Surabaya (Antaranews Jatim) - Pengamat Kebijakan Publik "Center for Security and Welfare Studies" (CSWS) Universitas Airlangga, Gitadi Tegas Supramudyo mengatakan, perubahan revisi Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Kota Surabaya perlu melihat sisi ekonomi.

"Artinya ada win-win solution dengan petani penghasil tembakau, di samping ada penegakan hukum yang tegas pada aplikasi perda di tingkat bawah," kata Gitadi di Surabaya, Jawa Timur, Rabu.

Ia mengatakan, keberadaan Perda KTR merupakan sebuah kebijakan yang berpihak pada kesehatan masyarakat, dan bisa menekan sikap meniru di kalangan anak-anak terhadap merokok.

"Mungkin semua tahu bahwa di Indonesia jumlah perokok muda sangat banyak, mestinya nanti Perda itu mengatur secara tegas aplikasi di bawahnya, tidak hanya sekedar aturan," tuturnya.

Gitadi yang juga pengajar di Unair ini menekankan bahwa fokus utama Perda KTR nantinya ada pada turunannya untuk mengoptimalkan penerapannya di lapangan. Artinya, sanksi yang diberikan bagi setiap yang pelanggar harus tegas.

"Tidak cukup Satpol PP, sebab sudah banyak dihiraukan masyarakat. Perlu pemegang kebijakan lain untuk mendorong penerapan perda ini secara efektif," katanya.

Di sisi ekonomi, Gitadi menilai, perlu dalam penerapannya mengajak bicara pabrik rokok berskala besar di Jatim, karena harus ada kebijkasanaan sehingga keberadaan petani tembakau juga tidak dirugikan.

Ia mengatakan, dengan lokalisasi perokok diharapkan tidak menggangu masyarakat yang tidak merokok, sebab perokok pasif lebih berbahaya daripada perokok aktif.

Sebelumnya, Panitia Khusus Revisi Perda Nomor 5 Tahun 2008 tentang KTR DPRD Surabaya menilai pengesahan revisi perda KTR tergantung hasil keputusan rapat Badan Musyawarah.

"Pembahasan revisi perda sudah dituntaskan kemarin (18/2). Mengenai bisa diterima atau ditolak itu terserah banmus," kata Sekretaris Pansus Revisi Perda KTR DPRD Surabaya Khusnul Khotimah.

Menurut dia, setelah selesai pembahasan revisi perda, prosesnya masih panjang karena pansus harus melaporkan ke Banmus DPRD Surabaya, yang kemudian ditindaklanjuti dengan menyerahkan ke Gubernur Jatim untuk fasilitasi.?

"Setelah itu ada catatan dari Gubernur Jatim terkait revisi perda itu yang kemudian dibahas dan diputuskan lagi dalam rapat banmus. Hasil keputusan banmus itu kemudian disahkan dalam rapat paripurna," katanya.

Soal diterima atau ditolak revisi perda tersebut tentunya tergantung pada kebijakan masing-masing fraksi yang memiliki pewakilan di Banmus. "Kalau semua fraksi setuju, berarti revisi perda tersebut bisa disahkan. Tapi, kalau tidak ya berarti dikembalikan ke Pemkot Surabaya," ujar anggota Komisi D DPRD Surabaya ini. (*)

Pewarta: A Malik Ibrahim

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019