri juga berapa kira-kira biaya yang akan saya keluarkan," kata Edi atau yang biasa dipanggil Wanto di Gresik.

Sebab, Edi mengakui bahwa beberapa temannya memberikan informasi jika menggunakan kartu Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) pelayanan akan dibedakan atau lebih mengutamakan peserta umum. 

Akibat informasi itu, Edi mengaku akhirnya terus mendampingi istri mulai dari awal masuk RS sampai proses operasi cesar selesai dilakukan. 

"Dan ternyata tidak seperti yang saya bayangkan. Istri saya dilayani dengan baik. Tidak dibeda-beda kan seperti kata teman-teman saya yang menceritakan hal yang berbanding terbalik," katanya.

Kemudian setelah itu, pada saat akan pulang meninggalkan RS, sepeserpun tidak dimintai pembayaran oleh dokter setempat.

"Sampai-sampai saya tercengang. Padahal kalau bayar, saya sendiri tidak tahu harus merogoh kocek berapa. Belum biaya lain diluar operasi," katanya.

Wanto pun mengakui bahwa Program JKN-KIS yang dikelola BPJS Kesehatan sangat mulia, sebab dengan hanya membayar iuran dalam jumlah kecil, peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) kelas 3 ini merasakan keuntungan yang tidak terbatas. 

"Saya sangat berterima kasih kepada pemerintah. Program mulia ini sangat membantu saya dan keluarga. Bayar iuran bersama istri saya dalam satu bulan sebesar hanya sebesar 51 ribu, tapi biaya operasi dan penyakit lainnya bisa ditanggung asal semua sesuasi indikasi dokter. Status pasien tidak dibedakan, dan pelayanan maksimal", ungkapnya. 

Ia mengakui, jika saat ini ada masyarakat yang belum bergabung menjadi peserta JKN-KIS adalah sebuah kerugian besar, sebab keuntungan diberikan sangat besar tanpa melihat berapa lama menjadi peserta. 

"Padahal saya bergabung menjadi peserta baru Januari tahun 2020. Makanya, kalo ada masyarakat yang saya temui belum jadi peserta JKN-KIS saya bantu dorong mereka, karena tidak aka nada ruginya," katanya.

Wanto yang sehari-harinya berprofesi sebagai pemilik warung kopi ini berkomitmen terkait pembayaran iuran untuk tidak terlambat atau menunggak. 

"Ketenangan luar biasa dia dapatkan meski hanya memiliki tabungan secukupnya, melangkah untuk berobat atau memeriksakan keluarga pada saat sakit tidak khawatir lagi," katanya. (*)

.

Pewarta: A Malik Ibrahim

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020