Badan Pengawas Pemilihan Umum mendapati ada dua warga negara asing asal Kepulauan Windsor dan Liberia yang lama bermukim di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, terdeteksi masuk daftar pemilih tetap (DPT) Pemilu 2019, sehingga mengusulkan untuk dicoret.

Komisioner Bawaslu Tulungagung Endro Sunarko di Tulungagung, Jumat, mengatakan data itu diperoleh setelah pihaknya mendalami kepemilikan KTP elektronik tujuh WNA yang sudah bermukim dan tinggal di Tulungagung dalam jangka waktu beberapa lama.

Dari enam WNA yang sudah terlacak, dua nama di antaranya dipastikan ikut tercantum dalam DPT yang telah ditetapkan KPU Tulungagung.

"WNA ini tidak mempunyai hak pilih, maka harus dicoret," kata Endro. 

Sedangkan terhadap empat nama lain yang sudah berhasil ditelurusi tim Bawaslu, Endro memastikan tak tercantum dalam DPT.

Kini masih satu WNA lagi yang belum berhasil mereka identifikasi keberadaanya maupun statusnya di Tulungagung.

"Masih terus kami selidiki. Jumlah WNA di Tulungagung kemungkinan lebih banyak dari data sementara yang kami pegang," katanya.

Kedua WNA teridentifikasi dalam DPT Pemilu 2019 itu berasal dari Kepulauan Windsor (negara anggota Persemakmuran Inggris) atas nama Peter Geoffrey Watson (70) dan Muhamed Nur Bin Daud asal Liberia.

Nama keduanya ditemukan saat tim Bawaslu mendalami temuan tujuh WNA Tulungagung yang mempunyai KTP-e. 

Ketujuh WNA itu tersebar di wilayah kecamatan Kalidawir, Pakel, Ngantru dan Kota Tulungagung. 

Dari tujuh WNA, baru enam yang terdeteksi keberadaannya, sedang satu WNA masih belum diketahui. Mereka berasal dari negara Liberia, Singapura, Kepulauan Windsor, Pakistan, Taiwan, dan India.

Dikonfirmasi terkait temuan itu, pihak KPU Tulungagung enggan berkomentar.

"Sori, soal ini (WNA yang memiliki KTP-e dan masuk DPT) kami tidak memiliki kewenangan untuk memberi penjelasan. Konfirmasinya langsung ke (KPU) pusat untuk menghindari kesimpangsiuran informasi," kata Komisioner KPU Tulungagung M Khoirul Anam.

Namun, dia mengisyaratkan dalam pelaksanaan Pemilu 17 April 2019, pihaknya tetap mengacu Undang-undang Pemilu tahun 2017, yang salah satu poinnya menegaskan bahwa pemilih adalah warga negara Indonesia dan dinyatakan memiliki hak pilih dalam pemilihan umum.

Jadi, jika ada WNA yang memiliki KTP-e lalu masuk dalam DPT, maka otomatis akan dianulir dengan pemberian kode khusus yang nantinya akan ditindaklanjuti oleh kelompok panitia pemungutan suara (KPPS) tempatnya terdaftar, agar nama WNA yang tercantum di DPT tidak ikut melakukan pencoblosan karena tidak memiliki hak pilih.

"Perlakuannya seperti kasus nama pemilih dalam DPT yang sudah meninggal. Jadi, nama di DPT tidak dicoret dan tidak akan mengurangi jumlah DPT, tapi akan diberi kode khusus agar nantinya tidak menggunakan hak mencoblos," kata Anam.

Namun, dia berulang menyampaikan bahwa keterangan resmi bukan wewenang KPU daerah, melainkan kewenangan KPU pusat. 

Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Tulungagung Justi Taufik membenarkan jika ada WNA yang mempunyai KTP-e, namun untuk mendapatkan identitas itu ada persyaratan yang harus dipenuhi oleh WNA.

Persyaratan itu ditentukan oleh pihak Imigrasi, sementara Disdukcapil hanya bertugas mencetak KTP-e. "Syaratnya mempunyai keterangan izin tetap (KITAP)," kata Justi Taufik.

Selain KITAP, WNA itu juga diharuskan mempunyai paspor dan visa. (*)

Pewarta: Destyan H. Sujarwoko

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019