Badan Jaminan Penyelenggara Sosial (BPJS) Kesehatan menyatakan menghormati dan akan mematuhi putusan Mahkamah Agung (MA) terkait pembatalan kenaikan iuran peserta yang sudah mulai diberlakukan pada 1 Januari 2020.

Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris mengatakan meskipun menyatakan siap untuk mematuhi putusan MA tersebut, Ia menyatakan hingga saat ini belum menerima detil amar putusan yang dikeluarkan pada Senin (9/3) itu.

"Kami sangat menghormati, dan apa yang menjadi keputusan MA, kami akan patuhi. Namun, kami belum mendapatkan detil amar putusan tersebut," kata Fachmi, di Kota Malang, Jawa Timur, Rabu.

Fachmi menjelaskan, dengan belum mendapatkan salinan putusan tersebut, pihaknya belum bisa mengetahui detil teknis terkait putusan itu, yang salah satunya mencakup pembatalan kenaikan iuran BPJS Kesehatan itu akan mulai berlaku sejak kapan.

Selain itu, lanjut Fahmi, dengan dibatalkannya kenaikan iuran BPJS Kesehatan tersebut, pihaknya dalam waktu dekat akan melakukan penghitungan terkait dampak keuangan yang timbul dari putusan MA itu.



"Kami belum mendapatkan detil putusan itu, kapan mulai berlaku, apakah berlaku surut, atau sekarang. Kami juga akan hitung dampaknya terhadap pembatalan itu, termasuk implikasi keuangan," katanya.

Fachmi menambahkan, dalam waktu dekat pihaknya akan melakukan rapat termasuk berkoordinasi pada tingkat menteri, untuk mengantisipasi segala dampak yang timbul akibat pembatalan kenaikan iuran tersebut.

Rencananya, pada rapat yang akan dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan dalam waktu dekat ini, akan membahas detil putusan MA. Namun, BPJS Kesehatan menjamin bahwa operasional pelayanan kesehatan kepada masyarakat akan tetap dilakukan dengan sebaik-baiknya.

"Karena BPJS Kesehatan itu satu dari keseluruhan ekosistem pemerintahan, kita akan segera rapat koordinasi di tingkat menteri untuk mengantisipasi segala sesuatunya," kata Fachmi.

Pada Senin (9/3), Mahkamah Agung mengabulkan sebagian permohonan uji materi Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019, tentang Jaminan Kesehatan yang menetapkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan mulai 1 Januari 2020.

Uji materi tersebut diajukan oleh Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI), karena menilai kebijakan kenaikan iuran BPJS Kesehatan itu tidak disertai dengan alasan yang logis.

Dalam putusannya, MA menyatakan Pasal 34 ayat (1), dan (2) Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018, tentang Jaminan Kesehatan, tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Pada pasal tersebut, mengatur iuran peserta bukan penerima upah (PPBU) dan peserta bukan pekerja (BP) menjadi Rp42 ribu per orang per bulan, dengan manfaat pelayanan ruang perawatan kelas III.

Kemudian, iuran Rp110 ribu dengan manfaat ruang perawatan kelas II, dan Rp160 ribu dengan manfaat ruang perawatan kelas I. (*)
 

Pewarta: Vicki Febrianto

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020