Bupati Pacitan Indartato mengatakan dirinya telah berdiskusi dengan para penasihatnya serta tim kesehatan daerah setempat sebelum memutuskan menetapkan status KLB (Kejadian Luar Biasa) hepatitis A pada 25 Juni 2019
"Kami bicara dengan tim sebelum memutuskan status kasus ini. Dan akhirnya diputuskan status KLB," kata Indartato dikonfirmasi di pendopo Kabupaten Pacitan, Jawa Timur, Kamis.
Ada dua pertimbangan utama yang menjadi alasan penetapan status KLB itu.
Pertama adalah percepatan kasus yang terjadi. Sejak pertama mendapat laporan dari Dinkes Pacitan pada 19 Juni, jumlah penderita di Puskesmas Sudimoro saat itu sebanyak 84 orang.
Namun, selang sehari jumlahnya sudah bertambah menjadi 104 orang dan pada 24 Juni berlipat empat kali menjadi sekitar 400-an orang.
"Kejadian luar biasa. Karena pergerakannya cepat sekali, dari awal saya ke sana pada 20 Juni ada 105 orang, pada 24 Juni sudah (berjumlah) 400 orang lebih. Jadi hanya dalam tempo empat hari jumlah kasusnya sudah lipat empat kali," katanya.
Pertimbangan kedua penetapan status KLB, menurut Indartato adalah untuk mengendalikan kasus hepatitis A agar tidak terus merebak tanpa kendali.
"Dengan penetapan status KLB ini harapannya tentu agar kasus ini bisa ditangani secara segera," katanya.
Hal pertama yang dilakukan tim penanggulangan wabah hepatitis A adalah merancang dan menerapkan pola tata kelola kasus, yakni bagaimana menangani kasus penyakit kuning (istilah lain untuk penyakit hepatitis A) dengan baik, menggunakan sumber pembiayaan APBD.
Kedua, yang tak kalah intens dilakukan adalah dengan meningkatkan daya surveilansi untuk mendeteksi area persebaran kasus tersebut, terutama daerah yang penularannya paling tinggi.
"Langkah ketiga yang paling utama adalah untuk mengendalikan, melokalisir wabah ini (hepatitis A) agar tidak terus menular, meluas dan menyebar ke lingkungan lain," ujarnya.
Untuk itu, petugas yang dikerahkan untuk melakukan tindakan surveilansi maupun yang membagikan paket bantuan obat sterilisasi lingkungan juga melakukan edukasi kepada masyarakat.
"Masalah air bersihnya bagaimana, pola hidup sehat bagaimana. Ini menjadi tugas kita semua. Mulai dari masyarakat umum, para kader-kader di lalpangan bersama pemerintah daerah," kata Indartato.
Saat ini, jumlah penderita hepatitis A hingga 27 Juni pukul 07.00 WIB tercatat sudah membengkak menjadi 824 kasus.
Wabah hepatitis A atau penyakit kuning itu sementara teridentifikasi tersebar di sembilan desa enam kecamatan, di antaranya Desa Sudimoro, Sukorejo, Tegalombo, Wonokarto, Bubakan, Ketro, dan Wonojoyo.
Desa-desa itu tersebar di enam kecamatan, yakni Kecamatan Sudimoro, Ngadirojo, Tulakan, Tegalombo, Arjosari, dan Kebonagung.
Bupati Indartato memastikan langkah penanganan medis terus diintensifkan, sembari menyalurkan pemenuhan kebutuhan air bersih ke daerah-daerah yang mengalami kekurangan air bersih.
Selain faktor makanan yang diduga tercemar virus hepatitis A, kondisi air di sejumlah kawasan yang tidak higienis diduga menjadi pemicu muncul dan merebaknya kasus penyakit kuning di Pacitan.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019
"Kami bicara dengan tim sebelum memutuskan status kasus ini. Dan akhirnya diputuskan status KLB," kata Indartato dikonfirmasi di pendopo Kabupaten Pacitan, Jawa Timur, Kamis.
Ada dua pertimbangan utama yang menjadi alasan penetapan status KLB itu.
Pertama adalah percepatan kasus yang terjadi. Sejak pertama mendapat laporan dari Dinkes Pacitan pada 19 Juni, jumlah penderita di Puskesmas Sudimoro saat itu sebanyak 84 orang.
Namun, selang sehari jumlahnya sudah bertambah menjadi 104 orang dan pada 24 Juni berlipat empat kali menjadi sekitar 400-an orang.
"Kejadian luar biasa. Karena pergerakannya cepat sekali, dari awal saya ke sana pada 20 Juni ada 105 orang, pada 24 Juni sudah (berjumlah) 400 orang lebih. Jadi hanya dalam tempo empat hari jumlah kasusnya sudah lipat empat kali," katanya.
Pertimbangan kedua penetapan status KLB, menurut Indartato adalah untuk mengendalikan kasus hepatitis A agar tidak terus merebak tanpa kendali.
"Dengan penetapan status KLB ini harapannya tentu agar kasus ini bisa ditangani secara segera," katanya.
Hal pertama yang dilakukan tim penanggulangan wabah hepatitis A adalah merancang dan menerapkan pola tata kelola kasus, yakni bagaimana menangani kasus penyakit kuning (istilah lain untuk penyakit hepatitis A) dengan baik, menggunakan sumber pembiayaan APBD.
Kedua, yang tak kalah intens dilakukan adalah dengan meningkatkan daya surveilansi untuk mendeteksi area persebaran kasus tersebut, terutama daerah yang penularannya paling tinggi.
"Langkah ketiga yang paling utama adalah untuk mengendalikan, melokalisir wabah ini (hepatitis A) agar tidak terus menular, meluas dan menyebar ke lingkungan lain," ujarnya.
Untuk itu, petugas yang dikerahkan untuk melakukan tindakan surveilansi maupun yang membagikan paket bantuan obat sterilisasi lingkungan juga melakukan edukasi kepada masyarakat.
"Masalah air bersihnya bagaimana, pola hidup sehat bagaimana. Ini menjadi tugas kita semua. Mulai dari masyarakat umum, para kader-kader di lalpangan bersama pemerintah daerah," kata Indartato.
Saat ini, jumlah penderita hepatitis A hingga 27 Juni pukul 07.00 WIB tercatat sudah membengkak menjadi 824 kasus.
Wabah hepatitis A atau penyakit kuning itu sementara teridentifikasi tersebar di sembilan desa enam kecamatan, di antaranya Desa Sudimoro, Sukorejo, Tegalombo, Wonokarto, Bubakan, Ketro, dan Wonojoyo.
Desa-desa itu tersebar di enam kecamatan, yakni Kecamatan Sudimoro, Ngadirojo, Tulakan, Tegalombo, Arjosari, dan Kebonagung.
Bupati Indartato memastikan langkah penanganan medis terus diintensifkan, sembari menyalurkan pemenuhan kebutuhan air bersih ke daerah-daerah yang mengalami kekurangan air bersih.
Selain faktor makanan yang diduga tercemar virus hepatitis A, kondisi air di sejumlah kawasan yang tidak higienis diduga menjadi pemicu muncul dan merebaknya kasus penyakit kuning di Pacitan.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019