Lebih dari 5.000 mahasiswa dari berbagai kampus di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, Kamis, menggelar demonstrasi menolak Rancangan Undang-Undang KUHP dan revisi Undang-undang KPK yang baru disahkan DPR RI.
Datang menggunakan berbagai kendaraan, para pedemo yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Tulungagung berkumpul di halaman kantor Pemkab Tulungagung, lalu bergerak bersama berjalan kaki menuju depan kantor DPRD setempat.
Sambil membentangkan aneka poster bernada protes dan menggunakan pengeras suara, massa aksi terus berorasi meneriakkan tuntutannya seputar RUU KUHP yang dinilai bermasalah, pasal-pasal kontroversial, penolakan terhadap Undang-undang KPK yang baru disahkan, masalah kebakaran hutan, konflik Papua hingga persoalan lokal pembalakan kayu Sonokeling yang tak kunjung ditangani polisi.
Massa juga mengecam aksi kekerasan, represi terhadap aktivis mahasiswa yang turun ke jalan di daerah lain.
Mereka menuntut polisi menindak tegas oknum aparat yang bertindak melampaui batas kewenangannya dalam mengamankan aksi mahasiswa.
"Aksi ini kami lakukan karena kami khawatir pemerintah menyalahgunakan jika RUU tersebut disahkan," kata Awaludin, salah satu Korlap aksi dari Aliansi Mahasiswa Tulungagung.
Karenanya, mereka menuntut RUU KUHP dicabut, tidak sebatas ditunda. Kalaupun tetap disahkan, mahasiswa mendesak agar pasal-pasal kontroversial dihilangkan.
Awaludin dan para orator yang berorasi menggunakan pengeras suara dati atas mobil pikap juga menegaskan posisi mereka yang berada di pihak KPK.
"Kami tak akan membiarkan KPK dilemahkan, dengan cara apapun. Tolak (revisi) UU KPK," tegasnya.
Aksi massa mahasiswa ini menjadi yang terbesar yang pernah terjadi di Kota Marmer. Ratusan personel polisi dikerahkan. Mobil lapis baja juga disiagakan depan kantor DPRD Tulungagung.
Sementara di luar pagar kantor dewan, pagar kawat berduri telah dipasang di sepanjang garis menuju gedung DPRD guna mengantisipasi pergerakan massa ke dalam.
Hampir dua jam aksi berlangaung, aksi ribuan mahasiswa itu akhirnya menarik perhatian anggota DPRD Tulungagung.
Ketua DPRD Tulungagung Marsono dan sejumlah unsur pimpinan dan anggota akhirnya keluar kantor untuk menemui para mahasiswa.
Didampingi Kapolres Tulungagung AKBP Eva Guna Pandia, ketua dewan dari PDIP ini sempat berorasi di atas mobil pikap bermuatan pengeras suara yang dibawa dan memberikan sambutan dan dukungan terhadap gerakan mahasiswa.
Namun, ia mengingatkan agar etika dan kesopanan tetap dijunjung tinggi oleh mahasiswa.
Marsono yang berjanji untuk menampung dan akan meneruskan aspirasi mahasiswa itu DPR pusat maupun pemerintah.
Aksi ditutup dengan penandatangan delapan (8) poin tuntutan mahasiswa oleh para wakil rakyat termasuk Marsono, dan lalu menyerahkannya ke para wakil rakyat.
Selesai aksi, mahasiswa kembali pulang menuju titik kumpul di depan gedung Pemkab Tulungagung sambil membersihkan aneka sampah plastik ataupun lainnya di lokasi unjuk rasa maupun sepanjang perjalanan aksi.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019
Datang menggunakan berbagai kendaraan, para pedemo yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Tulungagung berkumpul di halaman kantor Pemkab Tulungagung, lalu bergerak bersama berjalan kaki menuju depan kantor DPRD setempat.
Sambil membentangkan aneka poster bernada protes dan menggunakan pengeras suara, massa aksi terus berorasi meneriakkan tuntutannya seputar RUU KUHP yang dinilai bermasalah, pasal-pasal kontroversial, penolakan terhadap Undang-undang KPK yang baru disahkan, masalah kebakaran hutan, konflik Papua hingga persoalan lokal pembalakan kayu Sonokeling yang tak kunjung ditangani polisi.
Massa juga mengecam aksi kekerasan, represi terhadap aktivis mahasiswa yang turun ke jalan di daerah lain.
Mereka menuntut polisi menindak tegas oknum aparat yang bertindak melampaui batas kewenangannya dalam mengamankan aksi mahasiswa.
"Aksi ini kami lakukan karena kami khawatir pemerintah menyalahgunakan jika RUU tersebut disahkan," kata Awaludin, salah satu Korlap aksi dari Aliansi Mahasiswa Tulungagung.
Karenanya, mereka menuntut RUU KUHP dicabut, tidak sebatas ditunda. Kalaupun tetap disahkan, mahasiswa mendesak agar pasal-pasal kontroversial dihilangkan.
Awaludin dan para orator yang berorasi menggunakan pengeras suara dati atas mobil pikap juga menegaskan posisi mereka yang berada di pihak KPK.
"Kami tak akan membiarkan KPK dilemahkan, dengan cara apapun. Tolak (revisi) UU KPK," tegasnya.
Aksi massa mahasiswa ini menjadi yang terbesar yang pernah terjadi di Kota Marmer. Ratusan personel polisi dikerahkan. Mobil lapis baja juga disiagakan depan kantor DPRD Tulungagung.
Sementara di luar pagar kantor dewan, pagar kawat berduri telah dipasang di sepanjang garis menuju gedung DPRD guna mengantisipasi pergerakan massa ke dalam.
Hampir dua jam aksi berlangaung, aksi ribuan mahasiswa itu akhirnya menarik perhatian anggota DPRD Tulungagung.
Ketua DPRD Tulungagung Marsono dan sejumlah unsur pimpinan dan anggota akhirnya keluar kantor untuk menemui para mahasiswa.
Didampingi Kapolres Tulungagung AKBP Eva Guna Pandia, ketua dewan dari PDIP ini sempat berorasi di atas mobil pikap bermuatan pengeras suara yang dibawa dan memberikan sambutan dan dukungan terhadap gerakan mahasiswa.
Namun, ia mengingatkan agar etika dan kesopanan tetap dijunjung tinggi oleh mahasiswa.
Marsono yang berjanji untuk menampung dan akan meneruskan aspirasi mahasiswa itu DPR pusat maupun pemerintah.
Aksi ditutup dengan penandatangan delapan (8) poin tuntutan mahasiswa oleh para wakil rakyat termasuk Marsono, dan lalu menyerahkannya ke para wakil rakyat.
Selesai aksi, mahasiswa kembali pulang menuju titik kumpul di depan gedung Pemkab Tulungagung sambil membersihkan aneka sampah plastik ataupun lainnya di lokasi unjuk rasa maupun sepanjang perjalanan aksi.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019