Wali Kota Malang Sutiaji beserta seluruh camat dan jajaran OPD lainnya berkunjung ke Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, guna belajar dan melihat langsung praktik penerapan pemerintahan desa cerdas (program Smart Kampung).

Kunjungan kerja Wali Kota Malang ini berlangsung selama dua hari dan diterima Wakil Bupati Banyuwangi Yusuf Widyatmoko di Ruang Rapat Rempeg Jogopati Pemkab setempat.

"Dengan program Smart Kampung, Banyuwangi terbukti berupaya mendekatkan dan mempermudah pelayanan publik menggunakan kendaraan tekonologi komunikasi dan informasi (TIK). Desa-desa pun telah diajak untuk aktif menggunakan TIK. Ini yang ingin kami pelajari untuk mendorong pelaksanaan Smart City di Kota Malang," kata Wali Kota Sutiaji.

Program Smart Kampung di Banyuwangi, merupakan program pengembangan desa yang memadukan penggunaan teknologi informatika berbasis serat optik. Dan ada tujuh indikator Smart Kampung, meliputi pelayanan publik, pemberdayaan ekonomi, pelayanan kesehatan, pengembangan pendidikan, peningkatan kapasitas SDM, pengentasan kemiskinan dan informasi hukum.

"Kami ingin tahu hal yang terkait pelayanan berbasis teknologi informasi, hambatannya apa, kebutuhannya apa saja. Nanti akan kami terapkan di Kota Malang," tuturnya.

Selai itu, Sutiaji juga mengaku ingin belajar implementasi e-government yang terkait tata kelola keuangan daerah, di antaranya Aplikasi Sistem Informasi Manajemen Perencanaan, Penganggaran dan Pelaporan (SIMRAL) dan e-village budgeting, yang merupakan sistem penganggaran desa yang terintegrasi dalam jaringan. Karena, sistem tersebut, katanya, terbukti mampu meningkatkan akuntabilitas anggaran desa.

"Tak kalah penting, kami juga ingin belajar bagaimana menghilangkan ego sektoral. Dengan bekal soliditas yang kuat, kami ingin meningkatkan SAKIP dari BB menjadi A. Kami ingin seperti Banyuwangi yang sudah empat kali berturut-turut peroleh SAKIP A," ujar Sutiaji.

Sementara itu, Wakil Bupati Banyuwangi Yusuf Widyatmoko mengatakan bahwa program Smart Kampung merupakan inovasi daerah yang mendorong pelayanan desa berbasis teknologi informasi (TI).

Sebagai kabupaten terluas di Pulau Jawa, lanjut dia, jarak desa dan pusat kota di Banyuwangi sangat jauh dengan waktu tempuh bisa mencapai tiga jam, dan warga yang butuh dokumen harus menuju ke kantor kecamatan atau pusat kota yang lokasinya cukup jauh, sehingga tidak efisien.

"Dengan Smart Kampung, secara bertahap administrasi cukup diselesaikan di desa. Tapi tentu butuh TI karena yang berjalan adalah datanya, bukan orangnya," katanya.

Untuk menjawab tantangan pengelolaan keuangan desa yang mendapatkan dana besar dari APBN dan APBD, menurut ia, Banyuwangi mengembangkan e-village budgeting dan e-monitoring system. Perencanaan hingga pelaporan di tingkat desa terintegrasi dalam sebuah sistem.

"Dengan sistem ini, petugas bisa tahu progress pekerjaan hingga ke pelosok desa, lengkap dengan foto dan titik lokasinya tanpa harus keliling ke desa-desa, cukup dipantau melalui google map. Sistem ini juga bisa menghindari timbulnya proyek ganda atau fiktif," ujarnya.

Hingga saat ini, sebanyak 189 desa di Banyuwangi telah menjadi Smart Kampung dan telah teraliri fiber optic. Begitu juga di semua OPD, 45 puskesmas, 25 kecamatan dan 28 kelurahan. Semuanya telah terkoneksi menggunakan media wireless dan fiber optic.

Secara bertahap administrasi cukup diselesaikan di desa, seperti surat keterangan miskin (SPM) cukup diurus di kantor desa, dan warga tidak perlu lagi menuju kantor kecamatan atau dinas terkait di pusat kota.

Wali Kota Malang Sutiaji bersama jajarannya, selama kunjungan kerjanya  berkeliling ke sejumlah lokasi pelayanan publik, dan salah satunya lounge pelayanan publik di kantor Bupati Banyuwangi. (*)

Pewarta: Novi Husdinariyanto

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020