Sidoarjo (Antaranews Jatim) - Wali Kota Pasuruan nonaktif, Setiyono, menjalani sidang perdana kasus dugaan suap beberapa proyek yang ada di kota setempat sejak tahun 2016 sampai 2018 dengan total senilai Rp2,9 miliar di Pengadilan Tipikor Surabaya di Sidoarjo, Jatim, Senin.

Ferdian Adi Nugroho selaku Jaksa Penuntut Umum dari KPK, mengatakan, terdakwa dengan sengaja sudah melakukan plotting proyek dari dinas PUPR Kota Pasuruan selama tiga tahun terakhir.

"Termasuk proyek pembangunan Pusat Layanan Usaha Terpadu-Koperasi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (PLUT-KUMKM) dari Direktur CV Mahadir, Muhamad Bagir," katanya.

Ia mengatakan, untuk masing-masing proyek terdakwa Setiyono meminta imbalan antara 5-7 tujuh persen, tergantung dari jenis proyek yang dikerjakan.

"Tahun anggaran 2018 terdakwa meminta fee sebesar 5 persen untuk pembangunan gedung dan juga fee sebesar 7 persen dari pembangunan pelengsengan," ujarnya.

Selain Setiyono, jaksa juga membacakan surat dakwaan untuk terdakwa Dwi Fitri Nur Cahyo, staf ahli Bidang Hukum Kepala Dinas PUPR Kota Pasuruan dan Wahyu Tri Haryanto, pegawai honorer Pemkot Pasuruan.

Ketiganya didakwa melanggar pasal 11 jo pasal 18 UU Tipikor jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Atas surat dakwaan tersebut, ketiga terdakwa melalui masing-masing penasihat hukumnya bersepakat tidak mengajukan eksepsi atau nota keberatan. Majelis hakim yang diketuai I Wayan Sosiawan memerintahkan jaksa KPK untuk menghadirkan para saksi ke persidangan selanjutnya.

"Sidang ditunda dengan agenda mendengarkan keterangan saksi-saksi," ucapnya.

Baca juga: Wali Kota Pasuruan Jadi Tersangka
Baca juga: Rincian Pemberian Fee dan Sandi khusus Kasus Wali Kota Pasuruan

Kasus suap ini bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK pada 4 Oktober 2018. Saat itu, KPK terlebih dahulu menangkap keponakan Wali Kota Pasuruan, yakni Hendriyanto Heru Prabowo alias Hendrik, saat akan menyerahkan uang suap dari terdakwa Muhamad Baqir ke Wali Kota Setiyono.

Setelah dilakukan pengembangan, KPK akhirnya menetapkan beberapa tersangka lain, yakni Wali Kota Pasuruan Setiyono, Staf Ahli Bidang Hukum, Politik, dan Pemerintahan Pemerintahan Kota Pasuruan Dwi Fitri Nurcahyo, dan tenaga honorer pemkot di Kelurahan Purutrejo Wahyu Tri Hardianto.

KPK menetapkan mereka sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap terkait sejumlah proyek di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Pasuruan tahun anggaran 2018, salah satunya belanja gedung dan bangunan pengembangan Pusat Layanan Usaha Terpadu-Koperasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (PLUT-KUMKM) pada Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Pemkot Pasuruan.

Proyek di Pemkot Pasuruan diatur oleh Wali Kota Setuyono melalui tiga orang dekatnya yang disebut trio kwek kwek, dan ada kesepakaan fee rata-rata antara 5 sampai 7 persen untuk proyek bangunan dan pengairan.

Sedangkan dari proyek PLUT-KUMKM, Wali Kota Setiyono mendapat komitmen fee sebesar 10 persen dari nilai HPS yakni sebesar Rp2.297.464.000 ditambah 1 persen untuk Pokja. Pemberian dilakukan secara bertahap.

Pemberian pertama terjadi pada tanggal 24 Agustus 2018, Muhamad Baqir menstransfer kepada Wahyu Tri Hardianto sebesar Rp20 juta atau 1 persen untuk Pokja sebagai tanda jadi. Kemudian pada 4 September 2018 CV Mahadir ditetapkan sebagai pemenang lelang dengan nilai kontrak Rp2.210.266.000.

Kemudian 7 September 2018, setelah ditetapkan sebagai pemenang, Muhamad Baqir setor tunai kepada wali kota melalui pihak-pihak perantaranya sebesar 5 persen atau kurang lebih Rp115 juta. Sisa komitmen fee lainnya akan diberikan setelah uang muka termin pertama cair.(*)

Pewarta: Indra Setiawan

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019