Penyakit Hepatitis B dan C disebabkan virus yang menyerang hati dan bisa menular dari satu ke orang lain salah satunya melalui hubungan seksual.
Lalu, apakah penderita penyakit ini dan sudah kronik dapat menikah dan tidak menulari pasangannya?
"Dapat (menikah). Tidak ada larangan atau aturan pengidap hepatitis virus kronik untuk menikah," ujar dokter spesialis penyakit dalam dari RSCM, Dr. Irsan Hasan dalam Webinar Kalbe, Jumat.
Dokter yang juga tergabung di Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia (PPHI) itu mengatakan, mereka yang diketahui terkena hepatitis B bisa mendapatkan vaksinasi sebelum menikah.
"Untuk hepatitis B, sederhana sebetulnya. Kalau dia ketahuan hepatitis B, calon istri atau suami divaksinasi. Kalau sudah divaksinasi aman," kata dia.
Sementara bagi mereka yang menderita hepatitis C, karena tidak ada vaksin bisa mengonsumsi obat tiga bulan sebelum menikah sesuai anjuran dokter. Cara ini menurut Irsan tak akan membuat pasangan penderita tertular penyakit yang sama.
"Masing-masing virus punya solusi. Tiga atau empat tahun lalu, hepatitis C itu tidak ada jawaban, belum ada antivirus yang betul-betul ampuh sehingga menikah harus dengan cinta dan siap sehidup semati, mau terkena virus dari pasangan," tutur Irsan.
Selain melalui hubungan seksual, virus hepatitis B juga bisa menular dari jarum yang terkontaminasi virus, transfusi darah dan anak ke anak, dan secara vertikal atau dari ibu ke bayi (peritanal).
Pada bayi yang terinfeksi, berisiko 90 persen berkembang menjadi kronik. Dia akan mengidap hepatitis B bertahun-tahun bahkan sampai dia meninggal.
Sementara, bila yang tertular orang dewasa, kemungkinan menjadi kronik sekitar 10 persen.
Gejala hepatitis
Pada orang dewasa yang baru terkena hepatitis B dan C, umumnya akan mengalami gejala antara lain matanya menguning, mual.
Sementara pada mereka yang sudah kronik karena menderita penyakit sejak bayi, umumnya tak mengalami gejala apapun.
Hepatitis kronik biasanya baru terdeteksi jika sudah terjadi komplikasi salah satunya sirosis atau pengerasan hati. Untuk itu, deteksi dini yang bisa dilakukan satu-satunya melalui tes darah.
"Mau enggak mau tes darah, periksa HbsAg dan Anti HBs. Kalau HbsAg positif berarti dia sakit. Kalau Anti HBs positif berarti dia sudah punya kekebalan," tutur Irsan.
Setelah terdeteksi, penderita akan menjalani pengobatan yang bertujuan menghilangkan virus dan menghambat perkembangannya sehingga tak menjadi sirosis dan kanker.
"Kalau livernya sehat jangan sampai terjadi pengerasan hati. Kalau sudah sirosis jangan sampai menjadi kanker. Kalau sampai kanker jangan sampai pasiennya meninggal," kata Irsan. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020
Lalu, apakah penderita penyakit ini dan sudah kronik dapat menikah dan tidak menulari pasangannya?
"Dapat (menikah). Tidak ada larangan atau aturan pengidap hepatitis virus kronik untuk menikah," ujar dokter spesialis penyakit dalam dari RSCM, Dr. Irsan Hasan dalam Webinar Kalbe, Jumat.
Dokter yang juga tergabung di Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia (PPHI) itu mengatakan, mereka yang diketahui terkena hepatitis B bisa mendapatkan vaksinasi sebelum menikah.
"Untuk hepatitis B, sederhana sebetulnya. Kalau dia ketahuan hepatitis B, calon istri atau suami divaksinasi. Kalau sudah divaksinasi aman," kata dia.
Sementara bagi mereka yang menderita hepatitis C, karena tidak ada vaksin bisa mengonsumsi obat tiga bulan sebelum menikah sesuai anjuran dokter. Cara ini menurut Irsan tak akan membuat pasangan penderita tertular penyakit yang sama.
"Masing-masing virus punya solusi. Tiga atau empat tahun lalu, hepatitis C itu tidak ada jawaban, belum ada antivirus yang betul-betul ampuh sehingga menikah harus dengan cinta dan siap sehidup semati, mau terkena virus dari pasangan," tutur Irsan.
Selain melalui hubungan seksual, virus hepatitis B juga bisa menular dari jarum yang terkontaminasi virus, transfusi darah dan anak ke anak, dan secara vertikal atau dari ibu ke bayi (peritanal).
Pada bayi yang terinfeksi, berisiko 90 persen berkembang menjadi kronik. Dia akan mengidap hepatitis B bertahun-tahun bahkan sampai dia meninggal.
Sementara, bila yang tertular orang dewasa, kemungkinan menjadi kronik sekitar 10 persen.
Gejala hepatitis
Pada orang dewasa yang baru terkena hepatitis B dan C, umumnya akan mengalami gejala antara lain matanya menguning, mual.
Sementara pada mereka yang sudah kronik karena menderita penyakit sejak bayi, umumnya tak mengalami gejala apapun.
Hepatitis kronik biasanya baru terdeteksi jika sudah terjadi komplikasi salah satunya sirosis atau pengerasan hati. Untuk itu, deteksi dini yang bisa dilakukan satu-satunya melalui tes darah.
"Mau enggak mau tes darah, periksa HbsAg dan Anti HBs. Kalau HbsAg positif berarti dia sakit. Kalau Anti HBs positif berarti dia sudah punya kekebalan," tutur Irsan.
Setelah terdeteksi, penderita akan menjalani pengobatan yang bertujuan menghilangkan virus dan menghambat perkembangannya sehingga tak menjadi sirosis dan kanker.
"Kalau livernya sehat jangan sampai terjadi pengerasan hati. Kalau sudah sirosis jangan sampai menjadi kanker. Kalau sampai kanker jangan sampai pasiennya meninggal," kata Irsan. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020