Ketua DPRD sementara Kabupaten Pamekasan, Halili Yasin membantah kabar yang berkembang di masyarakat bahwa Pemkab Pamekasan di Pulau Madura, Jawa Timur menarik fee atau uang sebesar Rp15 ribu pada setiap pembelian tembakau 1 kilogram tembakau oleh pihak pabrikan kepada petani.

"Itu tidak benar dan itu merupakan isu politik yang sengaja diciptakan oleh oknum masyarakat," kata Halili kepada ANTARA di Pamekasan, Rabu.

Politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Kabupaten Pamekasan ini mengemukakan hal itu, menjelaskan hasil inspeksi mendadak (sidak) ke perwakilan perusahaan rokok Gudang Garam di Pamekasan.

Halili melakukan sidak bersama sejumlah anggota DPRD Pamekasan lainnya, atas permintaan pengunjuk rasa yang mengatas namakan diri Masyarakat Pembela Tembakau.

Ia menuturkan, saat sidak itu, perwakilan pengunjuk rasa melakukan klarifikasi secara langsung kepada pihak gudang tentang tudingan yang beredar di masyarakat bahwa Pemkab dan Bupati Pamekasan Baddrut Tamam mengambil jatah uang sebesar Rp15 ribu dalam setiap pembelian tembakau.

Saat itu, sambung Halili pihak pabrikan langsung menjawab pertanyaan perwakilan pengunjuk rasa tersebut dan menegaskan bahwa Pemkab dan Bupati Pamekasan tidak mengambil jatah sepersenpun terkait pembelian tembakau itu.

Menurut Halili, isu fee pembelian tembakau itu bukan hanya terjadi kali ini saja, akan tetapi sudah berlangsung sejak lama, yakni saat Bupati Pamekasan dijabat oleh Kholilurrahman hingga bupati penggantinya, yakni Achmad Syafii.

Isu ini sengaja diciptakan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab, dan selalu menjadi alat politik untuk mengganggu stabilitas politik lokal di Pamekasan.

"Kalau Pemkab Pamekasan menerima fee terkait pembelian tembakau ini, seharusnya kami di DPRD Pamekasan juga dapat. Karena yang menarik fee itu adalah pemkab," ujar Halili.

Selain membantah tentang penarikan uang dalam setiap pembelian tembakau, Halili juga meluruskan pemberitaan yang berkembang di media tentang patokan harga pembelian.

Menurut dia, harga jual tembakau berdasarkan kesepakatan antara pembeli dengan pedagang, dalam hal ini pihak pabrikan, dan pemerintah tidak bisa melakukan intervensi harga.

"Tembakau ini berbeda dengan garam. Kalau garam, pemerintah memang harus melakukan intervensi, karena ada BUMN yang mengurus masalah tersebut, yakni PT Garam. Kalau tembakau pembeliannya murni oleh swasta," katanya.

Namun demikian, sambung Halili, dalam hal tata niaga tembakau, pemkab hanya bisa membantu dengan memberikan rambu-rambu. Antara lain pada pengambilan sampel, dan potongan tikar bungkus tembakau.

Pengambilan sambel diatur dalam perda tata niaga tembakau tidak boleh lebih dari 1 kilogram, dan demikian juga bungkus tembakau atau tikar.

"Kalau soal harga, sekali lagi, pemerintah tidak bisa melakukan intervensi, karena pembelian tembakau ini oleh pihak swasta, dan berdasarkan kesepakatan antara pihak pabrikan dengan dengan petani tembakau," katanya, menambahkan.

Sebelumnya sekelompok orang berunjuk rasa ke kantor DPRD dan Pemkab Pamekasan terkait murahnya harga beli tembakau oleh pihak pabrikan. Mereka menuntut agar pemkab melakukan intervensi pembelian tembakau, dan memprotes kabar yang bereda bahwa pemkab menarik uang sebesar Rp15 ribu dari setiap transaksi pembelian tembakau yang dilakukan oleh pihak pabrikan di Pamekasan.

Pewarta: Abd Aziz

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019