Ketua Dewan Pendidikan Kabupaten Tulungagung Supriyono mengkritik sistem penerimaan peserta didik baru (PPDB) jalur zonasi yang dinilai menimbulkan persoalan baru karena banyak siswa daerah pinggiran yang berprestasi tidak bisa terakomodasi di sekolah-sekolah unggulan.
"Persoalannya itu fasilitas pendidikan kita belum merata," kata Supriyono yang juga Ketua DPRD Tulungagung itu di Tulungagung, Jumat.
Ia mengaku cukup banyak mendapat keluhan dari wali murid. Penyebabnya, kesempatan sekolah di sekolah unggulan tidak lagi bisa dinikmati anak-anak didik berprestasi.
Masalahnya adalah jarak dan zonasi. Rumah mereka tak berada dalam zonasi sekolah unggulan, atau jarak domisili yang tidak cukup dekat sehingga kalah bersaing dengan calon siswa yang kediamannya lebih dekat dengan sekolah.
"Diakui atau tidak fasilitas pendidikan di kota dan di pinggiran pasti beda. Mereka minta masalah kualitas pendidikan ini di semua wilayah disetarakan dulu, baru diatur zonasi," katanya.
Supriyono mencontohkan lembaga pendidikan yang ada di daerah pinggiran seperti di Kecamatan Sendang, Pagerwojo dan Pucanglaban.
"Sekolah-sekolah itu disetarakan dulu dengan SMPN 1 Tulungagung, SMPN 2 Tulungagung dan SMPN 3 Tulungagung, baru zonasi diterapkan penuh. Mereka pantas kecewa karena ingin anaknya bersekolah di tempat yang baik, mereka kan juga bayar pajak," katanya.
Baca juga: Protes PPDB di Dispendik Surabaya nyaris ricuh (Video)
Baca juga: Mendikbud: Perubahan jalur prestasi untuk daerah PPDB bermasalah
Supriyono justru khawatir penerapan sistem zonasi dengan komposisi 90 persen justru akan menciderai masyarakat yang menekankan pada prestasi.
Hal itu karena hak warga untuk mendapat pelayanan pendidikan yang baik sesuai amanah Undang-undang Dasar 1945 tidak terpenuhi atau terhambat.
"Komposisi aturan zonasi saat ini idealnya adalah 60 persen berdasarkan zona lingkungan sedangkan 40 persen dari jalur prestasi," katanya.
Supriyono menambahkan, sistem zonasi yang saat ini dilaksanakan pada tataran teori memiliki tujuan yang sangat baik, salah satunya agar sekolah-sekolah pinggiran juga mendapatkan siswa berprestasi.
Namun dalam praktiknya menimbulkan polemik serta persoalan di masyarakat.
"Sebetulnya sekolah pinggiran itu tetap bisa dapat siswa dengan kualifikasi nilai yang baik, asalkan sekolah di kota itu secara konsisten dibatasi jumlah pagu dan rombongan belajarnya," kata Supriyono.
Baca juga: Adik Mendikbud ikhlas kedua anaknya tidak masuk sekolah negeri
Baca juga: Jokowi: PPDB zonasi perlu dievaluasi (Video)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019
"Persoalannya itu fasilitas pendidikan kita belum merata," kata Supriyono yang juga Ketua DPRD Tulungagung itu di Tulungagung, Jumat.
Ia mengaku cukup banyak mendapat keluhan dari wali murid. Penyebabnya, kesempatan sekolah di sekolah unggulan tidak lagi bisa dinikmati anak-anak didik berprestasi.
Masalahnya adalah jarak dan zonasi. Rumah mereka tak berada dalam zonasi sekolah unggulan, atau jarak domisili yang tidak cukup dekat sehingga kalah bersaing dengan calon siswa yang kediamannya lebih dekat dengan sekolah.
"Diakui atau tidak fasilitas pendidikan di kota dan di pinggiran pasti beda. Mereka minta masalah kualitas pendidikan ini di semua wilayah disetarakan dulu, baru diatur zonasi," katanya.
Supriyono mencontohkan lembaga pendidikan yang ada di daerah pinggiran seperti di Kecamatan Sendang, Pagerwojo dan Pucanglaban.
"Sekolah-sekolah itu disetarakan dulu dengan SMPN 1 Tulungagung, SMPN 2 Tulungagung dan SMPN 3 Tulungagung, baru zonasi diterapkan penuh. Mereka pantas kecewa karena ingin anaknya bersekolah di tempat yang baik, mereka kan juga bayar pajak," katanya.
Baca juga: Protes PPDB di Dispendik Surabaya nyaris ricuh (Video)
Baca juga: Mendikbud: Perubahan jalur prestasi untuk daerah PPDB bermasalah
Supriyono justru khawatir penerapan sistem zonasi dengan komposisi 90 persen justru akan menciderai masyarakat yang menekankan pada prestasi.
Hal itu karena hak warga untuk mendapat pelayanan pendidikan yang baik sesuai amanah Undang-undang Dasar 1945 tidak terpenuhi atau terhambat.
"Komposisi aturan zonasi saat ini idealnya adalah 60 persen berdasarkan zona lingkungan sedangkan 40 persen dari jalur prestasi," katanya.
Supriyono menambahkan, sistem zonasi yang saat ini dilaksanakan pada tataran teori memiliki tujuan yang sangat baik, salah satunya agar sekolah-sekolah pinggiran juga mendapatkan siswa berprestasi.
Namun dalam praktiknya menimbulkan polemik serta persoalan di masyarakat.
"Sebetulnya sekolah pinggiran itu tetap bisa dapat siswa dengan kualifikasi nilai yang baik, asalkan sekolah di kota itu secara konsisten dibatasi jumlah pagu dan rombongan belajarnya," kata Supriyono.
Baca juga: Adik Mendikbud ikhlas kedua anaknya tidak masuk sekolah negeri
Baca juga: Jokowi: PPDB zonasi perlu dievaluasi (Video)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019