Sekitar 25 ton pupuk bersubsidi mulai disalurkan perusahaan pupuk pemerintah, PT Petrokimia Gresik, ke Kecamatan Tanggunggunung, Tulungagung, Jawa Timur, Jumat, menandai dibukanya blokir pupuk subsidi di wilayah tersebut sejak Juni 2019.
Pantauan di lokasi, beberapa truk pengangkut pupuk bersubsidi melakukan droping puluhan karung pupuk perbantuan ke agen dan posko gapoktan di desa-desa Kecamatan Tanggunggunung.
Para petani tampak gembira menyaksikan pupuk subsidi yang mereka nantikan mulai berdatangan.
Kepala Dinas Pertanian dan Holtikultura Kabupaten Tulungagung Suprapti mengatakan, blokir pupuk subsidi sejak Juni 2019 atau sekitar lima bulan lalu tersebut telah memaksa petani mengeluarkan ongkos lebih banyak karena harus membeli pupuk dengan harga nonsubsidi.
"Penghapusan atau blokir pupuk telah menyebabkan petani di sini (Tanggunggunung) menderita. Mereka harus beli pupuk ke daerah lain yang masih tersedia stok dengan harga yang lebih mahal. Wajar jika mereka kemudian marah dan kecewa," kata Suprapti.
Dia mengatakan, surat pemberitahuan pemblokiran diterima oleh Pemerintah Provinsi Jatim pada 14 Mei 2019. Surat pemblokiran itu selanjutnya disampaikan ke Pemkab Tulungagung pada 24 Mei 2019.
Awalnya, hanya 375 hektare lahan yang diblokir. Namun sesuai dengan data dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang menyatakan bahwa di Tanggunggunung tidak ada lahan pertanian berkelanjutan, maka pemblokiran dilakukan menyeluruh untuk 8 ribu hektare lebih lahan.
Sejak diblokir pada Juni, Pemkab Tulungagung melalui Dinas Pertaniann sudah menempuh berbagai usaha.
Sejak menerima surat pemberitahuan pemblokiran, pihaknya langsung mengumpulkan petani jagung di Tanggunggunung.
“Usaha kami menemui Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa dan terakhir dengan Wakil Gubernur, Mas Emil pada Selasa (5/11), dan pada Kamis (7/11) malam kami mendapat surat pemberitahuan pembukaan blokir," kata Suprapti.
Suprapti melanjutkan, di kecamatan ini ada sekitar 6.500 petani yang menggantungkan hidupnya dari bercocok tanam jagung.
Produksi jagung di Kecamatan Tanggunggunung sendiri sebesar sepertiga produksi jagung Kabupaten Tulungagung.
Pembukaan pemblokiran ini disambut bahagia oleh petani, karena dengan pemblokiran pupuk yang dilakukan sejak bulan Juni lalu, petani jagung di wilayah ini harus menebus pupuk dengan harga non subsidi yang harganya jauh di atas pupuk subsidi.
"Kami harus menebus pupuk non subsisi. Untuk subsidi urea 90 ribu, Ponska 115 ribu persak, kalau non subsidi Urea 120, Ponska 150, sangat mencekik,” ujar ketua Kelompok Tani Sido Dadi II, Suwarno.
Meski mahal, kata dia, pihaknya tetap saja menebus pupuk itu, karena merupakan kebutuhan yang tidak tergantikan untuk tanaman jagung.
Kebiasaan petani di Tanggunggunung selalu membeli pupuk sebelum musim tanam jagung sekitar Agustus, dengan asumsi musim kering (kemarau) berkakhir.
Musim tanam jagung sendiri biasanya dimulai pada September hingga Oktober, seiring datangnya hujan.
Dengan adanya blokir ini, musim tanam di sejumlah tempat di Tanggunggunung juga ikut mundur.
"Kami bersyukur pupuk subsidi akhirnya disalurkan pemerintah. Semoga tidak ada lagi blokir (pupuk) di daerah kami di masa mendatang," kata Suwarno, mewakili petani Tanggunggunung.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019
Pantauan di lokasi, beberapa truk pengangkut pupuk bersubsidi melakukan droping puluhan karung pupuk perbantuan ke agen dan posko gapoktan di desa-desa Kecamatan Tanggunggunung.
Para petani tampak gembira menyaksikan pupuk subsidi yang mereka nantikan mulai berdatangan.
Kepala Dinas Pertanian dan Holtikultura Kabupaten Tulungagung Suprapti mengatakan, blokir pupuk subsidi sejak Juni 2019 atau sekitar lima bulan lalu tersebut telah memaksa petani mengeluarkan ongkos lebih banyak karena harus membeli pupuk dengan harga nonsubsidi.
"Penghapusan atau blokir pupuk telah menyebabkan petani di sini (Tanggunggunung) menderita. Mereka harus beli pupuk ke daerah lain yang masih tersedia stok dengan harga yang lebih mahal. Wajar jika mereka kemudian marah dan kecewa," kata Suprapti.
Dia mengatakan, surat pemberitahuan pemblokiran diterima oleh Pemerintah Provinsi Jatim pada 14 Mei 2019. Surat pemblokiran itu selanjutnya disampaikan ke Pemkab Tulungagung pada 24 Mei 2019.
Awalnya, hanya 375 hektare lahan yang diblokir. Namun sesuai dengan data dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang menyatakan bahwa di Tanggunggunung tidak ada lahan pertanian berkelanjutan, maka pemblokiran dilakukan menyeluruh untuk 8 ribu hektare lebih lahan.
Sejak diblokir pada Juni, Pemkab Tulungagung melalui Dinas Pertaniann sudah menempuh berbagai usaha.
Sejak menerima surat pemberitahuan pemblokiran, pihaknya langsung mengumpulkan petani jagung di Tanggunggunung.
“Usaha kami menemui Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa dan terakhir dengan Wakil Gubernur, Mas Emil pada Selasa (5/11), dan pada Kamis (7/11) malam kami mendapat surat pemberitahuan pembukaan blokir," kata Suprapti.
Suprapti melanjutkan, di kecamatan ini ada sekitar 6.500 petani yang menggantungkan hidupnya dari bercocok tanam jagung.
Produksi jagung di Kecamatan Tanggunggunung sendiri sebesar sepertiga produksi jagung Kabupaten Tulungagung.
Pembukaan pemblokiran ini disambut bahagia oleh petani, karena dengan pemblokiran pupuk yang dilakukan sejak bulan Juni lalu, petani jagung di wilayah ini harus menebus pupuk dengan harga non subsidi yang harganya jauh di atas pupuk subsidi.
"Kami harus menebus pupuk non subsisi. Untuk subsidi urea 90 ribu, Ponska 115 ribu persak, kalau non subsidi Urea 120, Ponska 150, sangat mencekik,” ujar ketua Kelompok Tani Sido Dadi II, Suwarno.
Meski mahal, kata dia, pihaknya tetap saja menebus pupuk itu, karena merupakan kebutuhan yang tidak tergantikan untuk tanaman jagung.
Kebiasaan petani di Tanggunggunung selalu membeli pupuk sebelum musim tanam jagung sekitar Agustus, dengan asumsi musim kering (kemarau) berkakhir.
Musim tanam jagung sendiri biasanya dimulai pada September hingga Oktober, seiring datangnya hujan.
Dengan adanya blokir ini, musim tanam di sejumlah tempat di Tanggunggunung juga ikut mundur.
"Kami bersyukur pupuk subsidi akhirnya disalurkan pemerintah. Semoga tidak ada lagi blokir (pupuk) di daerah kami di masa mendatang," kata Suwarno, mewakili petani Tanggunggunung.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019