Surabaya (Antaranews Jatim) - Mantan direksi PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) III Rahmat Satria terbebas dari jerat hukum kasus pungutan liar (pungli) setelah menerima amar putusan Mahkamah Agung yang menolak kasasi dari Kejaksaan Negeri Tanjung Perak Surabaya.
"Alhamdulillah, kasus saya sudah berakhir," katanya kepada wartawan di Surabaya, Minggu.
Rahmat Satria menjadi terdakwa kasus dugaan pungutan liar ?Dwelling Time? di lingkungan PT Pelabuhan Indonesia III setelah terjaring Operasi Tangkap Tangan oleh petugas kepolisian pada penghujung tahun 2016 silam. Saat itu dirinya menjabat sebagai Direktur Operasi dan Pengembangan Bisnis PT Pelindo III.
Kasus dugaan pungli tersebut juga menjerat empat terdakwa lainnya, masing-masing adalah Direktur PT Akara Multi Jaya Augusto Hutapea, Manajer PT Pelindo Energy Logistik Firdiat Firman, serta Mantan Direktur Utama PT Pelindo III Djarwo Suryanto, beserta istrinya Mieke Yolanda Fransiska.
Dari kelima terdakwa, Pengadilan Negeri Surabaya pada 6 Desember 2017 lalu hanya menetapkan seorang yang dinyatakan bersalah karena terbukti melakukan pencucian uang, yaitu Manajer PT Pelindo Energy Logistik Firdiat Firman, dengan vonis hukuman sembilan bulan 20 hari penjara.
Selain itu Mieka Yolanda Fransiska dinyatakan terbukti menggunakan uang hasil pungli namun Pengadilan Negeri Surabaya menganggapnya bukan sebagai tindak pidana.
Sedangkan terhadap tiga terdakwa lainya, termasuk Rahmat Satria, Pengadilan Negeri Surabaya menyatakan tidak bersalah. Jaksa penuntut umum dari Kejaksaan Negeri Tanjung Perak Surabaya kemudian mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.
Amar Putusan Mahkamah Agung nomor: 818 K/pid.sus/2018, dengan Majelis Hakim yang dipimpin Surya Jaya, menyatakan menolak kasasi Kejaksaan Negeri Tanjung Perak Surabaya terhadap terdakwa Rahmat Satria, yang berarti menguatkan putusan bebas dari Pengadilan Negeri Surabaya.
"Dengan turunnya amar putusan dari Mahkamah Agung berarti sudah ada keputusan hukum tetap atau inkrah. Saya harap amar putsuan Mahkamah Agung ini sekaligus membersihakn nama baik saya," ucap Rahmat Satria.
PT Pelindo III mengaku telah mendengar amar putusan Mahkamah Agung yang telah membebaskan Rahmat Satria dari tuduhan kasus pungli "Dwelling Time". Vice President Corporate Communication PT Pelindo III R Suryo Khasabu mengatakan Rahmat Satria sejak terjerat kasus pungli "Dwelling Time" sudah tidak menjabat lagi di PT Pelindo III.
"Pak Rahmat sebenarnya sudah pensiun saat kemudian diangkat ke dalam jajaran direksi PT Pelindo III," katanya.
Rahmat diangkat menjadi Direktur Operasi dan Pengembangan Bisnis di PT Pelindo III pada Mei 2014 berdasarkan Surat Keputusan Menteri BUMN Nomor: SK-103/MBU/2014 tanggal 12 Mei 2014. Menteri BUMN Rini Soemarno kemudian memberhentikannya menyusul kasus pungli yang menyeret Rahmat menjadi salah satu tersangkanya di penghujung tahun 2016.
Rahmat yang lahir di Makassar, 29 Desember 1959, sebelumnya pernah menjabat sebagai Direktur Utama PT Berlian Jasa Terminal Indonesia (2005 - 2013) dan Direktur Utama PT Terminal Petikemas Surabaya (2013 - 2014). (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019
"Alhamdulillah, kasus saya sudah berakhir," katanya kepada wartawan di Surabaya, Minggu.
Rahmat Satria menjadi terdakwa kasus dugaan pungutan liar ?Dwelling Time? di lingkungan PT Pelabuhan Indonesia III setelah terjaring Operasi Tangkap Tangan oleh petugas kepolisian pada penghujung tahun 2016 silam. Saat itu dirinya menjabat sebagai Direktur Operasi dan Pengembangan Bisnis PT Pelindo III.
Kasus dugaan pungli tersebut juga menjerat empat terdakwa lainnya, masing-masing adalah Direktur PT Akara Multi Jaya Augusto Hutapea, Manajer PT Pelindo Energy Logistik Firdiat Firman, serta Mantan Direktur Utama PT Pelindo III Djarwo Suryanto, beserta istrinya Mieke Yolanda Fransiska.
Dari kelima terdakwa, Pengadilan Negeri Surabaya pada 6 Desember 2017 lalu hanya menetapkan seorang yang dinyatakan bersalah karena terbukti melakukan pencucian uang, yaitu Manajer PT Pelindo Energy Logistik Firdiat Firman, dengan vonis hukuman sembilan bulan 20 hari penjara.
Selain itu Mieka Yolanda Fransiska dinyatakan terbukti menggunakan uang hasil pungli namun Pengadilan Negeri Surabaya menganggapnya bukan sebagai tindak pidana.
Sedangkan terhadap tiga terdakwa lainya, termasuk Rahmat Satria, Pengadilan Negeri Surabaya menyatakan tidak bersalah. Jaksa penuntut umum dari Kejaksaan Negeri Tanjung Perak Surabaya kemudian mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.
Amar Putusan Mahkamah Agung nomor: 818 K/pid.sus/2018, dengan Majelis Hakim yang dipimpin Surya Jaya, menyatakan menolak kasasi Kejaksaan Negeri Tanjung Perak Surabaya terhadap terdakwa Rahmat Satria, yang berarti menguatkan putusan bebas dari Pengadilan Negeri Surabaya.
"Dengan turunnya amar putusan dari Mahkamah Agung berarti sudah ada keputusan hukum tetap atau inkrah. Saya harap amar putsuan Mahkamah Agung ini sekaligus membersihakn nama baik saya," ucap Rahmat Satria.
PT Pelindo III mengaku telah mendengar amar putusan Mahkamah Agung yang telah membebaskan Rahmat Satria dari tuduhan kasus pungli "Dwelling Time". Vice President Corporate Communication PT Pelindo III R Suryo Khasabu mengatakan Rahmat Satria sejak terjerat kasus pungli "Dwelling Time" sudah tidak menjabat lagi di PT Pelindo III.
"Pak Rahmat sebenarnya sudah pensiun saat kemudian diangkat ke dalam jajaran direksi PT Pelindo III," katanya.
Rahmat diangkat menjadi Direktur Operasi dan Pengembangan Bisnis di PT Pelindo III pada Mei 2014 berdasarkan Surat Keputusan Menteri BUMN Nomor: SK-103/MBU/2014 tanggal 12 Mei 2014. Menteri BUMN Rini Soemarno kemudian memberhentikannya menyusul kasus pungli yang menyeret Rahmat menjadi salah satu tersangkanya di penghujung tahun 2016.
Rahmat yang lahir di Makassar, 29 Desember 1959, sebelumnya pernah menjabat sebagai Direktur Utama PT Berlian Jasa Terminal Indonesia (2005 - 2013) dan Direktur Utama PT Terminal Petikemas Surabaya (2013 - 2014). (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019