Peningkatan kapasitas anggota Kampung Siaga Bencana (KSB), latihan rutin dan terstruktur menjadi urutan prioritas kebijakan yang harus segera ditindaklanjuti untuk mempersiapkan masyarakat yang siap menghadapi bencana.
Hal ini diungkapkan Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Harry Hikmat setelah mendengar pemaparan hasil penelitian tentang Kampung Siaga Bencana, "ini betul-betul menjadi input dalam pengembangan penanganan bencana berbasis komunitas".
"KSB merupakan salah satu prioritas yang sifatnya pencegahan. Seperti diketahui setelah terjadi bencana di Selat Sunda perlu ada penyesuaian dalam penyiapan KSB," kata Harry saat menerima delegasi World Food Program (WFP) di Jakarta, Senin.
Pembentukan KSB, lanjut Harry mengarah kepada pendekatan kawasan. Sehingga pemikiran kampung sebagai kawasan, bersifat lokal sifatnya. Mungkin saja terjadi, banjir melintasi beberapa desa, sehingga bisa fasilitasi terbentuknya KSB.
"KSB tidak identik dengan kampung tetapi lebih kepada memfasilitasi masyarakat untuk lebih bisa memiliki kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana," tegasnya.
WFP telah melakukan studi tentang KSB dengan melibatkan 34 KSB dan 14 mitra kerja di tujuh propinsi. Dari hasil penelitian tersebut, WFP merekomendasikan peningkatan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang terlibat dalam pengelolaan KSB menjadi prioritas yang utama untuk segera dilakukan.
"Prioritas kebijakan yang pertama adalah kapasitas, yang kedua keabadian dan urutan yang ketiga adalah pendanaan," ujar Leason Officier EPR WFP Wipsar Dina Triandini.
Penelitian tersebut bertujuan untuk mengumpulkan praktik baik dan pembelajaran dari KSB-KSB yang telah terbentuk untuk meningkatkan kualitas program KSB di masa mendatang. Dari penelitian itu, WFP menemukan setidaknya ada 12 masalah yang terjadi dilapangan yang harus segera ditindaklanjuti.
"Setidaknya terdapat 12 hal yang ditemukan dilapangan, yaitu Sustainability, Permanence, Effectiveness, Ownership, Adaptiveness, Inclusion, Institutionalism, Policy Environment, Capacities, Culture, Funding, dan Accountability," lanjut Dina.
Legalitas merupakan aspek penting dalam sebuah organisasi berbasis komunitas seperti KSB, hal ini akan mempermudah akses pendanaan untuk KSB.
"Beberapa hal yang sangat penting dalam proses pembentukan KSB adalah motivasi dalam pembentukan KSB, pengalaman organisasi dari anggota KSB, jiwa kepemimpinan dari masyarakat sekitar dan penambahan durasi pembentukan untuk KSB," ungkap Dina.
Kerja sama dengan berbagai pihak juga jangan diharapkan sebagai upaya meningkatkan efektifitas KSB, diantaranya kerja sama dengan pemerintah daerah, komunitas lokal, pihak swasta dan institusi pendidikan terkait.
Setidaknya ada tiga kunci yang akan memastikan adanya rasa kepemilikan terhadap KSB.
"Pertama adanya ketokohan atau kepemimpinan lokal yang kuat, kedua pemilihan pengurus dan anggota yang tepat dan yang ketiga memanfaatan sumber daya lokal," paparnya.
Inovasi berbasis kearifan lokal juga menjadi hal yang sangat penting dalam KSB, di antaranya dengan mengembangkan program sesuai dengan budaya dan kemampuan masyarakat, eksistensi KSB tidak sebatas untuk penanganan bencana tetapi juga menjadi solusi problem sosial masyarakat dan pengembangan ekonomi kreatif dari lumbung sosial.
