Prihatin atas kinerja jajaran kejaksaan negeri Kabupaten Banjar dalam menuntaskan kasus tersebut, pegiat antikorupsi di Kabupaten Banjar Kalsel, Iwansyah bersama LSM se Kalsel melaporkan perihal kasus yang mereka nilai mandek kepada Komisi Kejaksaan Agung di Jakarta pada Kamis (4/4) lalu.

LSM se Kalsel yang dikoordiantori oleh Iwansyah itu diterima oleh Soemarno dari Komisi Kejaksaan.

Sudah tiga tahun proses penyelidikan hingga naik ke tahap penyidikan kasus perjalanan dinas DPRD Kabupaten Banjar Kalsel yang dilakukan Kejaksaan Negeri Kabupaten Banjar tak kunjung ada kejelasan.

Kasus tersebut menjadi perhatian masyarakat di Kabupaten Banjar Kalsel, terlebih jelang Pemilu Legislatif 2019.

Tidak hanya bertandang ke Kejaksaan Agung di Jakarta, Aliansyah dan kawan-kawan dari LSM se Kalsel juga menyambangi Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), juga menyampaikan perihal yang sama atas belum ada kejelasan kasus kunker DPRD Banjar yang naik ketahap penyidikan pada Februari 2017 lalu.

Kepada wartawan di Jakarta, Iwansyah dan kawan-kawan mengatakan, tujuan kedatangan ke Komisi Kejaksaan Agung RI perihal laporan adanya dugaan pelanggaran kode etik.

Kepala Kejaksaan Tinggi Kalsel selama bertugas di Kalsel diduga tidak konsisten dalam menindak koruptor yang dibuktikan tidak ada satu kasus tindak pidana korupsi yang cukup besar dan menjadi perhatian masyarakat seperti kasus bansos Pemprov Kalsel kepada 55 anggota DPRD Provinsi Kalsel tahun 2010.

Kasus dugaan penyimpangan dalam melakukan perjalanan dinas luar daerah dan diduga fiktif tahun 2015 yang sudah dalam tahap penyidikan dan telah diproses hukum oleh mantan Kejati Kalsel terdahulu, namun sampai sekarang belum selesai dan tuntas sampai ke Pengadilan Tipidkor.

Kepada Kejaksaan Negeri Martapura dalam melakukan proses penyidikan kasus dugaan perjokian perjalanan dinas fiktif luar daerah yang diduga oleh oknum anggota DPRD Kabupaten Banjar periode 2014-2019 diduga telah terjadi KKN dengan para oknum anggota DPRD Banjar Kalsel yang secara bersama-sama melakukan penyimpangan, malah ada perjalanan daerah fiktif yang sekarang ini ada indikasi akan dihentikan.

Sesuai dengan Surat Kelompok Hati Nurani Masyarakat perihal minta diberikan waktu untuk audiensi yang ditujukan untuk Kepala Kejaksaan Tinggi Kalsel tanggal 25 Februari 2019, sebagai dasar laporan maka patut diduga Kepala Kejaksaan Tinggi Kalsel telah melanggar Undang-undang RI Nomor 20 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Bab V Peran Serta Masyarakat Pasal 41 ayat 2.

"Kami meminta Jaksa Agung untuk mencopot Kepala Kejaksaan Tinggi Kalsel dan Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Banjar karena dianggap tidak mampu memperbaiki citra kejaksaan di Kalsel. Sebab kasus korupsi semakin menggurita sedangkan pihak kejaksaan kerjanya tidak kelihatan, tidak ada menuntaskan kasus yang menonjol," kata Iwansyah diamini rekannya Husaini.

Sedangkan tujuan ke KPK, meminta untuk mengambilalih berbagai kasus yang mandek dan menumpuk di Kejaksaan Tinggi Kalsel dan di Kejaksaan Negeri Kabupaten Banjar. Seperti kasus bansos dan dugaan perjalanan dinas fiktif anggota DPRD Banjar hingga kini tidak ada ujung pangkalnya.

Setali tiga uang, tidak hanya ke Komjak dan KPK RI, mereka bahkan juga menyampaikan kasus-kasus di Kalsel yang belum ada kejelasannya kepada Presiden RI melalui Sekretaris Kabinet di Jakarta. Harapannya, agar pemberatan korupsi di Kalsel bisa menjadi prioritas.(*)

Pewarta: Hanni Sofia

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019