Masalah kekeringan di empat kabupaten di Pulau Madura, Jawa Timur menjadi masalah tahunan yang hingga kini belum teratasi.

Setiap kemarau, sebagian warga yang tinggal di empat kabupaten di Pulau Garam ini, selalu kesulitan untuk mendapatkan air bersih, sebab sumber mata air menyusut dan sumur-sumur warga mengering.

Akibatnya, produksi pertanian yang membutuhkan banyak air, seperti padi dan jagung terhenti, karena persediaan air bersih tidak mencukupi. Lahan dan sawah sebagian besar mengering, dan persoalan seperti itu terjadi setiap tahun, saat kemarau.

Berdasarkan data pada Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) pemkab di empat kabupaten di Pulau Madura, jumlah total desa yang biasa mengalami kekeringan dan kekurangan air bersih saat kemarau seperti sekarang ini sebanyak 248 desa dari total 990 desa/kelurahan, tersebar di 45 kecamatan dari total 72 kecamatan.

Perinciannya, di Kabupaten Sumenep sebanyak 37 desa di 10 kecamatan,Pamekasan sebanyak 80 desa di 10 kecamatan, lalu di Kabupaten Sampang sebanyak 67 desa, tersebar di 14 kecamatan, dan di Kabupaten Bangkalan desa-desa yang biasa mengalami kekeringan dan kekurangan air bersih sebanyak 64 desa yang tersebar di 11 kecamatan di wilayah itu.

Kepala BPBD Pemkab Pamekasan Akmalul Firdaus menuturkan, jenis kekeringan yang terjadi selama ini ada dua, yakni kering kritis dan kering langka.

Kekeringan kritis terjadi karena pemenuhan air di dusun/desa itu mencapai 10 liter lebih per orang per hari. Jarak yang ditempuh masyarakat untuk mendapatkan ketersediaan air bersih sejauh 3 kilometer bahkan lebih.

Sementara yang dimaksud dengan kering langka, kebutuhan air di dusun itu di bawah 10 liter saja per orang per hari. Jarak tempuh dari rumah warga ke sumber mata air terdekat, sekitar 0,5 kilometer hingga 3 kilometer.

Dampak pada Pertanian

Kasus kekeringan dan kekurangan air yang biasa melanda sebagian wilayah di Pulau Madura ini memiliki dampak sistemik terhadap produksi pertanian masyarakat di Pulau Madura.

Saat kemarau seperti sekarang ini, hampir produksi pertanian di pulau berpenduduk lebih dari 3,9 juta jiwa ini terhenti, karena lahan-lahan pertanian mayoritas kering. Hanya pada titik-titik tertentu saja yang perairannya lancar yang berproduksi.

Tidak hanya itu saja, bidang peternakan juga terdampak kekeringan. Sebab, para peternak kesulitan mendapatkan pakan ternak mereka akibat rumput-rumput di lahan pertanian warga kering.

"Ini memang menjadi masalah tahunan. Jadi, kekeringan yang terjadi tidak hanya berdampak pada bidang pertanian saja, akan tetapi juga pada bidang peternakan," kata Kepala Dinas Peternakan Pemkab Pamekasan Bambang Prayogi.

Pakan ternak, kata Bambang sangat berarti bagi para peternak, apalagi di Pamekasan ini, para petani umumnya juga beternak hewan, seperti sapi dan kambing.

Dengan demikian, kasus kekeringan dan kekurangan air bersih menjadi kendala tersendiri bagi pengembangan usaha ternak di Pamekasan, dan termasuk para peternak di tiga kabupaten di Madura, seperti Kabupaten Sampang, Sumenep dan Bangkalan.

Sementara di satu sisi, bantuan distribusi air bersih yang disalurkan pemkab, hanya untuk memenuhi kebutuhan konsumsi warga, seperti untuk kebutuhan mandi, dan memasak.

Butuh Bantuan SPAM

Salah satu upaya yang kini sedang dilakukan pemkab di Madura untuk mengatasi masalah kekeringan ini adalah mengajukan bantuan sistem penyediaan air minum (SPAM) dan embung kepada pemerintah pusat.

Menurut Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Pemkab Sampang Anang Djoenaidi, SPAM dan pembangunan embung untuk mengatasi kekeringan saat kemarau sangat dibutuhkan.

Ini dilakukan, karena anggaran yang tersedia terbatas. Tahun ini saja, alokasi anggaran yang disediakan pemerintah untuk penanggulangan bencana sebesar Rp5 miliar, dan itupun terbagi di beberapa organisasi perangkat daerah.

"Jadi, anggaran sebesar Rp5 miliar itu, bukan hanya untuk mengatasi kekeringan dan kekurangan air bersih saja, akan tetapi juga dari institusi lainnya juga," kata Anang, menambahkan.

Hal senada juga disampaikan Kepala BPBD Pemkab Pamekasan Akmalul Firdaus.

Ia menjelaskan, selain SPAM dan pembangunan embung, upaya lain yang perlu dilakukan adalah pengeboran sumber air.

"Sebenarnya sebagian desa disini sudah ada program bantuan pengeboran, tapi belum banyak, karena kemampuan anggaran pemkab memang terbatas," katanya.

Oleh karenanya, sebagaimana Pemkab Sampang, Pemkab Pamekasan juga berharap, pemerintah pusat bisa membantu mengucurkan anggaran untuk penyediaan air bersih.

"Sebab salah satu indikator kemakmuran sebuah daerah itu adalah ketersediaan air bersih, dan pengairan yang cukup, akan sangat berpengaruh pada hasil pertanian yang lebih baik," katanya.

Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Pamekasan Fathorrahman mengakui, produksi pertanian masyarakat memang selalu terganggu kasus kekeringan dan kekurangan air bersih.

Oleh karenanya, produksi pertanian di Pamekasan dan Madura pada umumnya hanya terjadi saat musim hujan, atau sekitar enam bulan saja.

"Jika pengairan mampu, sebagaimana di daerah lain, produksi pertanian tentu tidak hanya saat musim hujan, tapi juga saat kemarau, dan itu berarti dari sisi pendapatan bagi petani akan meningkat," kata mantan anggota DPRD Pamekasan dari Partai Gerindra ini.
 

Pewarta: Abd Aziz

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019