Jakarta (Antaranews Jatim) - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata saat jumpe pers di Jakarta, Jumat, mengungkapkan komitmen yang disepakati untuk Wali Kota Pasuruan Setiyono dari proyek Pusat Layanan Usaha Terpadu Koperasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (PLUT-KUMKM) adalah sebesar 10 persen dari nilai Harga Perkiraan Sendiri (HPS), yaitu sebesar Rp2,297 miliar ditambah 1 persen untuk kelompok kerja (pokja).

Pemberiannya dilakukan secara bertahap, yaitu pertama, pada 24 Agustus 2018, Muhammad Baqir transfer kepada Wahyu Tri Harianto sebesar Rp20 juta atau 1 persen untuk pokja sebagai tanda jadi.

Pada 4 September 2018, CV Mahadir ditetapkan sebagai pemenang lelang dengan nilai kontrak Rp2,21 miliar.

Kedua, pada 7 Spetember 2018, setelah ditetapkan sebagai pemenang, Muhammad Maqir melakukan setor tunai kepada Wali Kota Pasuruan Setiyono melalui pihak-pihak perantaranya sebesar 5 persen atau sekitar Rp115 juta. Sisa komitmen 5 persen lainnya akan diberikan setelah uang muka termin pertama proyek cair.

"Teridentifikasi penggunaan sejumlah sandi dalam kasus ini, yaitu ready mix atau campuran semen dan apel untuk fee proyek dan Kanjengnya yang diduga berarti wali kota," ungkap Alex.

KPK menetapkan Wali Kota Pasuruan 2016-2021 Setiyono sebagai tersangka kasus dugaan korupsi penerimaan hadiah atau janji terkait proyek belanja modal gedung dan bangunan pengembangan PLUT-KUMKM pada APBD tahun anggaran 2018.

Selain Setiyono, KPK juga menetapkan dua orang lain sebagai tersangka penerima suap yaitu Staf Ahli/Pelaksana Harian Kadis PU kota Pasuruan Dwi Fitri Nurcahyo dan Staf Kelurahan Purutrejo Wahyu Tri Hardianto.

"Sebagai pihak yang diduga penerima yaitu SET (Setiyono), DFN (Dwi Fitri Nurcahyo) dan WTH (Wahyu Tri Haridanto) disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau 11 UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP," tutur Alexander.

Baca juga: Wali Kota Pasuruan Jadi Tersangka

Pasal itu mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya dengan ancaman penjara minimal 4 tahun dan maksimal seumur hidup dan denda minimal Rp200 juta maksimal Rp1 miliar.

Sedangkan sebagai tersangka pemberi suap adalah Muhammad Baqir selaku pemilik CV Mahadir.

"MB (Muhammad Baqir) disangkakan pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," tambah Alex.

Pasal itu yang mengatur mengenai orang yang memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya dengan ancaman hukuman minimal 1 tahun penjara dan maksimal 5 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta. (*)

Baca juga: KPK Amankan Uang Rp120 Juta OTT di Kota Pasuruan
Baca juga: KPK Amankan Wali Kota Pasuruan

Pewarta: Desca Lidya Natalia

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018