Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara menegaskan pascakerusuhan di Papua pihaknya tidak menutup akses internet di wilayah itu melainkan membatasinya.
Menkominfo Rudiantara usai membuka acara Gamers Land Party (GLP) 2019 di Jatim Expo, Surabaya, Sabtu, menyatakan alasannya membatasi akses internet di wilayah itu karena banyaknya hoaks di media sosial.
"Kalau dilihat memang di dunia nyata lebih kondusif. Di jalan tidak ada yang demo. Tapi di dunia maya malah banyak hoaks, provokasi dan mengadu domba," kata Rudiantara.
Rudiantara menjelaskan, pascakerusuhan Papua banyak berita bohong di media sosial yang mengatakan adanya korban masyarakat. Padahal, kata dia, kejadian yang sebenarnya bukan terjadi di Papua dan bukan saat ini.
Di negara lain jika ada peristiwa kerusuhan, akan dilakukan penutupan internet. Namun di Indonesia hanya dilakukan pembatasan.
"10 negara di dunia jika menangani hal demikian (kerusuhan) adalah dengan penutupan internet. Sedang di sini hanya pembatasan data. SMS masih jalan," katanya.
Rudiantara mengatakan pembatasan internet sesuai dengan dasar hukum yang ada dan mengacu pada UUD yakni Hak Asasi Manusia (HAM) karena untuk melindungi hak orang lain.
Sementara di UU ITE pasal 40 dituliskan pemerintah diwajibkan melindungi masyarakat. Oleh karena, kata Rudiantara, pemerintah punya kewenangan untuk membatasi internet.
"Jika saya tidak melakukan itu berarti tidak melindungi masyarakat. Pembatasan internet data ini untuk kepentingan bersama. Mudah-mudahan situasi segera kondusif tidak hanya di dunia nyata tapi di dunia maya," ujarnya.
Mengenai sampai kapan pembatasan internet tersebut, dia menyatakan belum bisa memutuskan karena harus berkoordinasi lebih dahulu dengan pihak lain seperti aparat kepolisian.
"Saya tidak bisa memutuskan. Yang bisa memutuskan teman-teman di lapangan. Saya tidak melakukan ini sendiri tapi kerja sama dengan pihak hukum. Saya ajak ayo jaga dunia maya jangan sampai dikotori hoaks atau adu domba," ucapnya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019
Menkominfo Rudiantara usai membuka acara Gamers Land Party (GLP) 2019 di Jatim Expo, Surabaya, Sabtu, menyatakan alasannya membatasi akses internet di wilayah itu karena banyaknya hoaks di media sosial.
"Kalau dilihat memang di dunia nyata lebih kondusif. Di jalan tidak ada yang demo. Tapi di dunia maya malah banyak hoaks, provokasi dan mengadu domba," kata Rudiantara.
Rudiantara menjelaskan, pascakerusuhan Papua banyak berita bohong di media sosial yang mengatakan adanya korban masyarakat. Padahal, kata dia, kejadian yang sebenarnya bukan terjadi di Papua dan bukan saat ini.
Di negara lain jika ada peristiwa kerusuhan, akan dilakukan penutupan internet. Namun di Indonesia hanya dilakukan pembatasan.
"10 negara di dunia jika menangani hal demikian (kerusuhan) adalah dengan penutupan internet. Sedang di sini hanya pembatasan data. SMS masih jalan," katanya.
Rudiantara mengatakan pembatasan internet sesuai dengan dasar hukum yang ada dan mengacu pada UUD yakni Hak Asasi Manusia (HAM) karena untuk melindungi hak orang lain.
Sementara di UU ITE pasal 40 dituliskan pemerintah diwajibkan melindungi masyarakat. Oleh karena, kata Rudiantara, pemerintah punya kewenangan untuk membatasi internet.
"Jika saya tidak melakukan itu berarti tidak melindungi masyarakat. Pembatasan internet data ini untuk kepentingan bersama. Mudah-mudahan situasi segera kondusif tidak hanya di dunia nyata tapi di dunia maya," ujarnya.
Mengenai sampai kapan pembatasan internet tersebut, dia menyatakan belum bisa memutuskan karena harus berkoordinasi lebih dahulu dengan pihak lain seperti aparat kepolisian.
"Saya tidak bisa memutuskan. Yang bisa memutuskan teman-teman di lapangan. Saya tidak melakukan ini sendiri tapi kerja sama dengan pihak hukum. Saya ajak ayo jaga dunia maya jangan sampai dikotori hoaks atau adu domba," ucapnya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019