Empat terdakwa yang masih dalam hubungan keluarga pengelola perusahaan es krim ternama di Kota Surabaya, PT Zangrandi Prima, dituntut 30 bulan penjara, menurut persidangan di Pengadilan Negeri Surabaya.   

Masing-masing adalah Willy Tanumulia, Grietje Tanumulia, Emmy Tanumulia, dan Fransiskus Martinus Soesetio, yang dalam perkara ini dilaporkan oleh saudara kandungnya sendiri, Evy Susantidevi Tanumulia. 

"Menuntut pidana penjara terhadap masing-masing terdakwa selama 2 tahun 6 bulan penjara," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) Damang Anubowo dari Kejaksaan Negeri Surabaya, saat persidangan di Pengadilan Negeri Surabaya, Selasa. 

Selama proses persidangan diperoleh keterangan bahwa usaha es krim Zangrandi semula didirikan oleh pasangan suami-istri Adi Tanumulia dan Jani Limawan. 

Pasangan suami-istri ini dikarunia tujuh anak, yaitu Sylvia Tanumulia, Robiyanto Tanumulia, Emmy Tanumulia, Willy Tanumulia, Ilse Radiastuti Tanumulia, Evy Susantidevi Tanumulia, dan Grietje Tanumulia, yang kemudian mewarisi usaha tersebut dengan mendirikan PT Zangrandi Prima. 

Pada saat pendirian PT Zangrandi, segenap ahli waris sepakat saham milik Evy Susantidevi diatasnamakan Sylvia Tanumulia, yang tertuang dalam  Akta Nomor 31 tanggal 12 Februari 1998 tentang Surat Pernyataan yang dibuat di hadapan Susanti, S.H, Notaris /PPAT di Surabaya. 

Selanjutnya dalam setiap rapat perusahaan Evy selalu diundang bahkan turut diberikan deviden. 

Belakangan sejak Sylvia meninggal dunia pada tahun 2013, diinformasikan terjadi pencaplokan saham milik Evy di PT Zangrandi. 

Hingga akhirnya melalui rapat umum pemegang saham (RUPS) pada 25 Agustus 2017, sebanyak 20 lembar saham milik almarhum Sylvia dan Evy ditetapkan beralih kepada Willy sebanyak tujuh saham, Grietje (7), dan Emmy (6) saham. Hasil RUPS yang dinilai sepihak itu disahkan oleh putra Emmy, Fransiskus Martinus Soesetyo, yang menjabat Direktur Utama PT Zangrandi Prima. 

JPU Damang Anubowo menyebut perbuatan para terdakwa diancam pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 372 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 266 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) KUHP.

Ketua Majelis Hakim Pujo Saksono memberikan waktu kepada para terdakwa untuk mengajukan nota pembelaan atau pledoi untuk disampaikan dalam agenda persidangan berikutnya. 

"Para terdakwa bisa menyampaikan pembelaan, baik secara tertulis, lisan ataupun melalui penasehat hukumnya," ucapnya. 

Pewarta: Hanif Nashrullah

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020