Kepala Kejaksaan Negeri Situbondo Nur Slamet mengemukakan bahwa proses peradilan tindak pidana korupsi akan lebih efektif jika pelaksanaan peradilan tipikor dilaksanakan di daerah atau perkara korupsi ditangani pengadilan negeri di kabupaten/kota.
"Peradilan tipikor selama ini hanya ada di tingkat provinsi, dan ini membutuhkan biaya yang cukup tinggi, karena harus membawa terdakwa ke Pengadilan Tipikor Surabaya. Maka dari itu, akan lebih efektif jika proses peradilan dilakukan di daerah (Pengadilan Negeri Situbondo)," kata Nur Slamet kepada wartawan saat pers rilis dalam rangka memperingati Hari Anti-Korupsi se-Dunia di Situbondo, Jawa Timur, Senin.
Untuk efektifitas dalam pemberantasan tindak pidana korupsi, menurut dia, bagaimana pengadilan negeri di daerah bisa memroses tipikor dan tidak harus di Pengadilan Tipikor provinsi saja.
Kata Slamet, biaya dalam satu kasus tindak pidana korupsi dengan membawa terdakwa ke Pengadilan Tipikor Surabaya untuk proses peradilan bisa mencapai sekitar Rp60 juta.
"Oleh karena itu, ketika ada kasus korupsi di bawah Rp50 juta kami evaluasi, atau kami mengakali pelimpahan perkara dari kejaksaan dan kepolisian digabung, sehingga biayanya bisa memadai;" ucapnya.
Slamet menambahkan, sejauh ini Kejaksaan Negeri Situbondo terus menyosialisasikan pencegahan tindak pidana korupsi kepada seluruh pengguna keuangan negara, organisasi perangkat daerah (OPD) dan pemerintah desa.
Sementara itu, Kasi Pidsus Kejari Situbondo Reza Aditya Wardhana menyebutkan bahwa selama tahun 2019 (Januari-Desember) tercatat ada lima kasus tindak pidana korupsi yang ditangani kejaksaan, yakni kasus korupsi dana desa di Desa Kalianget, Kecamatan Banyuglugur dan Desa Gadingan, Kecamatan Jangkar.
Satu kasus korupsi belanja langsung dengan teedakwa Mantan Lurah Patokan Kecamatan Situbondo tahun 2017, dan kasus hasil sewa tanah kas desa (TKD) di Desa Sumberejo, Kecamatan Banyuputih.
"Sedangkan total penyelamatan keuangan negara mencapai pada 2019 khusus tindak pidana korupsi mencapai sekitar Rp200 juta," kata Reza. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019
"Peradilan tipikor selama ini hanya ada di tingkat provinsi, dan ini membutuhkan biaya yang cukup tinggi, karena harus membawa terdakwa ke Pengadilan Tipikor Surabaya. Maka dari itu, akan lebih efektif jika proses peradilan dilakukan di daerah (Pengadilan Negeri Situbondo)," kata Nur Slamet kepada wartawan saat pers rilis dalam rangka memperingati Hari Anti-Korupsi se-Dunia di Situbondo, Jawa Timur, Senin.
Untuk efektifitas dalam pemberantasan tindak pidana korupsi, menurut dia, bagaimana pengadilan negeri di daerah bisa memroses tipikor dan tidak harus di Pengadilan Tipikor provinsi saja.
Kata Slamet, biaya dalam satu kasus tindak pidana korupsi dengan membawa terdakwa ke Pengadilan Tipikor Surabaya untuk proses peradilan bisa mencapai sekitar Rp60 juta.
"Oleh karena itu, ketika ada kasus korupsi di bawah Rp50 juta kami evaluasi, atau kami mengakali pelimpahan perkara dari kejaksaan dan kepolisian digabung, sehingga biayanya bisa memadai;" ucapnya.
Slamet menambahkan, sejauh ini Kejaksaan Negeri Situbondo terus menyosialisasikan pencegahan tindak pidana korupsi kepada seluruh pengguna keuangan negara, organisasi perangkat daerah (OPD) dan pemerintah desa.
Sementara itu, Kasi Pidsus Kejari Situbondo Reza Aditya Wardhana menyebutkan bahwa selama tahun 2019 (Januari-Desember) tercatat ada lima kasus tindak pidana korupsi yang ditangani kejaksaan, yakni kasus korupsi dana desa di Desa Kalianget, Kecamatan Banyuglugur dan Desa Gadingan, Kecamatan Jangkar.
Satu kasus korupsi belanja langsung dengan teedakwa Mantan Lurah Patokan Kecamatan Situbondo tahun 2017, dan kasus hasil sewa tanah kas desa (TKD) di Desa Sumberejo, Kecamatan Banyuputih.
"Sedangkan total penyelamatan keuangan negara mencapai pada 2019 khusus tindak pidana korupsi mencapai sekitar Rp200 juta," kata Reza. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019