Peran perempuan dalam KSB juga sangat penting, hal ini terlihat dari adanya variasi peranan perempuan dalam KSB dan pentingnya peranan perempuan dalam proses pengambilan keputusan
WFP juga menemukan bahwa Program KSB memberikan manfaat yang nyata bagi masyarakat dan Dinas Sosial, tidak hanya dalam penanganan bencana namun juga dalam penanganan masalah sosial lainnya.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019
Hal ini diungkapkan Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Harry Hikmat setelah mendengar pemaparan hasil penelitian tentang Kampung Siaga Bencana, "ini betul-betul menjadi input dalam pengembangan penanganan bencana berbasis komunitas".
"KSB merupakan salah satu prioritas yang sifatnya pencegahan. Seperti diketahui setelah terjadi bencana di Selat Sunda perlu ada penyesuaian dalam penyiapan KSB," kata Harry saat menerima delegasi World Food Program (WFP) di Jakarta, Senin.
Pembentukan KSB, lanjut Harry mengarah kepada pendekatan kawasan. Sehingga pemikiran kampung sebagai kawasan, bersifat lokal sifatnya. Mungkin saja terjadi, banjir melintasi beberapa desa, sehingga bisa fasilitasi terbentuknya KSB.
"KSB tidak identik dengan kampung tetapi lebih kepada memfasilitasi masyarakat untuk lebih bisa memiliki kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana," tegasnya.
WFP telah melakukan studi tentang KSB dengan melibatkan 34 KSB dan 14 mitra kerja di tujuh propinsi. Dari hasil penelitian tersebut, WFP merekomendasikan peningkatan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang terlibat dalam pengelolaan KSB menjadi prioritas yang utama untuk segera dilakukan.
"Prioritas kebijakan yang pertama adalah kapasitas, yang kedua keabadian dan urutan yang ketiga adalah pendanaan," ujar Leason Officier EPR WFP Wipsar Dina Triandini.
Penelitian tersebut bertujuan untuk mengumpulkan praktik baik dan pembelajaran dari KSB-KSB yang telah terbentuk untuk meningkatkan kualitas program KSB di masa mendatang. Dari penelitian itu, WFP menemukan setidaknya ada 12 masalah yang terjadi dilapangan yang harus segera ditindaklanjuti.
"Setidaknya terdapat 12 hal yang ditemukan dilapangan, yaitu Sustainability, Permanence, Effectiveness, Ownership, Adaptiveness, Inclusion, Institutionalism, Policy Environment, Capacities, Culture, Funding, dan Accountability," lanjut Dina.
Legalitas merupakan aspek penting dalam sebuah organisasi berbasis komunitas seperti KSB, hal ini akan mempermudah akses pendanaan untuk KSB.
"Beberapa hal yang sangat penting dalam proses pembentukan KSB adalah motivasi dalam pembentukan KSB, pengalaman organisasi dari anggota KSB, jiwa kepemimpinan dari masyarakat sekitar dan penambahan durasi pembentukan untuk KSB," ungkap Dina.
Kerja sama dengan berbagai pihak juga jangan diharapkan sebagai upaya meningkatkan efektifitas KSB, diantaranya kerja sama dengan pemerintah daerah, komunitas lokal, pihak swasta dan institusi pendidikan terkait.
Setidaknya ada tiga kunci yang akan memastikan adanya rasa kepemilikan terhadap KSB.
"Pertama adanya ketokohan atau kepemimpinan lokal yang kuat, kedua pemilihan pengurus dan anggota yang tepat dan yang ketiga memanfaatan sumber daya lokal," paparnya.
Inovasi berbasis kearifan lokal juga menjadi hal yang sangat penting dalam KSB, di antaranya dengan mengembangkan program sesuai dengan budaya dan kemampuan masyarakat, eksistensi KSB tidak sebatas untuk penanganan bencana tetapi juga menjadi solusi problem sosial masyarakat dan pengembangan ekonomi kreatif dari lumbung sosial.
Peran perempuan dalam KSB juga sangat penting, hal ini terlihat dari adanya variasi peranan perempuan dalam KSB dan pentingnya peranan perempuan dalam proses pengambilan keputusan
WFP juga menemukan bahwa Program KSB memberikan manfaat yang nyata bagi masyarakat dan Dinas Sosial, tidak hanya dalam penanganan bencana namun juga dalam penanganan masalah sosial lainnya.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019