Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur Kohar Hari Santoso menyatakan langkah memberikan vaksin atau imunisasi menjadi kunci untuk menangani kasus pembawa (carrier) difteri, khususnya pada anak-anak, seperti yang terjadi di wilayah Kota Malang.
Karena itu, katanya di Malang, Kamis, dalam upaya untuk menangani kasus yang terjadi di Kota Malang, pihaknya berupaya untuk memberikan pemahaman, dan mendorong keikutsertaan dalam imunisasi.
"Kami berupaya memberikan pemahaman, dan menangani kasus yang terjadi, serta menggerakkan untuk imunisasi," katanya.
Baca juga: Ratusan siswa MIN 1 Kota Malang positif pembawa kuman difteri
Pentingnya imunisasi difteri tersebut, kata dia, untuk daya tahan seseorang sehingga tidak berisiko tertular penyakit difteri. Dengan mendapatkan imunisasi lengkap, maka masyarakat tidak perlu khawatir karena mereka memiliki daya tahan tubuh yang baik.
"Lebih utama, supaya seseorang punya imunitas yang baik, maka imunisasi harus dilakukan. Dan mereka yang sudah imunisasi lengkap, itu tidak usah khawatir saat ada kasus atau carrier, karena mereka sudah punya daya tahan," kata Kohar Hari Santoso.
Baca juga: Kasus difteri Kota Malang, pakar kesehatan dukung liburkan siswa pembawa kuman
Ratusan siswa dan puluhan guru yang berada di lingkungan Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) 1 Kota Malang dan Sekolah Menengah Atas Negeri 7 Kota Malang, teridentifikasi positif sebagai pembawa kuman difteri.
Tercatat, di MIN 1 Kota Malang, ada sebanyak 212 siswa dan 15 orang guru yang terindikasi positif sebagai pembawa kuman difteri tersebut. Sementara di SMAN 7 Kota Malang, ada sebanyak 42 siswa dan 20 orang guru yang juga terindikasi.
Segera imunisasi carrier
Sementara itu, dokter spesialis anak Rumah Sakit Saiful Anwar (RSSA) Malang dr. Irene Rartidewi, Sp. A(K), M. Kes mengatakan, terkait dengan ratusan siswa di Kota Malang yang teridentifikasi sebagai pembawa kuman difteri, setelah diberikan penanganan, harus segera diimunisasi.
"Cara penanganan yang paling baik adalah dengan imunisasi. Untuk pasien carrier, dan kontak erat, harus dilakukan eradikasi, dan mencegah, selanjutnya imunisasi," katanya kepada ANTARA.
Ia menjelaskan, suspect dan pembawa difteri merupakan dua hal berbeda. Suspect ditandai dengan seseorang yang mengalami gejala demam atau tanpa demam, dan memiliki seperti membran putih keabu-abuan di tenggorokan, sulit dilepas, dan mudah berdarah apabila dilepas.
Penetapan suspect difteri, secara klinis dilakukan oleh dokter setelah berkonsultasi dengan Tim Komisi Ahli Difteri Provinsi Jawa Timur atau nasional.
Ia menjelaskan, pada kasus yang terjadi di MIN 1 dan SMAN 7 Kota Malang, merupakan kasus dimana anak-anak tersebut menjadi pembawa kuman difteri. Pembawa kuman, merupakan orang yang sehat, dan tidak ada gejala apapun.
"Carrier adalah, orang yang sehat, tidak ada gejala, akan tetapi ada kumannya. Kita sebetulnya tidak tahu, di seluruh dunia itu carrier itu totalnya ada berapa banyak. Akan tetapi, bagaimana seseorang bisa menjadi carrier karena imunisasi tidak baik," ujar Irene.
Ia mengimbau kepada para orang tua untuk mengikutsertakan anak-anak mereka pada program imunisasi di sekolah. Di Kota Malang, program yang sudah tersebut akan dilaksanakan pada November 2019, melalui Bulan Imunisasi Sekolah (BIAS).
"Masih ada sebagian dari masyarakat yang menolak (imunisasi). Kami mengimbau, sebaiknya jika ada program imunisasi dari sekolah, anak-anaknya diikutsertakan," kata Irene, yang juga konsultan penyakit infeksi dan tropis anak.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019