Mita Kopiyah (35), peternak sapi perah di Desa Penjor, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, sukses meningkatkan produksi susu sapi perahan miliknya dari sebelumnya rata-rata 8-12 liter per hari/ekor menjadi 15-18 liter.
Menurut penjelasan Mita saat ditemui rombongan awak media dari Surabaya, Kediri dan Tulungagung yang sengaja datang ke sentra peternakannya di Desa Penjor, Kecamatan Pagerwojo, Tulungagung, Jumat, perubahan itu tak lepas dari jasa binaan Frisian Flag Indonesia (FFI) melalui program Farmer2Farmer yang diikutinya dua tahun terakhir.
"Alhamdulillah, perubahannya sangat terasa. Produksi susu secara keseluruhan meningkat sekitar 30-50 persen, kerjanya juga lebih efektif dan efisien," kata Mita dalam sesi bincang cerita suksesnya berternak sapi perah di bawah binaan FFI melalui Koperasi Bangun Lestari sejak 2018.
Baca juga: Permen buatan Dosen UMM ini bisa tingkatkan kualitas susu sapi perah
Mita Kopiyah sebenarnya tergolong baru di dunia peternakan sapi perah. Dia meniti usaha peternakan sapi perah sejak 2005. Itu pun dia lakoni karena melanjutkan profesi peternak dari keluarganya yang menggeluti usaha peternakan sapi potong.
Keinginan mengubah haluan dari peternak sapi potong ke peternak sapi perah dia mulai ketika Mita dan suaminya melihat saudara dan tetangga yang lebih dulu menjadi peternak sapi perah.
"Saya adalah generasi peternak sapi perah pertama di keluarga. Awalnya kami melihat saudara atau tetangga yang lebih dulu beralih menjadi peternak sapi perah. Sepertinya mereka mempunyai penghasilan lebih setiap bulan. Sementara jenis sapi pedaging harus menunggu lebih lama lagi," tutur Mita.
Awalnya, lanjut dia, modal membeli sapi perah didapatkan dari memelihara sapi perah milik orang lain dengan sistem bagi hasil.
Baca juga: Dosen UMM temukan krim anti-mastitis bagi sapi perah
Perlahan, pendapatan dari sistem ini mampu membeli satu sapi sendiri, hingga saat ini, Mita dan suaminya mempunyai 15 sapi perah dengan produksi sekitar 75 liter/hari.
Belajar ke Belanda
Ketekunan Mita dan suami menggeluti dunia peternakan dengan mengadopsi teknik pengelolaan peternakan secara modern sebagaimana panduan yang dia peroleh melalui program Farmer2Farmer mengantarkan ibu muda ini ke Belanda.
Ia terpilih menjadi satu dari empat peternak peserta program Farmer2Farmer yang dinyatakan lolos oleh tim seleksi dari FFI untuk mengikuti berbagai pelatihan selama dua pekan dengan peternak Belanda.
Di sana, Mita diajarkan manajemen kandang serta sistem pemeliharaan dengan standar, Good Farming Practices For Animal Production Food Safety yang ditetapkan oleh FAO.
Baca juga: Frisian Flag Perluas Program "Farmer2Farmer"
Standar penilaian keberhasilan usaha peternakan sapi perah menurut FAO terdiri dari beberapa aspek teknis antara lain: aspek pembibitan dan reproduksi, pakan dan air minum, pengelolaan, kandang dan peralatan, kesehatan dan kesejaahteraan ternak.
"Banyak pengetahuan yang didapatkan, terutama tentang kesehatan sapi, cara pemberian rumput, konsetrat dan air minum, hingga pola bentuk kandang yang tepat. Satu hal lagi yang paling penting adalah kebiasaan untuk mencatat atau 'diary' sapi. Jadi kami tahu produksi dan perkembangan sapi setiap harinya," katanya.
Sebelum mengikuti F2F, lanjut Mita, produksi susu dari peternakan biasanya berkisar di angka 8-12 liter/ekor/hari. Setelah program F2F, produksi sekarang biasanya stabil di angka 15-18/liter/ekor/hari. Bahkan beberapa hari bisa mencapai 26 liter.
"Secara pendapatan, kami juga mengalami kenaikan bahkan saat ini, anak saya tertarik untuk melanjutkan usaha ini," ujar Mita.
Dijelaskan, kompetisi Farmer2Farmer 2019 merupakan bagian dari program Farmer2Farmer dari FFI. Program berkelanjutan ini bernaung di bawah Dairy Development Program (DDP) oleh perusahaan induk, FrieslandCampina.
Program ini merupakan salah satu usaha untuk mewujudkan tujuan perusahaan, yaitu "Nourishing by Nature" ke dalam kehidupan sehari-hari.
Hal tersebut dilakukan dalam mencapai tujuan jangka panjang perusahaan yaitu memberikan nutrisi yang lebih baik kepada dunia, meningkatkan kesejahteraan peternak sapi perah lokal di negara-negara perusahaan beroperasi, serta membangun dunia yang lebih baik untuk generasi sekarang dan yang akan datang.
Tahun 2019 merupakan tahun ke tujuh dari implementasi program Farmer2Farmer.
Secara nasional, kompetisi ini dimulai dari awal tahun dengan melibatkan para peternak sapi perah lokal yang berasal dari empat koperasi peternak sapi perah di Jawa Barat dan Jawa Timur.
