Tulungagung (Antaranews Jatim) - Seorang legislator di DPRD Tulungagung, Jawa Timur mewacanakan pentingnya pembukaan kembali dua lokalisasi yang telah ditutup pada era pemerintahan sebelumnya demi mengontrol persebaran virus HIV/AIDS di daerah tersebut.
"Ya, kami mencermati tinggi dan terus meningkatnya kasus HIV/AIDS sehingga rasanya perlu lokalisasi agar persebarannya terkontrol, yakni dengan mengaktifkan kembali lokalisasi bagi pekerja seks," kata Ketua Komisi C DPRD Tulungagung Subani di Tulungagung, Kamis.
Dengan keberadaan lokalisasi, kata Subani, para Wanita Tuna Susila (WTS) yang memiliki risiko tinggi menularkan HIV/AIDS bisa dengan mudah dipantau kesehatannya.
Tidak seperti sekarang, menurut Subani, ketiadaan lokalisasi membuat aktivitas prostitusi menjadi terselubung.
Petugas kesehatan dan Komisi Penanggulangan AIDS kesulitan melakukan layanan kesehatan rutin terhadap WTS yang teridentifikasi sebagai ODHA (orang dengan HIV/AIDS), terutama untuk melakukan pendampingan secara intens.
"Nanti kalau benar-benar lokalisasi dibuka tempatnya di pinggiran saja. Bisa di daerah pegunungan Sendang atau di daerah selatan, yakni di Dlodo Pucanglaban," ujarnya.
Dari Data Dinkes Tulungagung yang diketahuinya, Subani menyebutkan saat ini jumlah penderita penyakit HIV/AIDS di Tulungagung cenderung meningkat tajam.
Saat penutupan lokalisasi PSK di Ngujang dan di Kaliwungu jumlah penderita penyakit HIV/AIDS tercatat hanya sekitar 500 orang.
Sementara saat ini penyakit HIV/AIDS di Tulungagung sudah diderita 1.038 perempuan, ibu rumah tangga (541 orang), laki-laki (1.282 orang), WTS (259 orang) dan waria (28 orang).
Menanggapi wacana itu, Pemkab Tulungagung melalui Kabag Humas setempat, Sudarmaji menegaskan bahwa penutupan dua lokalisasi di Ngujang dan Kaliwungu (Ngunut) bersifat final.
Pemkab tidak akan membuka ruang lagi untuk wacana aktivasi kembali kedua tempat pelacuran tersebut, karena bertentangan dengan norma agama, adat dan kesusilaan.
"Kami sudah konsisten menutup lokalisasi, tidak akan dibuka lagi. Apalagi sudah ada kesepakatan juga dengan (pemerintah) pusat," kata Sudarmaji. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019
"Ya, kami mencermati tinggi dan terus meningkatnya kasus HIV/AIDS sehingga rasanya perlu lokalisasi agar persebarannya terkontrol, yakni dengan mengaktifkan kembali lokalisasi bagi pekerja seks," kata Ketua Komisi C DPRD Tulungagung Subani di Tulungagung, Kamis.
Dengan keberadaan lokalisasi, kata Subani, para Wanita Tuna Susila (WTS) yang memiliki risiko tinggi menularkan HIV/AIDS bisa dengan mudah dipantau kesehatannya.
Tidak seperti sekarang, menurut Subani, ketiadaan lokalisasi membuat aktivitas prostitusi menjadi terselubung.
Petugas kesehatan dan Komisi Penanggulangan AIDS kesulitan melakukan layanan kesehatan rutin terhadap WTS yang teridentifikasi sebagai ODHA (orang dengan HIV/AIDS), terutama untuk melakukan pendampingan secara intens.
"Nanti kalau benar-benar lokalisasi dibuka tempatnya di pinggiran saja. Bisa di daerah pegunungan Sendang atau di daerah selatan, yakni di Dlodo Pucanglaban," ujarnya.
Dari Data Dinkes Tulungagung yang diketahuinya, Subani menyebutkan saat ini jumlah penderita penyakit HIV/AIDS di Tulungagung cenderung meningkat tajam.
Saat penutupan lokalisasi PSK di Ngujang dan di Kaliwungu jumlah penderita penyakit HIV/AIDS tercatat hanya sekitar 500 orang.
Sementara saat ini penyakit HIV/AIDS di Tulungagung sudah diderita 1.038 perempuan, ibu rumah tangga (541 orang), laki-laki (1.282 orang), WTS (259 orang) dan waria (28 orang).
Menanggapi wacana itu, Pemkab Tulungagung melalui Kabag Humas setempat, Sudarmaji menegaskan bahwa penutupan dua lokalisasi di Ngujang dan Kaliwungu (Ngunut) bersifat final.
Pemkab tidak akan membuka ruang lagi untuk wacana aktivasi kembali kedua tempat pelacuran tersebut, karena bertentangan dengan norma agama, adat dan kesusilaan.
"Kami sudah konsisten menutup lokalisasi, tidak akan dibuka lagi. Apalagi sudah ada kesepakatan juga dengan (pemerintah) pusat," kata Sudarmaji. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019