Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Jawa Timur mengimbau anggotanya untuk menambah ruang isolasi bagi pasien COVID-19, menyusul penutupan sementara Rumah Sakit Universitas Airlangga yang tidak dapat lagi menampung pasien terpapar virus corona.
"Kami menyadari kebijakan yang ditempuh manajemen RSUA. Semua demi pelayanan terbaik," ujar Wakil Ketua Persi Jawa Timur dr Samsul Arifin di Surabaya, Jumat.
Terkait penutupan sementara layanan bagi pasien baru COVID-19 di RSUA, Persi Jatim saat ini telah mengimbau anggotanya untuk menambah ruang isolasi dari yang tersedia saat ini.
"Memang untuk membuat ruang isolasi yang sesuai dengan standar kesehatan dibutuhkan biaya cukup mahal. Satu ruangan biayanya antara Rp70 juta hingga Rp80 juta," kata pria yang juga Direktur Rumah Sakit Islam, Jalan Ahmad Yani Surabaya, itu.
Standar ruang isolasi itu, misalnya, tekanan udara di ruangan harus negatif dan ventilator dengan standar tinggi.
Dia mengemukakan, RSI Ahmad Yani Surabaya saat ini mulai proses menambah ruang isolasi, karena enam ruang isolasi yang ada saat ini sudah penuh pasien COVID-19. Padahal, jumlah pasien terus bertambah.
"Kami sedang menambah 18 ruang isolasi lagi. Sekarang sudah hampir selesai. Nantinya akan nambah enam lagi, sehingga seluruhnya jadi 30 ruangan. Semua standar kesehatan, jadi tidak perlu khawatir. Ini kami siapkan walau RSI Ahmad Yani Surabaya bukan rumah sakit rujukan COVID-19," ujarnya.
Samsul berharap rumah sakit lain yang tergabung Persi Jatim juga mulai melakukan hal serupa. "Semua demi segera memutus mata rantai penularan virus ini, sehingga kehidupan bisa kembali normal," ujarnya.
Dengan penuhnya kapasitas beberapa rumah sakit rujukan, lanjut Samsul, seharusnya lembaga layanan kesehatan yang sudah ditunjuk pemerintah itu hanya diperuntukkan pasien yang benar-benar membutuhkan perawatan intensif.
Misalnya, membutuhkan ventilator dan ruang isolasi yang benar-benar sudah memenuhi standar kesehatan.
"Jangan sampai, pasien yang baru PDP (pasien dalam pengawasan) juga dimasukkan ke rumah sakit rujukan, jadinya penuh rumah sakit rujukannya. Mereka yang masih PDP, bisa ke rumah sakit lain yang bukan termasuk rujukan, namun sudah memiliki fasilitas ruang isolasi yang memadai," ujar Samsul.
Kegiatan yang saat ini sedang dilakukan adalah melakukan pemeriksaan awal bagi semua pasien yang masuk ke rumah sakit, baik dengan kondisi gejala COVID-19 maupun tidak.
Hal ini dilakukan agar bisa memetakan kondisi pasien mana yang harus dirawat di rumah sakit rujukan atau tidak.
"Minimal rapid test. Kalaupun dari hasil rapid itu positif, kita harus segera tes swab yang hasilnya bisa diketahui secara cepat dalam hitungan jam," tuturnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020
"Kami menyadari kebijakan yang ditempuh manajemen RSUA. Semua demi pelayanan terbaik," ujar Wakil Ketua Persi Jawa Timur dr Samsul Arifin di Surabaya, Jumat.
Terkait penutupan sementara layanan bagi pasien baru COVID-19 di RSUA, Persi Jatim saat ini telah mengimbau anggotanya untuk menambah ruang isolasi dari yang tersedia saat ini.
"Memang untuk membuat ruang isolasi yang sesuai dengan standar kesehatan dibutuhkan biaya cukup mahal. Satu ruangan biayanya antara Rp70 juta hingga Rp80 juta," kata pria yang juga Direktur Rumah Sakit Islam, Jalan Ahmad Yani Surabaya, itu.
Standar ruang isolasi itu, misalnya, tekanan udara di ruangan harus negatif dan ventilator dengan standar tinggi.
Dia mengemukakan, RSI Ahmad Yani Surabaya saat ini mulai proses menambah ruang isolasi, karena enam ruang isolasi yang ada saat ini sudah penuh pasien COVID-19. Padahal, jumlah pasien terus bertambah.
"Kami sedang menambah 18 ruang isolasi lagi. Sekarang sudah hampir selesai. Nantinya akan nambah enam lagi, sehingga seluruhnya jadi 30 ruangan. Semua standar kesehatan, jadi tidak perlu khawatir. Ini kami siapkan walau RSI Ahmad Yani Surabaya bukan rumah sakit rujukan COVID-19," ujarnya.
Samsul berharap rumah sakit lain yang tergabung Persi Jatim juga mulai melakukan hal serupa. "Semua demi segera memutus mata rantai penularan virus ini, sehingga kehidupan bisa kembali normal," ujarnya.
Dengan penuhnya kapasitas beberapa rumah sakit rujukan, lanjut Samsul, seharusnya lembaga layanan kesehatan yang sudah ditunjuk pemerintah itu hanya diperuntukkan pasien yang benar-benar membutuhkan perawatan intensif.
Misalnya, membutuhkan ventilator dan ruang isolasi yang benar-benar sudah memenuhi standar kesehatan.
"Jangan sampai, pasien yang baru PDP (pasien dalam pengawasan) juga dimasukkan ke rumah sakit rujukan, jadinya penuh rumah sakit rujukannya. Mereka yang masih PDP, bisa ke rumah sakit lain yang bukan termasuk rujukan, namun sudah memiliki fasilitas ruang isolasi yang memadai," ujar Samsul.
Kegiatan yang saat ini sedang dilakukan adalah melakukan pemeriksaan awal bagi semua pasien yang masuk ke rumah sakit, baik dengan kondisi gejala COVID-19 maupun tidak.
Hal ini dilakukan agar bisa memetakan kondisi pasien mana yang harus dirawat di rumah sakit rujukan atau tidak.
"Minimal rapid test. Kalaupun dari hasil rapid itu positif, kita harus segera tes swab yang hasilnya bisa diketahui secara cepat dalam hitungan jam," tuturnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020