Empat koperasi itu adalah Koperasi Peternakan Sapi Bandung Selatan (KPSBS) Pangalengan dan Koperasi Peternakan Sapi Bandung Utara (KPSBU) Lembang di Jawa Barat, Koperasi Usaha Tani Ternak Suka Makmur dan Koperasi Bangun Lestari di Tulungagung, Jawa Timur.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019
Menurut penjelasan Mita saat ditemui rombongan awak media dari Surabaya, Kediri dan Tulungagung yang sengaja datang ke sentra peternakannya di Desa Penjor, Kecamatan Pagerwojo, Tulungagung, Jumat, perubahan itu tak lepas dari jasa binaan Frisian Flag Indonesia (FFI) melalui program Farmer2Farmer yang diikutinya dua tahun terakhir.
"Alhamdulillah, perubahannya sangat terasa. Produksi susu secara keseluruhan meningkat sekitar 30-50 persen, kerjanya juga lebih efektif dan efisien," kata Mita dalam sesi bincang cerita suksesnya berternak sapi perah di bawah binaan FFI melalui Koperasi Bangun Lestari sejak 2018.
Baca juga: Permen buatan Dosen UMM ini bisa tingkatkan kualitas susu sapi perah
Mita Kopiyah sebenarnya tergolong baru di dunia peternakan sapi perah. Dia meniti usaha peternakan sapi perah sejak 2005. Itu pun dia lakoni karena melanjutkan profesi peternak dari keluarganya yang menggeluti usaha peternakan sapi potong.
Keinginan mengubah haluan dari peternak sapi potong ke peternak sapi perah dia mulai ketika Mita dan suaminya melihat saudara dan tetangga yang lebih dulu menjadi peternak sapi perah.
"Saya adalah generasi peternak sapi perah pertama di keluarga. Awalnya kami melihat saudara atau tetangga yang lebih dulu beralih menjadi peternak sapi perah. Sepertinya mereka mempunyai penghasilan lebih setiap bulan. Sementara jenis sapi pedaging harus menunggu lebih lama lagi," tutur Mita.
Awalnya, lanjut dia, modal membeli sapi perah didapatkan dari memelihara sapi perah milik orang lain dengan sistem bagi hasil.
Baca juga: Dosen UMM temukan krim anti-mastitis bagi sapi perah
Perlahan, pendapatan dari sistem ini mampu membeli satu sapi sendiri, hingga saat ini, Mita dan suaminya mempunyai 15 sapi perah dengan produksi sekitar 75 liter/hari.
Belajar ke Belanda
Ketekunan Mita dan suami menggeluti dunia peternakan dengan mengadopsi teknik pengelolaan peternakan secara modern sebagaimana panduan yang dia peroleh melalui program Farmer2Farmer mengantarkan ibu muda ini ke Belanda.
Ia terpilih menjadi satu dari empat peternak peserta program Farmer2Farmer yang dinyatakan lolos oleh tim seleksi dari FFI untuk mengikuti berbagai pelatihan selama dua pekan dengan peternak Belanda.
Di sana, Mita diajarkan manajemen kandang serta sistem pemeliharaan dengan standar, Good Farming Practices For Animal Production Food Safety yang ditetapkan oleh FAO.
Baca juga: Frisian Flag Perluas Program "Farmer2Farmer"
Standar penilaian keberhasilan usaha peternakan sapi perah menurut FAO terdiri dari beberapa aspek teknis antara lain: aspek pembibitan dan reproduksi, pakan dan air minum, pengelolaan, kandang dan peralatan, kesehatan dan kesejaahteraan ternak.
"Banyak pengetahuan yang didapatkan, terutama tentang kesehatan sapi, cara pemberian rumput, konsetrat dan air minum, hingga pola bentuk kandang yang tepat. Satu hal lagi yang paling penting adalah kebiasaan untuk mencatat atau 'diary' sapi. Jadi kami tahu produksi dan perkembangan sapi setiap harinya," katanya.
Sebelum mengikuti F2F, lanjut Mita, produksi susu dari peternakan biasanya berkisar di angka 8-12 liter/ekor/hari. Setelah program F2F, produksi sekarang biasanya stabil di angka 15-18/liter/ekor/hari. Bahkan beberapa hari bisa mencapai 26 liter.
"Secara pendapatan, kami juga mengalami kenaikan bahkan saat ini, anak saya tertarik untuk melanjutkan usaha ini," ujar Mita.
Dijelaskan, kompetisi Farmer2Farmer 2019 merupakan bagian dari program Farmer2Farmer dari FFI. Program berkelanjutan ini bernaung di bawah Dairy Development Program (DDP) oleh perusahaan induk, FrieslandCampina.
Program ini merupakan salah satu usaha untuk mewujudkan tujuan perusahaan, yaitu "Nourishing by Nature" ke dalam kehidupan sehari-hari.
Hal tersebut dilakukan dalam mencapai tujuan jangka panjang perusahaan yaitu memberikan nutrisi yang lebih baik kepada dunia, meningkatkan kesejahteraan peternak sapi perah lokal di negara-negara perusahaan beroperasi, serta membangun dunia yang lebih baik untuk generasi sekarang dan yang akan datang.
Tahun 2019 merupakan tahun ke tujuh dari implementasi program Farmer2Farmer.
Secara nasional, kompetisi ini dimulai dari awal tahun dengan melibatkan para peternak sapi perah lokal yang berasal dari empat koperasi peternak sapi perah di Jawa Barat dan Jawa Timur.
Empat koperasi itu adalah Koperasi Peternakan Sapi Bandung Selatan (KPSBS) Pangalengan dan Koperasi Peternakan Sapi Bandung Utara (KPSBU) Lembang di Jawa Barat, Koperasi Usaha Tani Ternak Suka Makmur dan Koperasi Bangun Lestari di Tulungagung, Jawa Timur.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019