Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, menjadi sebagai salah satu tempat penelitian uji klinis obat COVID-19 yang sebelumnya ditemukan Universitas Airlangga bekerja sama Badan Inteligen Nasional serta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Ketua Pusat Penelitian dan Pengembangan Stem Cell Unair Dr Purwati di Lamongan, Kamis, mengatakan selain Lamongan, hal yang sama dilakukan pada rumah sakit di Kediri, Surabaya, dan RSPAD.
Ia menjelaskan pada masa pandemi ini, beberapa tim telah melakukan pintasan untuk mencari dan meneliti obat yang ada, sebab kalau membuat obat baru memerlukan proses yang panjang.
"Oleh karena itu, kami meneliti obat yang sudah beredar dan sebelumnya belum diketahui efek antivirusnya melalui serangkaian uji laboratorium. Dan kami menggunakan sampel virus COVID-19 yang menjangkit di Indonesia, dan 14 regimen obat (6 senyawa tunggal dan 8 kombinasi)," katanya.
Ia mengatakan uji pertama yakni uji toksisitas apakah obat yang akan dipakai itu toksis atau tidak untuk sel tubuh.
Kedua yakni meneliti potensi obat yang digunakan tersebut seberapa besar daya bunuhnya terhadap virus, dan yang ketiga meneliti efektivitas obat seberapa besar dan berapa lama berefek terhadap penghambatan dan penurunan jumlah virus.
"Dari 14 regimen obat tersebut ditemukan 5 kombinasi regimen obat yang mempunyai potensi dan efektivitas yang cukup bagus untuk menghambat virus masuk ke dalam sel dan membantu menurunkan perkembangbiakannnya di dalam sel. Hasilnya dapat diikuti bertahap dari 24 jam, 48 jam dan 72 jam jumlah virus berkurang hingga tidak terdeteksi," katanya.
Oleh karena itu, Purwati bersama tim telah membawa 100 obat untuk di uji di Kabupaten Lamongan yang nantinya berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Lamongan.
Bupati Lamongan, Fadeli menyambut baik hal tersebut dan berharap bisa segera memberi kabar baik yang selama ini ditunggu masyarakat.
"Terima kasih atas upaya yang telah dilakukan oleh Unair, BIN, BPOM, dan Kementrian Kesehatan di Lamongan, karena sudah diketahui bahwa COVID-19 ini masih belum ada obatnya. Semakin hari jumlah pasien masih bertambah. Semoga dengan adanya uji klinis ini segera ditetapkan obatnya dan dapat diproduksi masal sehingga memutus mata rantai penularan COVID-19 di Indonesia," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020
Ketua Pusat Penelitian dan Pengembangan Stem Cell Unair Dr Purwati di Lamongan, Kamis, mengatakan selain Lamongan, hal yang sama dilakukan pada rumah sakit di Kediri, Surabaya, dan RSPAD.
Ia menjelaskan pada masa pandemi ini, beberapa tim telah melakukan pintasan untuk mencari dan meneliti obat yang ada, sebab kalau membuat obat baru memerlukan proses yang panjang.
"Oleh karena itu, kami meneliti obat yang sudah beredar dan sebelumnya belum diketahui efek antivirusnya melalui serangkaian uji laboratorium. Dan kami menggunakan sampel virus COVID-19 yang menjangkit di Indonesia, dan 14 regimen obat (6 senyawa tunggal dan 8 kombinasi)," katanya.
Ia mengatakan uji pertama yakni uji toksisitas apakah obat yang akan dipakai itu toksis atau tidak untuk sel tubuh.
Kedua yakni meneliti potensi obat yang digunakan tersebut seberapa besar daya bunuhnya terhadap virus, dan yang ketiga meneliti efektivitas obat seberapa besar dan berapa lama berefek terhadap penghambatan dan penurunan jumlah virus.
"Dari 14 regimen obat tersebut ditemukan 5 kombinasi regimen obat yang mempunyai potensi dan efektivitas yang cukup bagus untuk menghambat virus masuk ke dalam sel dan membantu menurunkan perkembangbiakannnya di dalam sel. Hasilnya dapat diikuti bertahap dari 24 jam, 48 jam dan 72 jam jumlah virus berkurang hingga tidak terdeteksi," katanya.
Oleh karena itu, Purwati bersama tim telah membawa 100 obat untuk di uji di Kabupaten Lamongan yang nantinya berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Lamongan.
Bupati Lamongan, Fadeli menyambut baik hal tersebut dan berharap bisa segera memberi kabar baik yang selama ini ditunggu masyarakat.
"Terima kasih atas upaya yang telah dilakukan oleh Unair, BIN, BPOM, dan Kementrian Kesehatan di Lamongan, karena sudah diketahui bahwa COVID-19 ini masih belum ada obatnya. Semakin hari jumlah pasien masih bertambah. Semoga dengan adanya uji klinis ini segera ditetapkan obatnya dan dapat diproduksi masal sehingga memutus mata rantai penularan COVID-19 di Indonesia," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020