Pemerintah Kota Surabaya menegaskan tidak ada klaster penularan atau penyebaran COVID-19 di dua pusat perbelanjaan di Kota Surabaya, Jawa Timur, yakni Pakuwon Mall dan Tunjungan Plaza (TP).

"Kalau dilihat dari hasil tracing (pelacakan), sumber penularannya bukan di Pakuwon Mall, sehingga itu bukan klaster. Sedangkan yang di TP, di kami malah tidak ada," kata Koordinator Bidang Pencegahan, Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Surabaya Febria Rachmanita, di Surabaya, Jatim, Selasa.

Pernyataan tersebut menanggapi pernyataan Ketua Gugus Tracing Penanganan COVID-19 Jatim dr Kohar Hari Santoso yang mengatakan ada 52 klaster penyebaran virus corona di Jatim, di antaranya ada dari klaster Pakuwon Mall sebanyak empat kasus dan TP sebanyak sembilan kasus.

Febria yang juga Kepala Dinas Kesehatan Surabaya ini menjelaskan bahwa klaster itu adalah pengelompokan berdasarkan sumber awal penularannya setelah dilihat dari hasil survei di lapangan dan prosesnya berjalan terus.

Selama ini, lanjut dia, Pemkot Surabaya sudah melakukan tracing secara massif dan ceritanya lengkap. "Nah, Pakuwon Mall itu bukan menjadi sumber awal penularan, sehingga tidak dikatakan klaster," katanya.

Ia menjelaskan bahwa ketika ada pasien terkonfirmasi COVID-19, maka rumah sakit yang merawatnya itu wajib melaporkan kepada Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Surabaya. Laporan tersebut selanjutnya diserahkan ke Puskesmas untuk dilakukan tracing.

"Nanti akan diketahui OTG-nya siapa aja? keluarganya, rekan kantornya dan orang lainnya. Nah, setelah itu pihak Puskesmas membuat laporan epidemiologinya ke Dinkes Surabaya. Selanjutnya, Dinkes Surabaya melaporkan kepada Pemprov Jatim dan seterusnya," katanya.

Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini sebelumnya menyebut hingga saat ini ada sekitar 16 klaster penularan virus corona di Surabaya di antaranya klaster luar negeri, klaster area publik sebanyak sembilan, klaster Jakarta, klaster tempat kerja berjumlah tiga, klaster seminar dan pelatihan ada dua, klaster perkantoran berjumlah dua dan klaster asrama.

Menurut Risma, ketika ada warga yang positif maka belum tentu orang tersebut masuk dalam kategori klaster baru. Ia mencontohkan, misalnya klaster dari luar negeri, dimana petugas akan terus menelusuri kontak orang tersebut dengan siapa saja.

Jika dalam penelusuran itu ditemukan ada yang terkonfirmasi, maka orang tersebut menjadi satu bagian dengan klaster luar negeri. "Seperti yang terjadi di PT HM Sampoerna itu bukan lah klaster baru," katanya.

Pewarta: Abdul Hakim

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020