Pengurus Cabang Nahdatul Ulama Kota Surabaya mendukung pengembangan kurikulum antikorupsi  di sekolah-sekolah yang ada di Kota Pahlawan, Jawa Timur,  yang dilakukan secara holistik sebagai upaya pencegahan dini adanya praktik korupsi, kolusi dan nepotisme.
 
"Antikorupsi tidak boleh sekadar diajarkan, tapi dididikkan melalui pendidikan formal di sekolah, maupun secara informal di keluarga dan masyarakat," kata Ketua  Pengurus Cabang Nahdatul Ulama (PCNU) Kota Surabaya Achmad Muhibbin Zuhri kepada ANTARA di Surabaya, Senin.

Namun, lanjut dia, diperlukan juga pengembangan kurikulum antikorupsi yang holistik, tidak hanya menyentuh pada ranah kognitif siswa, tetapi harus sampai menjangkau ranah afektif mereka.

Menurutnya, siswa perlu dibekali penguasaan dasar mengenai berbagai  ketentuan hukum seputar korupsi dan bagaimana mengantisipasi potensi korupsi serta menyikapi tindakan koruptif yang dijumpainya di kehidupan riil. 

Selain itu, kata dia, pemberian contoh dan pembiasaan merupakan metode wajib yang harus diterapkan dalam konteks pendidikan antikorupsi tersebut. Contoh (modelling) harus diberikan oleh guru dan seluruh tenaga kependidikan di sekolah secara konsisten dalam penyelenggaraan pendidikan maupun dalam kehidupan di keluarga dan masyarakat. 

"Kesahajaan, disiplin dalam tugas, kejujuran, dan keterbukaan merupakan beberapa contoh sikap yang harus melekat dalam pribadi pendidik dan tenaga kependidikan. Tanpa contoh yang baik, pengetahuan antikorupsi tidak banyak berguna," ujarnya.

Selain itu, lanjut dia, pembiasaan (mulahadhah) juga tidak kalah pentingnya, seperti halnya guru harus menanamkan nilai (value), sikap (attitude) dan minat (interest) tentang pentingnya anti korupsi. Melalui pendekatan ini akan terbangun karakter yang mendukung gerakan antikorupsi, antara lain hidup bersahaja, jujur, disiplin, sensitif dan kritis terhadap setiap gejala dan tindakan koruptif. 

Begitu juga dalam hal penanaman nilai, eksplorasi kearifan lokal (local wisdom) dan agama perlu dilakukan dengan tepat, karena jika tidak, bias tafsir yang permissif terhadap tindakan yang mengarah pada korupsi, akan cukup mengganggu pencapaian tujuan pendidikan anti korupsi.

"Contoh bias tafsir itu, adalah penggunaan terma 'shodaqoh', ucapan 'terima kasih', 'tahu diri', dan sebagainya," kata dosen Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya ini.

Hal lain, kata dia, yang perlu dilakukan adalah integrasi pendidikan antikorupsi di sekolah dengan aktivitas sosial di masyarakat dan keluarga, misalnya di tempat mengaji, di masjid, komunitas hobi dan organisasi pelajar/remaja/pemuda serta organisasi kemasyarakatan lain.

"Terakhir, korupsi harus dipandang sebagai sesuatu yang sistemik, maka melawannya juga harus sistemik. Artinya, tidak boleh parsial. Seluruh subsistem dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat harus bersama-sama secara simultan melakukan gerakan antikotupsi," katanya.

Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini pada saat kegiatan "roadshow" Bus KPK 2019 "Jelajah Negeri Bangun Antikorupsi" berupa workhop yang digelar di Gedung Siola, Kota Surabaya, Sabtu (13/7), mengatakan mata pelajaran antikorupsi siap masuk sekolah-sekolah di Kota Surabaya.

Menurut Risma, pihaknya berencana akan membuat kisi-kisi untuk membuat mata pelajaran (mapel) atau kurikulum antikorupsi di sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP) di Surabaya.

"Setiap hari pelajaran tentang antikorupsi harus diajarkan, bukan hanya sekadar dihafalkan. Nanti saya bersama Dinas Pendidikan (Dispendik) akan membuat Peraturan Wali Kota (Perwali) Surabaya pendidikan antikorupsi," katanya.
 
Menurut Risma, kurikulum antikorupsi itu nantinya akan diintegrasikan dalam pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKN) yang ada di sekolah. Bagi Wali Kota Risma, kurikulum itu yang paling penting adalah penerapan dalam kehidupan sehari-hari, seperti nilai kedisiplinan, kejujuran, tidak mencontek dan mampu membentuk karakter siswa yang lebih baik lagi. 

"Pelajaran itu untuk perilaku bukan dihafalkan, jadi untuk membentuk perilaku siswa sehari-hari," katanya. (*)


 

 

Pewarta: Abdul Hakim

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019