Komisi D Bidang Kesra dan Pendidikan DPRD Surabaya menyarankan agar peraturan ketahanan keluarga yang memiliki banyak indikator itu sebaiknya tidak dibebankan pada satu dinas atau organisasi perangkat daerah (OPD) di Pemerintah Kota Surabaya, Jatim.
"DP5A (Dinas Pengendalian Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak) Surabaya punya beban besar jika ketahanan keluarga dibebankan satu dinas," kata Sekretaris Komisi D DPRD Surabaya, Akmarawita Kadir di Surabaya, Senin.
Menurut dia, sesuai buku panduan Pembangunan Ketahanan Keluarga yang di keluarkan oleh Kementerian Permberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak tahun 2016 disebutkan ada lima indikator dalam mengukur ketahanan keluarga yaitu pertama landasan legalitas dan keutuhan keluarga (legalitas perkawinan, kelahiran dan kemitraan suami istri), kedua ketahanan fisik (kecukupan pangan, gizi, kesehatan dan tempat tidur).
Ketiga ketahanan ekonomi (pendapatan, pembiyaan pendidikan dan tempat tinggal), keempat ketahanan sosio-psikologi (sikap anti kekerasan, ketaantan hukum) dan kelima ketahanan sosio-budaya (partisipasi kiikutsertaan dalam keagamaan, bermasyarakat, pemahaman penggunaan media sosial).
Selain itu, lanjut dia, anggaran yang diberikan pada DP5A Surabaya selama ini juga minim, sehingga perlu adanya sinergi dan koordinasi yang baik dengan dinas-dinas yang lain.
"Jadi apabila ingin mengatur suatu aturan mengenai ketahanan keluarga sebaiknya mengatur output dari indikator-indikator tersebut dengan membuat penguatan alur yang baik dari berbagi dinas terkait," katanya.
Selain indikator tersebut, menurut Sekretaris Fraksi Partai Golkar DPRD Surabaya ini, juga telah diatur pula oleh berbagai undang-undang dan peraturan pemerintah lainnya. Sehingga, lanjut dia, yang perlu dilakukan adalah adanya peraturan yang menguatkan standar alur/grand disign.
"Dalam hal ini menurut saya peran Bappeko (Badan Perancangan Pembangunan Kota Surabaya) adalah sangat penting dalam ketahanan keluarga untuk mensinergikan semua dinas dalam mengontrol indikator-indikator tesebut tercapai dengan baik," katanya.
Grand disign tersebut, kata dia, harus dirancang sebaik dan sematang mungkin karena menjadi tolak ukur intervensi Pemkot Surabaya yang efektif. "Apabila berhasil saya yakin akan menekan jumlah MBR (Masyarakat Berpenghasilan Rendah) dan akan menjadi pondasi yang baik bagi keluarga dan masyarakat Surabaya," ujarnya.
Saat disinggung adanya RUU Tentang Ketahanan Keluarga yang menuai pro dan kontra di kalangan masyarakat, politikus Partai Golkar ini menilai RUU tersebut dirasa terlalau masuk mengatur kehidupan privasi keluarga, dan banyak tumpang tindih dengan peraturan -peraturan lain yang sudah ada.
Menurutnya, keluarga memang sangat penting, karena keluarga merupakan pondasi dalam pencapaian bermasyarakat yang diinginkan oleh suatu negara yang maju. Ketahanan keluarga yang baik akan menyebabkan masyarakat yang kuat dan merupakan dasar suatu negara yang kuat dan maju.
"Namun, ketahanan keluarga yang kurang baik atau menurun, dapat menyebabkan mundurunya suatu masyarakat dan menjadi dasar suatu negara yang tidak kuat dan tidak dapat maju. Banyak permasalahan-permasalahan sosial yang muncul akibat dari keretakan keluarga, akibat tidak baiknya ketahanan keluarganya," katanya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020
"DP5A (Dinas Pengendalian Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak) Surabaya punya beban besar jika ketahanan keluarga dibebankan satu dinas," kata Sekretaris Komisi D DPRD Surabaya, Akmarawita Kadir di Surabaya, Senin.
Menurut dia, sesuai buku panduan Pembangunan Ketahanan Keluarga yang di keluarkan oleh Kementerian Permberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak tahun 2016 disebutkan ada lima indikator dalam mengukur ketahanan keluarga yaitu pertama landasan legalitas dan keutuhan keluarga (legalitas perkawinan, kelahiran dan kemitraan suami istri), kedua ketahanan fisik (kecukupan pangan, gizi, kesehatan dan tempat tidur).
Ketiga ketahanan ekonomi (pendapatan, pembiyaan pendidikan dan tempat tinggal), keempat ketahanan sosio-psikologi (sikap anti kekerasan, ketaantan hukum) dan kelima ketahanan sosio-budaya (partisipasi kiikutsertaan dalam keagamaan, bermasyarakat, pemahaman penggunaan media sosial).
Selain itu, lanjut dia, anggaran yang diberikan pada DP5A Surabaya selama ini juga minim, sehingga perlu adanya sinergi dan koordinasi yang baik dengan dinas-dinas yang lain.
"Jadi apabila ingin mengatur suatu aturan mengenai ketahanan keluarga sebaiknya mengatur output dari indikator-indikator tersebut dengan membuat penguatan alur yang baik dari berbagi dinas terkait," katanya.
Selain indikator tersebut, menurut Sekretaris Fraksi Partai Golkar DPRD Surabaya ini, juga telah diatur pula oleh berbagai undang-undang dan peraturan pemerintah lainnya. Sehingga, lanjut dia, yang perlu dilakukan adalah adanya peraturan yang menguatkan standar alur/grand disign.
"Dalam hal ini menurut saya peran Bappeko (Badan Perancangan Pembangunan Kota Surabaya) adalah sangat penting dalam ketahanan keluarga untuk mensinergikan semua dinas dalam mengontrol indikator-indikator tesebut tercapai dengan baik," katanya.
Grand disign tersebut, kata dia, harus dirancang sebaik dan sematang mungkin karena menjadi tolak ukur intervensi Pemkot Surabaya yang efektif. "Apabila berhasil saya yakin akan menekan jumlah MBR (Masyarakat Berpenghasilan Rendah) dan akan menjadi pondasi yang baik bagi keluarga dan masyarakat Surabaya," ujarnya.
Saat disinggung adanya RUU Tentang Ketahanan Keluarga yang menuai pro dan kontra di kalangan masyarakat, politikus Partai Golkar ini menilai RUU tersebut dirasa terlalau masuk mengatur kehidupan privasi keluarga, dan banyak tumpang tindih dengan peraturan -peraturan lain yang sudah ada.
Menurutnya, keluarga memang sangat penting, karena keluarga merupakan pondasi dalam pencapaian bermasyarakat yang diinginkan oleh suatu negara yang maju. Ketahanan keluarga yang baik akan menyebabkan masyarakat yang kuat dan merupakan dasar suatu negara yang kuat dan maju.
"Namun, ketahanan keluarga yang kurang baik atau menurun, dapat menyebabkan mundurunya suatu masyarakat dan menjadi dasar suatu negara yang tidak kuat dan tidak dapat maju. Banyak permasalahan-permasalahan sosial yang muncul akibat dari keretakan keluarga, akibat tidak baiknya ketahanan keluarganya," katanya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020